Minggu, 14 Mei 2017

Ar-Rifah's Outing Session: Menapak Puncak Basundara Gunung Panderman, Malang


Pagi ini saya awali hari dengan mengajukan satu pertanyaan pada bocah-bocah Ar-Rifah,
"Pada sakit ga badannya?"
Jawabannya seragam,
"Iyaaaa Mbaaaak".
Malah detail,
"Iya Mba ini nya"
"Kalo aku kepalanya pusing Mbak"
Yaaa. Bukan kalian saja kok. Mbak kalian ini juga beberapa bagian badannya suakit ga karuan, batin saya sambil pijit-pijit kaki. Kemarin (11/05/2017), saya bersama adik-adik kontrakan Ar-Rifah plus beberapa bintang tamu #halah baru saja melakukan pendakian ke Gunung Panderman. Ini adalah salah satu dari beberapa rangkaian agenda kontrakan selama satu tahun ini.
Meeting point adalah kontrakan kami tercinta, Ar-rifah. Dari sebelum Subuh sudah terdengar 'keributan' bocah-bocah menyiapkan sarapan dan bekal di dapur. Sederhana saja menu hari ini: telur dadar dan mi instan.

"Mbak, mandi ga sih?"
"Yang ga mandi nanti kumpulnya sama yang ga mandi lho ya".
"Iya iya aku mandi".

Jam 6 pagi pas! motor kami bergerak menuju Desa Pesanggrahan, Kota Batu. Ada 10 orang yang berangkat kali ini, saya dan Ade, Nita dan Wiwin, Ninis dan Himmah, Irul dan Amel, serta Amaliya dan Dzakirah. Sebelum sampai di Desa Pesanggrahan, kami mampir membeli jajanan untuk ngemil selama mendaki nanti. "Kalo ga terpaksa banget, ndak usah ke xxmaret atau zzmaret deh ya". Tapi pada akhirnya tetap saja, motor-motor kami terparkir cantik di depan xxmaret. Eh ada yang sempet-sempetnya tidur #lirikAde.

Masuk ke gapura 'Selamat Datang di Kawasan Gunung Panderman', ternyata langsung ada pos parkir. Loh! biasanya bisa masuk lebih jauh lagi deh. "Pak, harus parkir di sini ya?", saya bertanya. "Iya Mbak, sudah gaboleh lagi matic naik ke atas. Bahaya. Terakhir kemarin ada yang meninggal karena motornya ga kuat". WAH! Yasudah deh daripada mengambil resiko, lebih baik cari aman saja. Karena motor Irul persneling, masih boleh naik sampai atas lagi. Ade yang mau mengunjal (apa ya bahasa bakunya?) kami satu persatu. Belum siap kalo harus jalan dari sini ke pos pendaftarannya. Nita yang pertama diantar Ade ke atas. Baru saja Ade pergi dan kami sedang memarkir motor, ada mobil pick -up milik warga yang akan naik ke atas. Satu kalimat sangat indah (saat itu) terucap dari bapak parkir, "Ini Mbak, nebeng mobil ini aja sampe atas". Sungguh, rizqi anak shalihah. YEY! Girang berucap syukur kami bergegas naik ke atas mobil.


"Mbak nanti kita ke laut naik pick-up gini aja yok. Asik!". 
"Heh ngawur! gaboleh sama polisi. Bisa di tangkep kita.

"Kita kayak sayuran ya". "Aku terong, kamu apa Him? "Cabe, khan warnanya merah".

"Kita kayak embek tauk!

Masih berasa excited naik pick-up, tiba-tiba mobil berhenti. Setelah mengucapkan terima kasih pada warga baik hati yang memberikan tupangan pada kami, kami mulai benar-benar berjalan. Ade seperti sedikit keheranan melihat kami. "Iih, kok tiba-tiba udah sampe sini aja".

Udah disambut tuh sama hijaunya Panderman
Ternyata pos pendaftaran sudah berbeda tempat dari tahun lalu saya kesana. Lebih naik lagi ke atas sedikit dan lebih bagus. Tiket masuknya 7K per orang. Sebelum naik, kami briefing dan berdoa sejenak. "Bismillah, luruskan niat kita naik Panderman ini untuk tafakur ciptaannya Allah. Runtuhkan segala kesombongan... krik krik krik UDAH! "Yaah Embaak, aku kira mau panjang!", Dzakirah sewot. Eheheh! Saya memang gada bakat buat jadi pejabat #loh!

Masih bisa senyum (belum tahu rintangan yang menghadang wkwk!)
Tepat pukul 7.45 am, dengan wajah-wajah masih sumringah, kami melangkahkan kaki dengan pasti menuju puncak gemilang cahaya bersatu janji kawan sejati, pasti berjaya di akademi loh loh loh! "Jangan mengambil apapun kecuali foto. Jangan meninggalkan apapun kecuali lemak", pesan Irul.


Awal berangkat, kami masih bergerombol dan jarak masih berdekatan. Ada saja celotehan yang membuat saya tidak bisa menahan tawa. Ga sampai setengah jam mulai deh keliatan yang rajin olahraga dan ga pernah olahraga, yang badannya singset dan yang keberatan badan, yang semangat dan yang juga lebih semangat tetapi umur ga bisa boong #wkwkw!

