Selasa, 02 Maret 2021

Dari Gerbang Sumatera menuju Titik Nol Kilometer Sumatera : Pengalaman Naik Bus NPM dari Padang ke Medan 42 Jam!


Pagi ini Sabtu 8 Juni 2019, dari pagi saya dan Tika sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan kembali. Ah, rasanya belum puas banget berada di Sumatera Barat. Belum main ke Jam Gadang di Bukittinggi, belum ke Danau Maninjau atau Singkarak, ke Istana Pagarruyung, Padang Mangateh di Payakumbuh dan sebagainya. Keliling kota saja belum puas banget (cuma pergi ke Masjid Raya sama Pantai Taplau). Gapapa deh, syukuri yang udah Allah kasih ini, insyaAllah kalo kita bersyukur siapa tahu nanti Allah akan kasih rizqi untuk keliling provinsi ini lebih lama lagi, amin. Masih di rumahnya Nike di daerah Kuranji, Kota Padang. Sebelum pergi, Nike menyediakan sarapan khas Kota Padang. Ada lontong sayur dan saya request lontong pical (kalo di Jawa, pecel). Pastinya rasanya enak dan kaya bumbu.

Jadual keberangkatan bus kami tertera pukul 9.00 pagi. Kami pesan bus Padang - Medan di aplikasi Redbus. Yang harga tiketnya lumayan terjangkau dan fasilitasnya oke, salah satu pilihannya adalah Bus NPM. Ada yang tau kepanjangannya? Yup, Naikilah Perusahaan Minang. Harga tiket per orang 230K. Saya pesan dari jauh hari karena lagi musim mudik tuh, takutnya kalo beli langsung di loketnya (pasti) ga kebagian.

Garasi atau pool bus NPM terletak di Jalan Ir. Juanda, Kota Padang. Kemarin pas pulang dari Pantai Taplau, qadarullah lewat di depannya dan Allah arahkan mata untuk lihat plangnya. Kebayang deh seberapa jarak tempat ini dari rumah Nike. Kalo dikira-kira sekitar 30 menit. Ga terlalu jauh. Alhamdulillah. Setelah menghabiskan sarapan yang enak pagi itu, diantar Nike sekeluarga yang mau sekalian mudik ke Padang Pariaman. Kami diantar ke salah satu toko oleh-oleh terlebih dahulu. Whoaa mata saya lang berbinar begitu sampai di tempatnya. Tapi nyadar perjalanan masih panjang *amankan kantong. Dari segitu banyaknya jajanan enak, saya cuma beli keripik Sinjai. Saya ga peduli apa nama jenis jajanannya, yang ada di pikiran saya cuma satu, enak!





Sampai di garasi NPM, kami langsung bergegas menuju kantornya. Pool-nya crowded bangettt! Entah orang-orang ini mau kemana naik bus yang mana (?). Saya langsung masuk dan lapor ke petugas. Katanya tunggu aja nanti dipanggil. Entahlah ya, apa biasanya serame ini atau hanya karena lebaran saja. Ada beberapa bus yang udah siap berangkat (tujuan Jakarta dan Bandung). Mungkin karena harga tiket pesawat selangit, orang-orang banyak yang beralih ke moda transportasi bus.

Sebelum pergi saya dan Tika minum obat anti mabuk terlebih dahulu. Bismillah. Sehatkan kami ya Allah. Walau udah sering pergi kemana-mana, mabukannya tetep ga ilang wkwk. Terakhir kali mabok parah banget pas naik bus Pahala Kencana rute Malang - Bandung tahun lalu. Walau di karcis tertera berangkat jam 9 pagi, nyatanya baru menjelang Zuhur bus kami keluar dari garasi. Gara-gara kecepetan minum obat anti mabok, belum ada sejam perjalanan udah pulas duluan.

Jalur bus NPM menuju Medan ini lewat lintas timur yaitu: Padang Pariaman - Bukittinggi - Payakumbuh - Pekanbaru - Duri - Bagan Batu - Kota Pinang - Rantau Prapat - Kisaran - Tebing Tinggi - Lubuk Pakam kemudian Kota Medan. Saya kira lewat lintas barat yang bisa sekalian lihat Danau Toba *ngarep.

"Pisang talua, pisang talua, pisang talua..."
 
Saya ga tau pasti di daerah mana, samar-samar terdengar ibu-ibu menawarkan jualannya. Efek obat anti mabuk, ga kuat rasanya buat buka mata aja. Ternyata siang itu perjalanan lintas Padang - Payakumbuh macet (parah!). Bus kami cuma bisa merayap perlahan. Jadi salah satu tanda kalo kita terjebak macet parah adalah pedagang asongan yang sampe bisa nawarin jualan masuk ke dalam bus. Lanjut tidur lagi.
 
