Pernah
ga digigit nyamuk dan rasanya itu bukan cuma gatal biasa, tapi gatal
nyelekiiit?! Nah, itu tuh yang
saya rasain semaleman tidur di salah satu sudut kamar homestay tercinta kami. Secara, sampingnya kebon men!
Nyamuknya banyak ga karuan. Ah sudahlah. Satu malam lagi saya lalui dengan tidur yang tidak nyenyak. Sudah berkali-kali
memelas dan ngeles pada Zahrah untuk menutup jendela, tapi tetep ajah #YangTuaNgalah. Oke lupakan nyamuk-nyamuk ganas itu. Hari ini, minggu (15/01/2017), setelah semalaman melepas lelah hasil
nganar ke Teluk Hijau kemarin, sebenarnya kami berencana untuk pergi
ke hutan pinus Songgon. Dari Google Maps terlihat
kalau jaraknya tidak terlalu jauh dari homestay, tidak sampai 1 jam perjalanan. Saya berpikir masih ada lah waktu
sampai setengah hari nanti, sebelum kami check out dan melanjutkan ke destinasi selanjutnya. Namun, gerimis yang menyambut pagi kami
setidaknya sedikit sukses mengurungkan niatan kami pergi ke Songgon. Lalu, apa yang akhirnya saya dan
Zahrah lakukan? Kami keliling kota Banyuwangi untuk nyari sarapan. Penasaran dengan Nasi Tempong, salah
satu makanan khas Kota Gandrung, kami nyasar sana-sini nyari
dimana letaknya Nasi Tempong yang
enak (dan udah buka di pagi hari). Fighting!
Sekilas info! Jadi ceritanya, saya agak bingung bikin itinerary trip Banyuwangi ini. Dari satu tempat wisata menuju tempat wisata lainnya itu jaraknya masya Allah, jauh-jauh! Dari satu ujung ke ujungnya lagi. Kalo ga pinter-pinter bagi waktu, dan nyari penginapan yang pas di tengah-tengah, rugi deh banyak waktu kebuang. Jadi saran saya: banyakin baca! #Lhoapahubungannya?
Sekitar pukul 11 siang kami check out dari homestay. Dari sana, langsung berpanduan pada Maps menuju Kawah Ijen dan Kawah Wurung yang letaknya berdekatan. Rencana awal, ke Kawah Ijen terlebih dahulu baru ke Kawah Wurung *SekalianPulangKeMalang. Tapi dipikir-pikir, capek banget kayaknya dan bakal kemaleman sampe di Malangnya. Akhirnya, pergi ke Kawah Wurung kami jadwalkan minggu siang ini. Okesip, searah juga so ga masalah.
Dari Banyuwangi kota, kami menuju daerah Licin. Jalanannya mulus halus. Semakin naik ke atas, semakin hijau (semakin sepi rumah penduduk juga). Sekitar beberapa kilometer mendekati daerah Paltuding, jalanannya benar-benar sepi, seram, lembab, basah #halah. Berasa di hutan pedalaman Philipine atau Thailand (korban film Rambo -_-). Vegetasinya rapat. Jenis hutan hujan tropis. Serem-serem gimana gitu sebenernya. Sepiii pol. Jadi mikir yang engga-engga #eh
Tak lama, kami sampai di Paltuding (starting point Kawah Ijen). Walau hari minggu, tempatnya tidak terlalu ramai. Kenapa? karena Paltuding ini ramainya kalo tengah malem saat orang-orang mau naik ke Kawah Ijen. Saya dan Zahrah cuma mampir sebentar lalu meneruskan perjalanan.
Sedang asyik berkendara sambil lihat kanan kiri, ga sengaja dari kejauhan kami melihat air terjun. Tapi kok airnya butek-butek berbusa gimanaa gitu. Warnanya hijau. Karena penasaran, kami membelokkan motor. Mampir deh! Cuma bayar parkir 3K per orang. Setelah turun dan memarkirkan motor, kami baru ngeh kalo tempat yang kami datangi itu adalah Air Terjun Kalipahit. Tempat ini masih masuk rangkaian wisata Kawah Ijen.
Kok bisa ya airnya hijau gitu? Iyalah, apasih yang engga kalo Allah udah bilang kun fayakun! Jangankan ngebuat air terjun Kalipahit warnanya ijoo, ngebuat jodoh kamu segera dateng aja bisa banget #hiyaaa. Warna hijau ini berasal dari 'rembesan' danau Kawah Ijen yang punya kandungan belerang tinggi banget itu. Airnya dipegang biasa aja sih ga ada efek bikin cantik atau apa. Tapi agak aneh rasanya ditangan kalo udah mengering. Keset-keset gimana gitu.
Kalo diamat-amati, sekilas suasananya kayak di Jepang deh (kayak pernah aja -_-). Perpaduan antara aliran air sungai berwarna hijau, bebatuan, dan hutan pinus khas dataran tinggi. Oke ini belum ke destinasi sebenarnya! Lanjut perjalanan lagiii! Dari Kawah Ijen menuju Kawah Wurung itu, viewnya keren masya Allah! mirip perjalanan ke Bukit Teletubbies Bromo. Tapi kudu tetep hati-hati ya. Kami dapati ada beberapa titik longsor di daerah ini.