Baru berangkat #masihSeger

15 menit kemudian #udahTepar
"Kamu boleh mengeluh asal tetep terus mengayuh", Ade menyemangati Irul yang mulai kembang-kempis nafasnya. Padahal belum ada separuh perjalanan. "De, kayak pernah tau deh kata-kata itu", saya penasaran. "Iya Mbak, ini khan kepsyen IG aku di foto yang Mbak bilang aku sama Irul kayak Tatan sama Kirana". Whoa haha!

Mulai nemu jalur bebatuan
Jalur yang kami lewati dari pos pendaftaran menuju pos 1 (Latar Ombo) kali ini berbeda dengan jalur saat pertama kali saya ke Panderman tahun 2016. Agak lebih jauh (karena memutar) namun lebih landai dan lebih lebar treknya. View sepanjang perjalanannya juga lebih menarik. Sampai di pos Latar Ombo kami hanya berfoto sebentar saja kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Cukup ramai disini. Beberapa rombongan terlihat seperti habis bermalam #abaikanOrang-orangBelumMandiitu. Kami lanjut perjalanan lagi.

Halo, Nona Langit! Senang berjalan bersama Anda :)
Sepanjang trekking, banyak keseruan dan obrolan yang terjadi. Kadang lelahnya bukan karena berjalan, tapi tak sanggup menahan tawa atas celotehan mereka. Adaaa aja! Rasanya, belum lengkap ta'aruf sama sodara seiman kalo belum naik gunung bareng ^_^. "Sambil dinikmatin lho ini perjalanannya. Lihat pemandangannya bagus tuh!", saya mencoba menyadarkan mereka akan keindahan di kiri kanan sepanjang trek pendakian ini.


Dari pos Latar Ombo menuju pos selanjutnya, trek mulai menanjak dengan kemiringannya yang 45 derajat dan bonus batu-batuan besar yang harus kami lalui. Kami terpisah menjadi dua kubu. Saya lebih banyak mendengar celotehan Irul, Ade, Amel dan Himmah. Rombongan Nita, Ninis, Wiwin, Dzakirah dan Liya sudah lebih dahulu di depan sana #entahApaYangTerjadiPadaMereka.


"Ayok Rul, semangaaat! Jomlo hampir 20 tahun aja kuat. Masa' naek gunung gak ada sehari udah nyerah..." Krik krik krik #jangkrikLewat. Saya lebih banyak ditinggal berdua dengan Irul. "Aku kalo kaki ga terlalu pegel Mbak. Cuma, napas yang ga kuat". "Butuh bantuan pernapasan tah rul?" #NyariTabungGasIjo wkwkw!



Di beberapa titik, saya berhenti. Pejamkan mata, dan benar-benar menghirup udara di atas sini. Ah, masya Allah. Udara bersih sekali tanpa polusi. Bonus untuk kamu, paru-paru! Dari mulai pos 2 (Watu Gede) menuju pos 3 kami lebih banyak lagi istirahat. Treknya sangat menguras tenaga dan botol minum kami. Belum apa-apa, Ade udah habis minumnya -_-

Credit pic: @AmaliyaRahmatin
Di pos 3, kami rehat lagi. Lagi-lagi rehat. Seperti sudah habis tenaga ini (Irul sampe terkapar tak berdaya gitu wkwkw!). Padahal trek yang menanti kami di depan sana, siap memporak-porandakan keyakinan kami untuk turun lagi atau terus naik #halah. Beberapa kali kami berpapasan dengan pendaki yang turun. Rata-rata cowok-cowok atau cowok-cewek, dengan kostum dan bawaan khas pendaki #kamiMahApaAtuh.

Eh, apaan tuh?@#$%*&



Kurang lebih pukul 11.45 am, dengan mengucap Hamdalah, sampailah langkah-langkah lunglai kami di Puncak Basundara, puncaknya Gunung Panderman. Total kami menempuh 4 jam perjalanan. Cukup lama, ya. Gapapa deh. Yang penting sehat bugar semuanya tanpa ada yang klenger atau ketinggalan satu orang pun. Tbh, sempet pesimis sama Irul dan Ade, tapi masya Allah-nya mereka, dengan izin Allah, malah yang selalu buat saya sakit perut ketawa karena ributnya (Tom and Jerry, Tatan and Kirana). Lelah iya, namun masih sempat-sempatnya konser dan bertengkar #hampuun!

Bahkan di puncak yang tinggi, kami merendah di hadap-Mu (credit pic @AmaliyaRahmatin)

Senyum kalian lebih indah dari puncak manapun #gombalGembel
Alam memang sukar ditebak. Jangan pernah berekspektasi berlebihan padanya -sama aja kayak ke manusia-. Pendakian ngos-ngosan selama 4 jam itu, coba tebak apa yang kami dapat? puncak yang berkabut! Ya, bahkan bisa dibilang view di puncak ini tidak lebih bagus dari view sepanjang perjalanan tadi. Lalu apa? Lalu banyak sekali pelajaran dan hikmah yang kami dapat dari pendakian ini :) Alhamdulillahiladzi bini'matihi tathimushalihaaat!

