Pertama kali saya mendengar kata pustakawan, itu terjadi saat saya
duduk di bangku sekolah dasar. Saya lupa tepatnya saat itu saya kelas berapa.
Saya mendapat amanah dari seorang guru untuk “memanfaatkan’ buku-buku yang ada
di kantor sekolah kami (entah itu bisa disebut kantor atau tidak). Sekolah saya
hanyalah sekolah zaman dulu yang bisa dikatakan “hampir punah”. Saat Andrea
Hirata muncul dengan novel Laskar Pelangi-nya yang terkenal itu, entah kenapa
saya seperti merasa beliau sedang menggambarkan keadaan sekolah kami. Atap yang
bocor disana-sini, guru yang jumlahnya terbatas dan harus pintar membagi waktu
(jam sekian masuk kelas 1, selanjutnya masuk di kelas 2, murid-murid yang
semakin tahun semakin berkurang jumlahnya, dst.). Ya, seperti itulah keadaan
sekolah saya dahulu. Tapi sungguh, dari sekolah luar biasa itulah saya belajar
banyak sekali hal-hal mulia, yang saya rasakan efeknya dikemudian hari.
Kembali lagi ke buku-buku di kantor sekolah. Saat itu saya tidak
paham buku-buku tersebut diperoleh dari mana, tapi saya yakin itu bukan dari
pembelian. Ada banyak hal yang mendesak yang harus dibeli sekolah kami daripada
sekedar membeli buku. Buku-buku yang ada dikantor sekolah itu cukup menarik.
Banyak buku cerita. Saya punya buku cerita favorit, dan itu terbagi menjadi
beberapa seri, tapi sayangnya saya sudah lupa judul buku itu. Teman-teman yang
ingin meminjam buku, harus melalui saya. Saya diberi kepercayaan untuk memegang kunci lemari buku-buku tersebut. Teman-teman
yang meminjam buku tersebut diberi batas waktu peminjaman, dan jika lebih dari
batas yang ditentukan mereka harus membayar denda sebesar Rp 100. Sebenarnya
secara tidak langsung, kami sudah menjalankan manajemen perpustakaan sederhana.
Ah asyiknya mengingat saat-saat itu. Dapat dikatakan saya sukses membantu
teman-teman memanfaatkan buku di kantor sekolah kami tersebut.
Suatu hari sepulang sekolah, di kantor sekolah kami saat saya selesai
“melayani’ teman-teman yang meminjam buku, guru saya berkata, “nanti kalau
sudah besar kamu jadi pustakawan saja”. Saat itu saya hanya tersenyum, tidak
ada gejolak dalam hati mengiyakan atau apapun. Saat itu saya tidak paham, apa
itu pustakawan. Sama sekali saya tidak punya bayangan tentang apa itu “makhluk”
bernama pustakawan, apa tugasnya, apa sih kerennya jadi pustakawan, dan lain
sebagainya. Datar saja. Sampai suatu hari kelak saya menyadari betapa ucapan
guru saya tersebut adalah doa mulia dari seorang pahlawan tanpa tanda jasa.
Tahun berganti, pengetahuan saya akan pustakawan sedikit demi
sedikit mulai bertambah. Saat memasuki sekolah menengah pertama, Alhamdulillah sekolah saya cukup nyaman dan mendukung
terselenggaranya pendidikan. Fasilitas
yang ada cukup lengkap, berada di tengah kota Bandar
Lampung, dan yang paling penting, ada perpustakaan. Karena saya suka membaca,
saya sering pergi ke perpustakaan. Saat itu “yang jaga” (saya belum paham arti
kata pustakawan) perpustakaan seorang bapak yang sudah berumur dan seorang
wanita yang masih muda. Bapak yang sudah berumur itu cukup sabar menghadapi
kami yang suka ribut dan suka “mengacak-acak” perpustakaan. Beda halnya dengan mbak yang masih muda. Beliau kurang sabar
mengahadapi kami. Bisa dikatakan galak lah.
Mungkin juga karena pengaruh umurnya yang belum sebijaksana si Bapak. Berangkat
dari situ, imej “yang jaga’ perpustakaan mulai terbentuk di benak saya. Saya
gambarkan di benak saya bahwa orang-orang “yang jaga’ perpustakaan itu galak,
cerewet, suka dengan keheningan, tenang, ga asik, ga bisa kemana-mana, diam
saja di perpustakaan.
