Senin, 04 Januari 2021

Cantiknya Pulau Pisang di Pesisir Barat dan Perjuangan Menuju Kesana

 
Apa-apaan ini kok bawa-bawa perjuangan kek zaman penjajahan aja? Iya, untuk rombongan 7 orang cewek semua; yang bisa bawa mobil cuma seorang (dan belio-nya pun ati-ati banget dan khawatiran) butuh perjuangan untuk kami bisa sampai ke Pulau Pisang di Krui yang memakan perjalanan kurang lebih 6-7 jam dari Bandarlampung dengan medan yang gabisa dibilang 'biasa'. Fiuh *tariknapas
 
Wacana pergi ke Krui terlontar kurang lebih beberapa bulan yang lalu pas pergi main ke Pantai Gigi Hiu yang ada di Tanggamus (apa pas ke Pantai Sebalang ya? 😶). Pengin ngetrip bareng yang rada jauhan dikit dan nginep. Terpilihlah Krui yang ada di Pesisir Barat sana dengan pantai-pantai indahnya. Hari berganti bulan, mulailah merencanakan. Dari yang mulai naik motor kesana lah, naik travel langsung sampe tempat, naik bus dan sewa mobil. Semua opsi tersebut masih sebatas di angan sampai bulan Desember tiba dan saya pulang ke Lampung.
 
 
Perkiraan tanggal pergi udah didapat. Kami berencana pergi pas cuti bersama dan liburan Natal yaitu tanggal 24 - 26 Desember 2020. Sampai seminggu sebelum hari H, masih maju mundur antara jadi atau ga (ini kok adem ayem santuy gajelas kabar 😶). Macem-macem sebabnya; Nunggu kepastian si Ade jadi silaturrahim ke Lampung atau enggak (mau sekalian ajak Ade ke Krui, biar ngerasain feel the truly Lampung -udah jauh-jauh dari Jakarta soalnya *heleh), personel yang fix ikut berapa orang, dan yang paling penting adalah Mbak Putri yakin bisa bawa mobil ke sana atau ga (karena opsi sewa mobil adalah yang paling mungkin and seems like the best choice).

3 atau 4 hari sebelum tanggal yang ditentuin, saya minta Ulfa untuk bikin grup WA Trip Krui. Mulailah rada jelas dan terang rencana trip kami. Ade juga Alhamdulillah jadi ke Lampung. Yosh! Mobil sewaan sebenarnya Ulfa udah cari jauh-jauh hari; tapi sampe hari H belum juga fix. Akhirnya Kamis pagi dicarikan lagi sama pakde, Alhamdulillah dapat. Harganya sama sih, 350K per hari.

Perjuangan Berangkat dari Rumah ke Sumberjaya Lampung Barat
Kamis tanggal 24 Desember adalah hari yang kami sepakati untuk berangkat. Meeting point di rumah saya di daerah Natar, Lampung Selatan. Personel yang fix ikut 7 orang: Saya, Ulfa (adik), Adzkia (adik sepupu), Ade, 3 orang temannya Ulfa (yang pada akhirnya jadi teman saya juga -karena traveling): Mbak Putri, Siska dan Al (ga pake El dan Dul). Kami berencana berangkat selepas Zuhur biar sampai di Sumberjaya, Lampung Barat (tempat kami akan menginap) tidak kemalaman. Mbak Putri sebagai driver kami baru datang siang itu. Test drive sebentar muter gang karena doi udah lama ga nyetir. Masih agak awkward bawa mobilnya karena ini pertama kalinya bawa mobil 'besar'. Bismillah. Diiringi doa keselamatan dari orang tua kami masing-masing di rumah dan sedikit kecemasan, kami berangkat. Masuk entrance tol paling dekat dari rumah yaitu Gerbang Tol Natar. Pastikan saldo e-toll cukup ya.
 
 
Mobil kami melaju di atas Tol Sumatera yang merupakan jalan tol terpanjang di Indonesia. Jalan bebas hambatan sepanjang 2000-an kilometer (entar kalo udah jadi) ini dikabarkan rampung tahun 2024 di semua ruas (dengan izin Allah). Nantinya akan menghubungkan Lampung yang merupakan gerbang Sumatera dengan Aceh yang merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Asiq khan?! Tapi jangan lupa siapin kocek yang dalam juga ya karena masuk tol pastinya ga gratis.