Ada hati-hati yang bersyukur. Ada ukhuwwah yang semakin tersimpul. Ada kesempatan untuk mengenal lebih dalam. Ada luka yang terobati. Ada keyakinan yang tumbuh. Ada semangat yang terbarui. Ada janji-janji yang terpenuhi. Ada sayang yang tak lebih dari sekedar kata. Ada tangan yang terulur membantu. Ada langkah yang tertahan demi kebaikan saudaranya.

Ada Nita yang badannya ringan banget melangkah kayak gada beban. Ada Ade yang ngusilin Irul melulu. Ada Ninis yang tiba-tiba berubah jadi 'angry bird'. Ada Irul yang tiap 5 langkah terus brenti! Ada Himmah yang setia banget mendampingi Mba Amel-nya. Ada Dzakirah, Wiwin, dan Liya dengan ceritanya masing-masing.

"Kak, ajak-ajak ya kalo mau ngetrip kemana lagi".

Terima kasih sudah menjadi adik-adik yang 'manis' selama satu tahun ini <3
Tidak lama kami berada di puncak Panderman. "Teman-teman Irul" (wkwk!) dari bangsa monyet pedekate bikin kami grogi ga betah lama-lama disini. Setelah menjama' shalat dan makan bekal, jam 1 siang lebih sedikit kami memutuskan untuk turun kembali. Perjalanan turun (tentu saja) lebih ringan dibanding saat naik tadi. Irul yang tadi pas berangkat bentar-bentar brenti, ini udah biasa aja. Tapi teteup aja sih posisinya di belakang. Ehe.

Belum sampai pos 2, tiba-tiba Himmah menghentikan langkah. Dia merasa sangat kesakitan di bagian lutut. Sampe nangis lho (ga pernah sebelumnya lihat dia nangis). Ternyata lututnya tadi terbentur tanah dan terkilir. "Kalo belum bisa jalan jangan dipaksain dulu ya Him. Takutnya nanti tambah parah". Sejujurnya dalam hati saya sangat bingung, kalau-kalau Himmah tidak sanggup meneruskan perjalanan. Whoaa, gimana inih?! Tapi, dua jempol untuk Himmah karena (walau dengan tertatih) bisa menyelesaikan pendakian ini tanpa 'merepoti' orang lain. Masya Allah. Pada akhirnya sebuah pendakian (walau sederhana), menunjukkan sedikit sifatmu.

Tanah airku tidak kulupakan...
'Kan kukenang selama hidupku...
Identitas kami sebagai MUSLIM, justru menguatkan rasa cinta kami pada tanah air ini
Jangan pernah sekalipun benturkan kecintaan ini
pada apa yang sudah menjadi keyakinan kami
yang akan kami bawa mati
***
Di boncengan motor saat berangkat tadi, saya sempat bilang ke  Ade, "De, sebenernya ketika ngajak adek-adek main kayak gini, bukan cuma perkara ngajak mereka buat seneng-seneng atau gimana. Cuma mau buktiin, cuma mau menanamkan keyakinan di hati mereka, bahwa mereka punya 'rumah', punya sodara-sodara untuk diajak bersenang-senang, tanpa menyalahi hak-haknya Allah, tanpa harus mengambil kesenangan dari hal-hal yang kurang ahsan - pergi main sama yang bukan muhrim (misalnya) -. Wallahu 'alam".


Alhamdulillah sebelum pukul 5 sore kami sudah berada di tempat awal kami memarkirkan motor. Banyak kemudahan yang Allah berikan hari ini (saat pulang dari pos pendaftaran ke parkiran motor dapat tebengan motor gratis dari penduduk setempat, Alhamdulillah). Insya Allah blessed trip! Masih ada sedikit waktu tersisa sebelum Maghrib untuk melengkapi kebahagiaan kami hari ini. Sebelum pulang, terlebih dahulu kami mampir ke Bakso De Stadion di dekat Stadion Brantas, KWB. Ga pernah bosen kesiniii. "Rek, jangan khilap ya", kata Ade mengingatkan.

Lihat juga : Ar-Rifah goes to Sendiki Beach

7 komentar:

  1. ciyeee mainnya mah ama bocil-bopcil , mba jukeeee!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biar jiwanya juga selalu kayak bocil ehe. Alhamdulillah

      Nanti ada saatnya kok mainnya sama sosialita2 dewasa #uhuk!

      Hapus
  2. Hebatt :D petualang hijabers...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, Alhamdulillah, dengan izin Allah Mas.. kami mah apa atuh.

      Hapus
  3. Aduh ukhti-ukhti setrong naik gunung .
    Gemes banget liatnya :v

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal kami sudah mencoba utk terlihat se-sangar mungkin biar ga diganggu monyet2 d puncak lho, hehe

      Hapus
  4. Wah, ini yang keberapa kali mb Julee?

    BalasHapus