Waktu berganti lagi, kehidupan masa sekolah menengah atas pun sudah
menanti. Sama seperti di SMP, hari-hari banyak saya habiskan di perpustakaan. Disini lain lagi sosok
“yang jaga” perpustakaan yang saya temui. Ada 3 orang “penjaga” perpustakaan.
Seorang mbak (yang agak galak saya bilang), seorang ibu yang cukup baik dan
sabar, serta seorang guru kesenian. Karena cukup sering berinteraksi dengan ibu
‘yang jaga” perpustakaan yang baik dan sabar itu, imej tidak bagus yang
terbentuk saat SMP mengenai “penjaga” perpustakaan mulai memudar.
Tiba akhirnya saya lulus dari SMA dan masa depan yang panjang sedang
menunggu untuk diputuskan. Setelah lulus SMA, saya tidak langsung melanjutkan
ke jenjang perguruan tinggi. Hal itu terkendala masalah finansial. Baru setelah
2 tahun, saya bisa melanjutkan untuk kuliah. Saat itu paman saya yang mau
membiayai untuk awal-awal perkuliahan. Karena hal itulah, saya pun menurut
anjuran paman untuk memilih jurusan pendidikan keguruan. Saya pum mempersiapkan
diri untuk mengikuti tes SNMPTN dengan jurusan yang dituju PGSD dan FKIP Bahasa
Inggris. Sampai akhirnya saat pengumuman hasil SNMPTN, nama saya tidak tertera
dalam daftar yang diterima. Saya pun tidak berkecil hati dan terus berusaha
untuk dapat kuliah. Saat itu tiba-tiba saya berpikir untuk mengambil jurusan Perpustakaan melalui jalur
mandiri atau non SNMPTN. Biaya masuknya paling murah. Itu yang saat itu jadi
pertimbangan saya.
Oia sedikit cerita, pertama kali saya mengenal jurusan perpustakaan
di UNILA (Universitas Lampung) sebenarnya terjadi 2 tahun sebelum saya mendaftar SNMPTN tahun 2009 itu. Setelah
kelulusan SMA, saya menemani seorang teman untuk mendaftar disana. Saat itu
saya melihat brosur yang dipegang teman saya dan saya melihat ada jurusan
perpustakaan disitu. Saya hanya membatin saja, “oh ada ya ternyata jurusan
perpustakaan”. Jalan Allah yang begitu indah untuk hamba-Nya yang bersabar.
Ternyata dari sekedar iseng membaca brosur itulah kemudian masa depan saya di
dunia perpustakaan dimulai.
Saya pun mengikuti tes dan Alhamdulillah diterima dengan nilai yang
cukup baik. Akhirnya status baru sebagai seorang mahasiswa jurusan Perpustakaan pun saya
jalani. Hari demi hari menjalani perkuliahan, saya sudah mulai mengenal siapa
itu pustakawan dan sudah menghindari memakai kata “penjaga perpustakaan” untuk
menyebut orang yang bekerja di perpustakaan. (Perpustakaan tidak membutuhkan
seorang “penjaga” karena buku-buku yang ada di perpustakaan tidak mungkin kabur
dengan sendirinya J).
Semakin lama menjalani perkuliahan, mendapat ilmu-ilmu baru dari
dosen-dosen perpustakaan yang notabene adalah pustakawan, semakin saya
menemukan jatidiri sebagai seorang (calon) penerus estafet kepustakawanan di
masa depan. Di tangan saya (dan teman-teman)lah estafet ini akan diteruskan.
Salah satu kunci sukses menjalani kehidupan adalah, do with passion! Saya mulai mencari
passion saya didunia kepustakawanan ini. Saya bertemu dengan banyak tokoh luar
biasa di bidang ilmu perpustakaan. Saya pun mulai mengunjungi perpustakaan-perpustakaan, mulai dari
perpustakaan sekolah, perpustakaan universitas, lembaga/instansi, juga
perpustakaan umum. Dan hasilnya luar biasa! Saya banyak belajar dari lapangan.
Dari orang-orang hebat yang saya temui, perpustakaan-perpustakaan yang saya
kunjungi. Dan sekarang dapat saya katakan, “I’ve
found my passion in librarianship!”.