 
Kami keluar di Gerbang Tol Terbanggi Besar, bayar e-toll 35K. Jujur dengan adanya ruas tol Bandarlampung - Terbanggi Besar ini menyingkat perjalanan dari yang normalnya bisa 2-2,5 jam (bisa lebih kalo macet) jadi cuma sejam aja. Ke Palembang pun bisa cuma 3 jam dari Bandarlampung (padahal kalo naik kereta dari jam 9 pagi sampe jam 6 sore). Cepet khan?!

Perjalanan dilanjutkan; Masuk Lampung Tengah kemudian Lampung Utara. Bisa dikatakan siang itu kendaraan tidak terlalu ramai. Hanya sesekali harus menyalip truk besar. Yang agak lucu pas sebelum masuk Lampung Utara, ada pengaspalan jalan. Jalan ditutup satu arah. Tiba-tiba Mbak Putri mengarahkan mobilnya ke jalan yang sedang diaspal itu. LHO LHO! Panik campur ngakaklah kami semobil. Untung aja ga dikejar petugas perbaikan jalan 😜👻

Pas masuk Kotabumi (ibukota Kabupaten Lampung Utara) ada sedikit drama lagi pas di lampu merah. Jadi ketika lampunya udah hijau mobil kami belum (bisa) jalan. Di belakang kami, mobil truk udah membunyikan klakson aja mengisyaratkan kami untuk jalan. PANIC ATTACK! Santai... Santai... Akhirnya bisa jalan normal lagi. Alhamdulillah bapak sopir truknya mengerti kalau kami adalah wanita *karenawanitaingindimengerti
 
Masuk Bukit Kemuning, udara udah mulai dingin. Kemudian melewati jalanan perbukitan yang berkelok hampir masuk Sumberjaya (Lampung Barat). Sekira pukul 17.30 akhirnya sampai juga di rumah mak nenek-nya Adzkia. Total perjalanan kurang lebih 5 jam. Alhamdulillah. Mbak Putri begitu sampe langsung rebahan ngelurusin otot-otot dan pikiran yang tegang. Kami penumpang juga sebenarnya ga kalah tegangnya wkwk. Tapi ada hikmahnya banget pas berangkat tadi Mbak Putri bawa mobilnya masih belum santuy, jadinya kami semua penumpang terjaga dan banyak-banyak doa😆 Tiap nyalip atau lewat samping jurang dikit udah komat-kamit aja dalam hati wkwk.

 
Malam itu setelah selesai shalat dan bersih-bersih diri, kami bersiap untuk dinner. Menu makan malam kami adalah ramen ala-ala. Cocok banget di udara dinginnya Sumberjaya. Makanan udah terhidang tapi nunggu Adzkia, Mbak Putri sama si Ade yang ke Al**mart ga balik-balik lama bettt (padahal kayaknya deket -plangnya keliatan dari depan rumah, tapi ternyata jauh hampir 1 kilometer wkwkw sabar ya kena prank plang). Merekapun sampai di rumah dengan napas yang terengah-engah karena jalan jauh wkwk. Mari kita makaaan!


Perjuangan Melewati Jalanan Berkelok Lintas Liwa - Krui
Jumat (25/12/2020). Dari sebelum Subuh kami sudah bangun; Shalat, mandi bahkan sarapan (apa sahur ya?). Sengaja mengagendakan berangkat setelah shalat subuh biar di jalan nanti ga terlalu ramai. Udara paginya juga pasti menyegarkan. Bismillah, next destination: Krui, Pesisir Barat. Jaraknya kalo dilihat dari Maps sekira 3 jam perjalanan. Putar dzikir pagi biar berkah dan dilindungi perjalanan kami.
 