 
Alhamdulillah, mendekati jalur Padang - Bukittinggi yang bakal melewati Air Terjun Lembah Anai, Allah buat saya terjaga. Jadi bisa lihat langsung air terjun epik di pinggir jalan itu. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 35 meter. Sepanjang jalan tadi saya melihat jalur rel kereta tua yang tidak dipakai lagi. Cari info di internet, ternyata itu adalah jalur rel kereta zaman penjajahan Belanda yang beroperasi pada tahun 1887; digunakan untuk mengangkut komoditas perdagangan untuk diekspor ke Eropa dan lain-lain.

Perjalanan menyusuri Sumatera Barat ini membuka memori perjalanan sebelumnya yang pernah saya lakukan; ke daerah dingin di Lampung Barat, kemudian jalur Malang - Kediri melewati Pujon. Sekitar jam 5 sore, bus berhenti di Terminal Padang Panjang. Wih dingin. Asik banget daerahnya, kayak di Batu. Kesempatan untuk meluruskan kaki dan makan nasi (kalo busnya lagi jalan gabisa sambil makan akutu huhu). Sekalian kami ambil wudhu untuk menjamak shalat di bus (karena busnya berhenti ga lama). Saya dan Tika makan nasi lauk lele yang dijadikan abon (bikinan mamak). Enak banget rasanya kalo lagi di perjalanan bawa bekal lauk sendiri. Feels like home-nya kerasa. Kurang lebih sejam kemudian bus berangkat kembali.


Kembali ke jalur lintas dan masih macet. Jarak dari Padang ke Bukittinggi yang biasanya cuma 2-3 jam kami lalui sampai berjam-jam. Malam harinya bus kami sempat berhenti di tempat oleh-oleh di Bukittinggi. Subuh baru lewat Kelok 9 di Payakumbuh (dan itu ga kerasa). Padahal saya pengen banget lihat Kelok 9. Huhu sedih.

Sabtu pagi jam 8-an pagi baru masuk daerah Bangkinang, masih pinggiran Riau. Bus berhenti di terminalnya sebentar. Saya turun mau ke kamar mandinya; hadeeeh airnya hidup segan mati tak mau. Masuk bus lagi, tidur lagi. Hari ke-3, Minggu, menjelang sore baru masuk Sumatera Utara (tapi Kota Medan masih jauh di ujung sana). Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Asahan kami lewati kemudian Rantau Prapat. Pokoknya mulai dari masuk Riau (perbatasan dengan Payakumbuh) sampe pinggiran Sumatera Utara yang diliat cuma perkebunan sawit. Sampe muak.

Ngapain ajah di dalam bus? Cuma satu kata, tidur. Ada colokan di samping kursi dekat jendela untuk ngecas hape. Tapi punya kami ga berfungsi. Jadi bisa ngecas hape kalo pas bus berhenti makan. Kami merasa saat itu menjadi orang paling sabar di dunia. Ada anak kecil, mungkin usianya 1-3 tahun. Tiap pagi selama di bus nangisnya melengking luarrr biasa. Ada lagi dua bocah samping kami yang berceloteh sepanjang jalan dan berisik dengan game di hapenya. Benar-benar jauh dari ketenangan. 
 
Saya lupa tepatnya di mana (masih sekitar 5-6 jam ke Kota Medan) bus kami terjebak macet lagi. Perkiraan tengah malam sampai di Kota Medan tampaknya harus molor lagi. Padahal kami sudah menyusun rencana jika tengah malam sampainya (mencari penginapan atau menunggu di garasinya kalo memungkinkan). Rasanya pengen nyanyi lagunya BCL... Kuingin marah melampiaskan tapi ku hanya sendiri di sini (!)

Hari ke-4; Senin. Udah bener-bener di titik pasrah dan lelah. Kami sampai di Kota Medan saat pagi menjelang (yang awalnya kami kira Sabtu siang atau sore udah sampai). Total 42 jam perjalanan kami lalui. Entah apa hikmah dibalik ini, tapi yang pasti ini yang terbaik dari Allah. Alhamdulillah ala kulli hal. Dari Kota Medan perjalanan masih harus berlanjut lagi ke rumah Tika di Langkat (kurang lebih 3-4 jam perjalanan dari Medan). Rencana awal naik angkutan dari Pinang Baris, ternyata busnya berhenti terakhir di Terminal Binjai. Yaudah deh ngikut sekalian.


Alhamdulillah... Home sweet home. Sampai juga di istananya Tika. Alhamdulillah, wajah kami masih berbentuk wajah manusia. Cuma ada waktu rehat sebentar karena harus cuci baju kemudian siap-siap menuju destinasi selanjutnya yang sudah direncanakan. Capek sih, tapi yah namanya perjalanan, kita ga pernah tahu apa yang terjadi di depannya. Risiko! Tapi masih diliputi rasa syukur; Allah kasih kesehatan kekuatan dan kesabaran. Saya sama Tika ga mabuk, masih bisa ngobrol sehat sepanjang jalan.
 

Rasanya jatah naik bus setahun udah diambil sama perjalanan Padang - Medan 😵😵😵

0 komentar:

Posting Komentar