Gambar 2. Bersama Ibu Luki Wijayanti (kepala Perpustakaan UI)
Gambar 3. Bersama Bapak Rotmianto (founder e-DDC Indonesia)
Gambar 4. Bersama dua master Slims Indonesia
(library automation)
Dan tahukah kamu kawan, saya sangat bersyukur menjadi pustakawan.
Dilihat dari sisi duniawi, silahkan kamu bayangkan bagaimana asyiknya bekerja
di tumpukan buku-buku, tumpukan informasi, yang dalam hadits Rasulullah
disebutkan bahwa seorang yang mempelajari satu bab ilmu saja, itu dikatakan
lebih baik dari shalat seribu rakaat. Apalagi seorang pustakawan yang tiap
harinya, saaat sedang santai saja, dia bisa bertemu dengan beribu-ribu buku
dihadapannya dan dengan sangat mudahnya ia baca?????!!!!! (pustakawan adalah
profesi yang paling sering bersinggungan dengan buku, selain penerbit buku tentunya).
Dari sisi akhirat, masih
dari sabda Rasulullah SAW, jika kamu memudahkan urusan orang lain, maka
Allah akan memudahkan urusanmu (tidak hanya di dunia, terlebih di akhirat
nanti). Melalui profesinya yang mulia
ini, pustakawan dapat membantu menunjukkan dan memberikan
informasi, hingga terciptalah
penelitian-penelitian baru, ilmu-ilmu baru yang kemudian berguna bagi
masyarakat. Bisa dibayangkan sudah berapa pahala yang diperoleh. Dari setiap buku yang
diolah, setiap
mahasiswa yang dimudahkan urusannya dalam mencari kebutuhan informasinya, sungguh tidak terhingga kesempatan untuk meraih pahala
sebanyak-banyaknya.
And now
finally i can say that, profesi
pustakawan yang dahulunya saya anggap sebagai “penjaga buku”, kini telah
berganti menjadi “penjaga ilmu pengetahuan”, dan lebih dari itu, “penjaga
peradaban”. Wallahu ‘alam.
Keren Bibbi Boken...
BalasHapusGag salah deh aku juluki kamu "Bibbi Boken".
Aku suka bagian prolognya, mengalir, lembut dan menyejukkan. Bagai anak sungai yang berlari menuju mulut samudera.
Untuk kontennya, aku yakin bisa dikembangkan agar lebih "menggigit." Kamu bahagia jadi pustakawan?
Akupun sama bahagaianya, sebab dengan (Allah) hadirkan kalian, aku (kami) punya 'Pelopor, Pengingat, Penyemangat, Pemerhati, dan ...' untuk selalu mencintai buku (berserta ilmunya, tentu saja ya) dengan segenap hati.
Tulisan ini aku harap bisa terus bersambung. Nah, ketika posting dengan konten semacam ini jadi banyak, in shaa Allah Google senang hati beri 'suggest' para pembaca 'post' ini di halaman pertamanya.
Yoyo Semangat Power Blogger, hehehe...
'Do With Passion'
Mengejar Mimpi
Menggapai Ridha Ilahi
Meraup Cinta Sang Pemilik Hati
Menaklukan Dunia
Bertemu di Syurga
dengan Cinta
kiss kiss
Hehe, jazakillah shalihah for the comments. Sebenernya kurang Pede coretan2 di atas dsebut untuk dsebut sbg sebuah "tulisan". Kreasi iseng.
BalasHapuspengen punya Photo-blog sebenernya..... dengan foto or gambar, sy ngerasa lbh bisa "bercerita" :-)
any suggestion?
Yah posting aja potonya...
HapusBisa dicampur dan diorganisasikan di sini. Terpisah dan/atau terintegrasi ke sosial media lain yg melayani fitur berbagi foto (instagram/ pinterest/ we heart it/ dll.) juga bisa.
Sebenarnya juga, kalau diposting di sini otomatis masuk akun Picasa (sosmed Picture Sharing-nya Google), ya kan?...
Aku si lebih suka mengintegrasikan aemuanya hahahah...
Saran temen yg pernah belajar di UKM Fotografi: setiap poto tu musto ada ceritanya.
Nah cocoklah itu...
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)