Jalan lintas Liwa - Krui 'terkenal' dengan kelok-keloknya. Terakhir saya lewat jalan ini kalo ga salah pas zaman kuliah (10 tahunan yang lalu). Dan bisa ditebak kalo saya mesti mabook😣😵😫. Jadi saya duduk depan di trip kali ini selain diamanahi untuk nemani Mbak Putri, tujuan lainnya adalah biar ga mabok. Selain berkelok-kelok, jalur ini juga indah pemandangan kiri kanannya. Rumah-rumah tradisional berjejer diselingi perkebunan kopi di perbukitan. (Kasian sih sebenernya liat Mbak Putri berjibaku dengan jalanan berkelok, dengan membawa penumpang yang 'sehat-sehat' seperti kami👻, tapi apalah daya yang bisa kami bantu hanya doa).
 

Perjalanan diselingi percakapan yang kadang kebanyakan receh. 
 
Saya: "Ga kebayang gimana maboknya kalo naik travel lewat jalan ini. Bisa-bisa keluar sak usus-ususnya".

Siska: "Sebelum pergi makan usus ayam dulu; Beneran keluar usus-ususnya tu kalo kekgitu"

Al: "Jadi kangen usus bakar"

Kemudian obrolan berlanjut ke bagian jorok-jorok (usus yang kurang bersih sebelum dimasak dll), berujung ke Adzkia yang dengerin di belakang jadi mabok.
 
Namanya juga rombongan emak-emak ya, bawaannya pengen ke kamar mandi aja. Mampirlah kami di salah satu masjid pinggir jalan di daerah Kenali, Lampung Barat. Padahal yang bilang mau ke kamar mandi satu orang; tapi teteup pas brenti, ke kamar mandi semua -_- Sambil nunggu yang berhajat di kamar mandi, kami foto-foto di jalanan sepi dan depan rumah tradisional penduduk. Epic!
 
 
Sedikit info tentang rumah adat Lampung; Namanya Nuwo Sesat (bukan aliran sesat ya). Nuwo artinya 'rumah' dan Sesat artinya 'adat'. Seperti kebanyakan rumah adat di Pulau Sumatera, rumah adat Nuwo Sesat ini berbentuk rumah panggung. Tau khan alasannya kenapa dibuat panggung? Yup, rimbanya Sumatera zaman dahulu kala memungkinkan lalu lalangnya binatang buas macam Harimau dan kawan-kawannya, jadi dibuat panggung deh rumahnya. Biar lebih aman gituuu.
 
 
Lanjooot perjalanan lagi. Ga lama kemudian mobil kami memasuki Kota Liwa, yang merupakan ibukota Kabupaten Lampung Barat. Another kota dingin yang menarik hati. Fell in love with this city💘. Dengan iklimnya yang sejuk, kota ini cocok banget jadi tempat tumbuhnya kopi terbaik Lampung. Dengan semua potensi alam dan kearifan lokal adat budaya-nya, kota ini bisa banget dikembangin kayak misal Waerebo di NTT sana, Sembalun di Lombok atau Dieng Plateau di Wonosobo Jateng dan sebagainya.

Ga lama setelah melintasi Kota Liwa, mobil kami mulai masuk jalur di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Dilansir dari tnbbs.org, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan adalah kawasan pelestarian alam dan benteng terakhir hutan hujan tropis di Provinsi Lampung yang memiliki potensi sumber daya alam hayati dan non hayati yang cukup tinggi serta ekosistem lengkap mulai dari ekosistem pantai, hutan hujan dataran rendah sampai hutan hujan pegunungan
 
Pelan-pelan saja melewati jalur TNBBS karena kelokannya juga puluhan dan siapa tahu kami bisa ketemu salah satu satwa liar. Benar saja, 3 ekor monyet ganteng sedang bertengger di atas kabel PLN. Yang di dalam mobil berisik banget kayak ketemu oppa Korea😒 TNBBS merupakan habitat bagi beberapa satwa liar kayak Badak Sumatera, Harimau Sumatera, ratusan jenis unggas dan fauna lainnya. Oiya Danau Suoh masuk TNBBS juga. TNBBS ini bagian dari Provinsi Lampung (Lampung Barat, Pesisir Barat dan Tanggamus) dan Bengkulu (Kabupaten Kaur), terbentang luas hampir 350 ribuan hektar. Setelah kurang lebih satu jam melewati jalur berkelok TNBBS akhirnya ketemu gapura selamat datang di Pesisir Barat. Alhamdulillah berakhir sudah kelokan yang bikin mabook ini.


 
Mau ngapain aja di Krui? Sebenarnya malam sebelum berangkat baru nyusun itinerary. Masih ngeraba-raba mau ngapain aja di sana dan kemana. Ada 2 opsi: Main-main santai di pantainya kayak Tanjung Setia atau Labuhan Jukung. Atau kedua, menyeberang ke Pulau Pisang. Sebenarnya udah lama saya mengincar pulau ini gara-gara baca beberapa artikel indahnya Pulau Pisang di blog yang saya ikuti.

Perjuangan Terombang-ambing di Atas Kapal Menyeberang ke Pulau Pisang
Belum ada jam 10 pagi dan kami sudah sampai di Krui. Langsung cusss ke Dermaga Kuala Stabas untuk lihat situasi dan kondisi penyeberangan ke Pulau Pisang (cuaca, ombak dan biaya nyebrang). Kalo misal ga memungkinkan ya gausah ke Pulau Pisang. Baru sampai langsung dihampiri seorang bapak yang menawarkan untuk menyeberang. Kalau untuk menyeberang ke Pulau Pisang saja tarifnya 30K per orang, tapi harus menginap karena penyeberangan ke Kuala Stabasnya baru besok ada lagi. Kalau mau pulang by request berarti kami harus sewa kapal yang biayanya 700K. Galaulah karena kami ga menganggarkan khusus untuk menyeberang. Setelah melalui tawar-menawar yang alot akhirnya kami sepakat di harga 600K.


 
Sebelum berangkat semua barang bawaan kami diminta sama bapak perahunya untuk dibungkus terpal agar tidak basah saat berlayar nanti. Selain kami bertujuh, ada 3 orang penumpang lagi yang menyeberang. Awalnya tadi kami udah hampir gajadi nyebrang; tapi pas udah mau balik diajak ngobrol sama seorang ibu warung yang bilang kalau cuaca hari itu cerah banget (jadinya sayang kalo ga nyebrang). Yawes deh bismillah. Kami naik perahu, siap mengarungi Samudera Hindia untuk mencapai Pulau Pisang.
 
 
Siang itu kami menyeberang dengan bahagia. Langitnya biru cerah tapi panasnya ga terlalu menyengat. Alhamdulillah. Seperti biasa, penyeberangan diisi dengan guyonan-guyonan retjeh ala Siska dkk. Dari mulai berisik sampe pada akhirnya merenung masing-masing (ada yang tidur juga). Lama penyeberangan dari Kuala Stabas kurang lebih 45 menit.
 
 
Oiya selain via Dermaga Kuala Stabas, kita juga bisa menyeberang via dermaga yang ada di Pantai Tembakak. Lama penyeberangannya cuma 15 menit lho (tergantung kondisi cuaca dan ombak). Tapi kalo menurut abang yang saya tanya di IG, agak ngeri kalo nyebrang dari sini. Entahlah. Mungkin lebih kecil kapalnya dan besar ombaknya. Jarak dari kota ke Pantai Tembakak kurang lebih 45 menit.

Saatnya Santai Sejenak Menikmati Indahnya Pulau Pisang
Dari atas perahu yang bergoyang ga santai karena ombak, kami bisa lihat Pulau Pisang semakin mendekat. Wah pasirnya putih. Udah ga sabar jejeburan di pantainya. Kyaaa! Kapal yang membawa kami berlabuh di pinggiran pantai (ga ada dermaganya). Langsung kami lompat dari perahu ke pantai. Udah deh langsung berhamburan masing-masing dengan gadget di tangan.

'WELCOME TO THE SCENIC BANANA ISLAND 🍌🍌🍌'

 
Begitu mendarat langsung pada sibuk sendiri demi konten wkwkw

 
 
Pulau Pisang indahnya natural dan maksimal banget. Masya Allah. Tiap sudutnya punya daya tarik tersendiri untuk diabadikan. Ada dermaga yang udah ga terpakai lagi tapi foto-able; Ada view pantai dilatarbelakangi gunung (apa namanya ya?); Belum lagi jejeran pohon kelapa pinggir pantai berpadu dengan biru tosca-nya lautan. Walau ombaknya lumayan besar, tapi insyaAllah pantainya aman untuk dipakai berenang dan main air (asal jangan ke tengah-tengah).