Setelah melewati jalanan super keren tadi, sampailah kami di gerbang Perkebunan Nusantara Blawan Bondowoso. Di pintu masuk ini kita harus berhenti ga boleh bablas aja. Gausah kabur ga perlu takut diinterogasi atau apa. Kita cuma diminta untuk nulis nama di buku tamu tanpa ada pungutan apapun kok. Dari pintu masuk ini, kelihatan di kejauhan sana tempat yang kami tuju. Yuhu!
Jalanan setelah pintu masuk PTPN Belawan tadi adalah jalanan tanah yang belum diaspal. Kalo kesini pas musim hujan dan bawa motor, sedikit hati-hati ya. Jalanannya licin dan becek. Motor kami sampai di depan loket masuk Kawah Wurung (eh, udah ada ya. Kirain belum). Biaya masuk 5K per orang plus parkir 2K. Murah meriah.
Awal saya tahu Kawah Wurung (lewat blogwalking), tempat ini belum dikelola bahkan belum ada loket masuk. Tapi kini Alhamdulillah, sarana prasarana sudah dibenahi dan dilengkapi sehingga membuat pengunjung yang datang merasa nyaman dan semakin ramai. Udara sejuk segar tidak panas. Awan menaungi sedikit mendung. Kabut tipis mulai turun 'menyelimuti' perkebunan warga di kejauhan sana. Saya bergegas mencari toilet untuk mengambil wudhu dan menjamak shalat.
Untuk menuju Kawah Wurung, kami harus sedikit trekking. Yah itung-itung pemanasan menuju Kawah Ijen nanti malam. Untuk satu hal ini, -trekking- tampaknya saya harus selalu terpisah dengan Zahrah. Karena umur, tidak pernah bohong.
Kawah Wurung; ada yang bilang artinya 'kawah yang belum jadi'. Entahlah. Saya juga bingung mau tanya sama sapa -hee.
Kenapa harus ke Kawah Wurung? Kalo kamu warga Bondowoso dan sekitarnya, tempat ini keren banget buat melepas penat. Ga perlu jauh-jauh ke Malang, ke Bukit Teletubbies-nya, karena sedikit mirip (sih). Kalo kamu bukan warga Bondowoso dan sekitarnya, dan kebetulan berniat mengunjungi Kawah Ijen, sayang banget deh kalo ga sekalian kesini.
Tidak banyak aktifitas yang saya dan Zahrah lakukan disini. Zahrah asik mandangin deretan perbukitan sambil makan tahu yang ia beli pada bapak-bapak yang tahu-tahu nongol di dekat kami (???). Saya? agak sedikit terganggu sebenarnya dengan sekelompok pengunjung yang menyetel lagu melalui gawai yang mereka bawa. Dangdut pulak! Aduh. Tambahan lagi, ada pengunjung yang naruh jaket sembarangan macam lagi jemur pakaian di kosan sendiri -__- *pengenNimpuk! #ampunikamiyaAllah
Kawah Wurung ini yaaa, lagi mendung aja bagusnya begini. Apalagi kalo pas langitnya cerah! Ga kebayang. Pake kamera digital aja hasilnya begini, apalagi pake drone?! Kami berdua aja bisa sangat menikmati begini, apalagi kalo datang berempat sama muhrim masing-masing?! (mungkin itu kurang lebih yang ada di pikiran saya dan Zahrah -hehe)
Sedang asyiknya saya dan Zahrah foto-foto, eh tidak jauh dari kami ternyata ada yang lebih asyik! Belum lagi posenya yang lucu-lucu (Zahrah kalah banyak). Ternyata dua orang bapak keren yang sedang survey untuk lokasi lomba off road tingkat nasional. Wih!
Dua bapak ini baik banget mempersilahkan kami untuk pose sok sangar di kendaraan kesayangan mereka. Yang paling asyik, beliau berdua berbagi banyak cerita pada kami, dua orang fakir 'dunia ke-off-road-an' yang tidak tahu apa-apa. Sayangnya, kami tidak saling bertukar medsos identity sehingga bapak berdua yang keren itu hanya bisa kami ingati dalam kenangan terindah kami di Kawah Wurung #pffff! #NgomongApa
Hari semakin sore, mendung semakin menggelayut di atas perbukitan dan padang savana Kawah Wurung. Kami menyudahi obrolan sangat asyik kami dengan dua bapak off-roader keren dan bersiap memacu motor kembali lagi ke Paltuding. Sudah tidak sabar rasanya menanti jam 12 malam. Hayoo mau ngapain?
Hinilah kenapa ga seberapa doyan main hari Minggu. Mainstream. Banyak yang liburan. Bermacam jenis.
BalasHapusTapi yaudahlah gapapa, dinikmatin disyukurin ajaaaaa.
Yang nyetel dangdut sama gantungin baju sembarangan itu sepertinya butuh dimantrain pustakawan deh wkwkwkwkw.
Dimantrain patronus yak!
Hapus