Minggu, 19 Februari 2017

I LOVE BWI (Part 3) : Berlelah-lelah Dahulu, Teluk Hijau Kemudian


Setelah semalaman mengalami tidur yang tidak nyenyak (nyamuknya ganas-ganas!), pagi ini saya harus segera bergegas bangun dari tempat tidur dan bersiap. Jadwal kami hari ini adalah go explore Teluk Hijau. Ye! Ye! Ye!. Tahun 2015 kemarin saya tidak sempat ke Teluk Hijau (padahal pengen banget). Bagusnya apa sih? Bedanya sama pantai-pantai lain di BWI apaan? Yok dah cari tahu.

Sebelumnya, kami mencari sarapan dulu di sekitaran Banyuwangi Kota. Eh, ada Nasi Cawuk nih (agak aneh ya namanya), tapi enak kok. Pedesss, khas Banyuwangi banget. Setelah selesai, segera kami membayar dan tak lupa saya mengambil sebungkus kerupuk (untuk bekal). Kelak kemudian ternyata kerupuk ini membawa cerita yang panjang wkwkw!

Kami mengarahkan motor ke arah Jember. Dan seperti biasa, masih dengan Gugel Maps terpasang di hape. Entah ya, pakai Maps di Banyuwangi ini seringkali terkecoh. Di Lombok kemarin, jika kami salah jalan maka harus putar balik. Di Banyuwangi tidak, malah dicarikan jalan lain (dan itu nambah juauhhh ga karuan). Yasudah deh ngikut aja. Jalan menuju Teluk Hijau ini masih satu jalur dengan jalan menuju Pantai Pulau Merah (tapi Teluk Hijau masih lebih jauh lagi).

Dari Banyuwangi kota sekitar pukul setengah 8 pagi, kami sampai di gerbang masuk Taman Nasional Meru Betiri sekitar pukul 9 lewat. Biaya parkir kendaraan 5K dan tiket masuk 7,5K per orang. Teluk Hijau ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri, terletak di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran. Dari gerbang taman nasional itu, perjalanan dan perjuangan belum berakhir! Setelah dari Banyuwangi kota tadi melewati jalanan mulus, muter-muter, jalanan jelek belum beraspal, lalu jalan mulus lagi (masuk wilayah perkebunan nusantara), ketemu lagi jalan jelek menuju parkiran terakhir Teluk Hijau.

Sampai di parkiran terakhir, kami masih harus trekking naik turun bukit membelah hutan. Kata bapak di gerbang masuk tadi, kalau bawa kamera lebih baik trekking saja tidak usah naik perahu. Dan benar saja, viewnya memanjakan mata banget (tapi jalurnya menyengsarakan kaki-kaki yang tak pernah diajak olahraga wkwkwk!).
 

Kalo nenek-nenek dan kakek-kakek atau orang berumur/berudzur mau ke Teluk Hijau ini bisa ga? Bisa aja! pake pintu kemana saja-nya Doraemon (wkwkw garing ah). Jadi selain trekking, Teluk Hijau bisa dicapai dengan menggunakan perahu yang bisa kita sewa di Pantai Rajegwesi.


Dari balik dedaunan hutan, kita bisa sekilas mengintip keindahan pantai di kejauhan sana, membuat semangat terpompa melangkahkan kaki untuk segera sampai disana. Ada satu spot di dekat pantai Batu yang lumayan bagus. Epic! Kami berhenti disana. Zahrah melipir naik ke batuan karang, saya nyari tempat pewe sambil istirahat. Sedang enak-enaknya duduk di pinggir pantai sambil makan bekal kerupuk yang saya beli sewaktu sarapan tadi, eh ada pangeran monyet mendekat. Tidak hanya mendekat, tapi juga merebut kerupuk yang ada di tangan saya (emaaaak!) #NangisGulungGulung T_T

LOOK AT THAT! Tersangka dan barang bukti ditangannya
Belum sampe Teluk Hijau-nya aja udah bagus begini
Such a heavenly view!

Sebelum Teluk Hijau, kita akan bertemu Pantai Batu (Stone Beach). Pantai ini beneran keren lho. Kalau biasanya di pinggiran pantai kita dapati pasir, disini tidak. Bebatuan halus berukuran besar, sedang maupun kecil menutupi pinggiran pantai. Biasanya khan sungai yang banyak batuan begini (ya). Dulu banget pernah liat pantai sejenis ini di Krui, Lampung Barat. Saya dan Zahrah duduk sejenak menikmati suara ombak memainkan batuan itu. KEREN MASYA ALLAH! You have to try it! Dari Pantai Batu ini, tinggal ngelewatin satu bukit lagi sampai ke Teluk Hijau. Semangaaat!