 
Pulau Pisang merupakan salah satu kecamatan yang ada di Pesisir Barat. Kalau punya waktu lebih lama lagi (menginap), kita bisa puas eksplor Pulau Pisang karena pulau ini ga cuma punya pantai yang cantik tapi juga kaya akan adat budaya. Ada bangunan sekolah lama (kayak punya Laskar Pelangi) peninggalan zaman penjajahan di tengah pulau. Ada juga menara pandang yang bisa kita naiki untuk melihat ke seluruh pulau. Belum lagi menyaksikan langsung kehidupan penduduk lokal yang jumlahnya kurang lebih 5000 jiwa ini. Oia ada banyak rumah penduduk yang disulap menjadi homestay yang bisa kita sewa jika menginap di sini. Kalau mau mengelilingi pulau bisa dilakukan dengan mengendarai motor atau berjalan kaki (sampe gempor).
 

Yang keliatan puas banget main air siang itu adalah 3 musketeers: Siska (kakak pertama), Ade (Kakak kedua) dan si bungsu Adzkia. Ade emang udah ngincer banget pantai yang ga ada karangnya yang pasir langsung (terakhir di Jogja kemarin dapatnya pantai berkarang yang ga muasin buat main air). Saya sama Ulfa juga basah-basahan, tapi masih bisa menahan diri (alias takut, di pinggiran aja). Mbak Putri sama si Al anti basah basah club; Cukup sandal dan bawahnya aja yang kena air.


Perjuangan Pulang dari Krui ke Sumberjaya
Kami sadar diri; Walau Pulau Pisang seindah itu dan kayaknya sayang banget kalo ditinggalin, kami harus segera menyudahi main dan siap-siap balik ke Krui (satu kalimat yang pas siang itu, "ninggalin pas lagi sayang-sayangnya", eaaak). Mbak Putri agak khawatir bawa mobil kalo misal kesorean (apalagi pas ngelewatin jalur TNBBS hiyyy). Jam 12 kami udah mentas. Nunggu bapaknya buat nganter kami balik ke Kuala Stabas. Janjiannya sih jam 1 siang. Alhamdulillah bapaknya tepat waktu; kami langsung naik perahu menuju pulang. Penyeberangan pulang hanya kami saja bertujuh (ditambah bapak perahu dan asistennya dan beberapa ekor ikan tangkapan nelayan). Ombak masih sama kayak pas pergi tadi, tapi panasnya lebih menyengat. Sekira jam 2 siang kami mendarat di dermaga Kuala Stabas.

Sebelum pulang, mampir makan siang menjelang sore dulu di RM Pondok Kuring. Jadi setelah cari informasi di internet, rumah makan ini paling banyak direkomendasiin kalo pas ke Krui. Di saat kami datang lagi ramai tempatnya. Karena kondisi kami yang belum bilas dan ganti baju dari Pulau Pisang tadi, minta izin deh ke toiletnya. Sama pemiliknya malah disuruh pake salah satu kamar penginapan mereka yang ada kamar mandi di dalamnya (uwuw baik banget😭).

Siang itu kami pesan beberapa menu untuk bertujuh: Sate Iwa Tuhuk atau Blue Marlin yang khas Krui banget, gurita olahan, sup kepala ikan dan batagor ikan. Semuanya masakannya enak! Kuat banget rasa ikannya. Bumbunya pun pas di lidah. Yang kudu banget dicoba adalah Sate Iwa Tuhuknya. Per porsi isi 10 tusuk dihargai 25K. Dagingnya ga kayak daging ikan pada umumnya; Lebih tebal (kayak daging ayam). Bikin kenyang.


 
Setelah kenyang makan dan menjamak shalat Zuhur dan Ashar, kami siap untuk kembali pulang ke Sumberjaya. Bismillah. Agak was-was karena udah hampir sore. Saya bilang ke driver kami, "bismillah. InsyaAllah yang bakal buat kita balik dengan selamat sampe tujuan, itu Allah". Jalur TNBBS kami lewati dengan aman tanpa kendala apapun, begitu pula ketika masuk Kota Liwa dan seterusnya (malah dikasih bonus pelangi double dan sunset indah di jalan). Bahkan masih sempat mampir ke Rest Area Sumberjaya untuk beli minuman panas dan beberapa kudapan. Kurang lebih jam 8 malam sampai di rumah mak nenek. Alhamdulillah tsuma Alhamdulillah. Malam itu semuanya tidur cepat karena kelelahan (dan bahagia, insya Allah).

Perjuangan Kembali Pulang ke Rumah
Pagi ini kami bangun lebih santai. Kalo sesuai rencana sih pengennya liat sunrise berkabut di Rest Area Sumberjaya yang jaraknya cuma beberapa kilometer dari tempat kami menginap. Tapi sopirnya kayaknya kelelahan jadi ga tega aja mau minta kesana. Cek Google Maps wisata terdekat, ada air terjun, ga sampai 10 KM jaraknya, tapi kayaknya akses masuk ke tempatnya ga bagus, yaudah deh. Diem di rumah aja sambil beberes persiapan pulang. Kecuali Ulfa dan Mbak Putri, kami sempat jalan-jalan kecil sekitaran rumah mak nenek (main di bukit belakang dan sungai kecil).
 
Setelah memastikan semua udah siap, kurang lebih jam 10 kami perjalanan pulang. Sopir Medan kami lebih lihai nih pas pulang. Alhamdulillah biidznillah. Udah lebih enak banget bawa mobilnya (atau karena bawaan nyeri makanya buru-buru biar cepet sampe? wkwk). Kami cuma mampir sekali di Islamic Center Kotabumi untuk shalat dan makan siang. (ada yang udah gasabar mau cepet sampe rumah karena kucingnya ngilang👻).
 
Pas pulang saya tanya rombongan, "Lebih bahagia mana? Pas berangkat apa pas pulang?". "Dua-duanya", jawab mereka kompak. Pas pergi bahagia, karena mau refreshing, pergi ke tempat baru. Pas pulang juga bahagia, karena mau ketemu keluarga, bisa rebahan melepas lelah. Sepakat deh.
 

Alhamdulillahiladzi bi ni'matihi tathimushalihaat. Ba'da Ashar mobil kami sudah terparkir di depan rumah. Sungguh hanya karena kebaikan dan pertolongan dari Allah trip ini lancar tanpa kurang suatu apa. Gada mobil yang lecet-lecet, kami pun sehat selamat.

Rincian Pengeluaran
Untuk trip ke Krui Pulau Pisang 3D2N kemarin kami iuran per orang Rp 400.000. Iuran segitu belum termasuk sewa perahu ke Pulau Pisang. Jadinya kami nambah Rp 100.000 lagi udah buat sekalian makan di RM Pondok Kuring di Krui. Biaya penginapan Rp 0 alias gratis karena kami menginap 2 malam di Sumberjaya di rumah keluarga Adzkia.
- Sewa mobil 3 hari (per harinya Rp 350.000) : Rp 1.050.000
- Keluar gerbang tol Terbanggi Besar : Rp 35.000
- Sewa perahu di Dermaga Kuala Stabas : Rp 600.000
- Makan siang di RM Pondok Kuring 7 orang : Rp 240.000
- Isi bensin di Liwa : Rp 200.000
- Istirahat di Rest Area Sumberjaya (ngopi dll 7 orang) : Rp 100.000
- Isi bensin lagi di Kotabumi : Rp 100.000
- Keluar gerbang tol Natar : Rp 35.000

2 komentar:

  1. Maa syaa Allah 😲 amazing beut

    BalasHapus
  2. Baru baca secara full, dan ngerasa WOW banget ya trip kemarin.
    jujur perjalanan ke krui aku gak ada riset apapun, literally ikut aja mumpung liburan dan pengen refreshing.

    Ternyata banyak banget new inside yang aku dapetin malah setelah baca blog ini,
    entah mungkin karena selama perjalanan di mobil aku 75% sedang mimpi wkwkw
    (tapi bangun kok kalau ada scene2 penting, apalagi pas melipir ke toilet auto turun wkwk)

    Aku juga bersyukur banget bisa melakukan perjalanan dengan perempuan2 yang masyaAllah hebat, lucu, dan selalu bikin ngakak. Berasa jadi keluarga baru dan pengen trip bareng lagi one day. Semoga yaa insyaAllah soon

    BalasHapus