Jarak dari Pantai Batu ke Teluk Hijau sekitar 10-15 menit tergantung sambil ngapain aja di sepanjang susur jalannya. Karena Zahrah tiba-tiba nemu pohon yang bisa dibuat gelantungan, ya lumayan lama deh. Perjalanannya sudah tidak naik turun bukit lagi, tapi ada beberapa titik yang mengharuskan kami merelakan kaos kaki basah karena ada aliran sungai kecil yang harus dilewatin.



Ga salah deh saya nyidam banget ke Teluk Hijau ini dari tahun 2015 lalu. Perjuangan kami pagi-pagi berangkat dari homestay, ngikutin jalan dari Google Maps yang muter-muter semakin jauh, lewatin jalanan jelek belum diaspal, naik turun bukit, membelah hutan #halah, semua terbayar! Terbayar hanya oleh satu warna, tosca!!!




"aku awalnya kurang semangat kesini, karena yah paling kayak pantai-pantai lainnya. Biasa. Tapi ternyata begitu lihat sendiri, so beautiful! Worth it!!!", kata Zahrah.
For better perspective *MANJATPOHON
Oom dan Tante Menik yang Baik Hati

Oh iya, ingat pas "adegan" saya diganggu monyet tadi? Jadi itu ada hikmah baiknya. Saat itu ada sepasang suami istri yang sama-sama menuju Teluk Hijau juga. Karena si monyet yang gangguin saya tadi, terjadilah obrolan singkat antara kami dengan beliau berdua. Setelah itu berpisah (karena kami masih asyik di satu spot), kemudian bertemu lagi saat di Teluk Hijau. Kami berkenalan, ngobrol banyak dan saling bertukar nomor hape. Tante Menik ini orang Banyuwangi aseli. Heboh, asyik dan kalo kata Zahrah, "sadar potensi daerah". Suaminya, Oom (sapa ya?), lebih pendiam. Mantan pendaki, men. Kami cocok banget mengobrol dan sharing banyak hal dengan beliau berdua.

Buang sampahnya disini ya, jangan di laut apalagi di hati kamu

Kalo sudah di Banyuwangi, recommended banget deh untuk visit Teluk Hijau ini. Walau hari libur, tapi tempat ini masih asyik untuk dinikmatin karena ga terlalu rame yang datang kesini. Etapi kalo kesini, kalo bisa jaga wudhu dan bawa alas untuk shalat ya. Teluk Hijau ini masih benar-benar alami. Tidak ada warung, toilet maupun mushola. Saya melipir menggelar jaket untuk menjama' shalat zuhur dan ashar.

Fokus sama lingkaran merah

Kami pulang, trekking ngelewatin hutan-hutan tadi bareng Tante dan Oom. Sampai di parkiran, Tante Menik menawari kami untuk ke Pulau Merah. "Ayok kesana deket kok. Nanggung lho udah sampe sini". Yaudah deh. Saya sih udah pernah kesana, tapi khan Zahrah belum. Menjelang sore, tidak sampai satu jam, kami sampai. Tiket masuk 8K per orang dan parkir 2K. (Oiya saya baper berat pas perjalanan dari Teluk Hijau menuju Pulau Merah ini. Sepanjang jalan kami temui kios-kios yang menjual buah naga. 4 kilo cuma 10K! Whoaaa! Belum lagi kebunnya yang berjejer sepanjang jalan).

Pantai Pulau Merah atau Red Island (orang sini lebih senang menyebut PM) memiliki garis pantai yang panjang. Ombaknya lumayan besar namun ketika sedang surut aman untuk bermain di pinggiran pantainya. Karena hari itu cuaca tidak sedang cerah, dan anginnya super kenceng, tidak banyak yang kami lakukan disini, hanya melihat orang-orang menikmati pantai ini. [cerita saya sebelumnya di Pulau Merah bisa dibaca disini] 


Pose andalan
Semoga bisa bersua lagi ya Om, Tante...

Sebelum matahari semakin tenggelam di ufuk barat, Om dan Tante Menik mengajak kami pulang. Sebelumnya ditawarkan pada kami, mau liat sunset atau ga, kami memutuskan untuk pulang saja, takut kemalaman di jalan. Dengan sabarnya Oom membawa motor, membersamai kami. Sampai di daerah Jajag, kami berpisah. Kami mengucapkan banyak terimakasih atas segala kebaikan dan keramahan yang sudah diberikan oleh beliau berdua yang keren itu (semoga Allah selalu limpahkan kebaikan dan keberkahan untuk keluarga Oom dan Tante Menik). Amieeen. Kurang lebih pukul 7.30 pm kami sampai di homestay. Bebersih diri, langsung tepar dan tertidur tanpa sempat ngapa-ngapain lagi. Ga sangguuup. Zahrah bahkan tertidur tanpa sempat mengucapkan salam perpisahan. Halah. Nice rest, kid... 

Get ready to next wonderful destination (most beautiful place in Banyuwangi) tomorrow...?!? Keepin' your eyes on us! 

2 komentar: