Senin, 29 September 2014

Pustakawan : dari "Penjaga Buku" ke "Penjaga Ilmu Pengetahuan"

Pertama kali saya mendengar kata pustakawan, itu terjadi saat saya duduk di bangku sekolah dasar. Saya lupa tepatnya saat itu saya kelas berapa. Saya mendapat amanah dari seorang guru untuk “memanfaatkan’ buku-buku yang ada di kantor sekolah kami (entah itu bisa disebut kantor atau tidak). Sekolah saya hanyalah sekolah zaman dulu yang bisa dikatakan “hampir punah”. Saat Andrea Hirata muncul dengan novel Laskar Pelangi-nya yang terkenal itu, entah kenapa saya seperti merasa beliau sedang menggambarkan keadaan sekolah kami. Atap yang bocor disana-sini, guru yang jumlahnya terbatas dan harus pintar membagi waktu (jam sekian masuk kelas 1, selanjutnya masuk di kelas 2, murid-murid yang semakin tahun semakin berkurang jumlahnya, dst.). Ya, seperti itulah keadaan sekolah saya dahulu. Tapi sungguh, dari sekolah luar biasa itulah saya belajar banyak sekali hal-hal mulia, yang saya rasakan efeknya dikemudian hari.

Kembali lagi ke buku-buku di kantor sekolah. Saat itu saya tidak paham buku-buku tersebut diperoleh dari mana, tapi saya yakin itu bukan dari pembelian. Ada banyak hal yang mendesak yang harus dibeli sekolah kami daripada sekedar membeli buku. Buku-buku yang ada dikantor sekolah itu cukup menarik. Banyak buku cerita. Saya punya buku cerita favorit, dan itu terbagi menjadi beberapa seri, tapi sayangnya saya sudah lupa judul buku itu. Teman-teman yang ingin meminjam buku, harus melalui saya. Saya diberi kepercayaan untuk  memegang kunci lemari buku-buku tersebut. Teman-teman yang meminjam buku tersebut diberi batas waktu peminjaman, dan jika lebih dari batas yang ditentukan mereka harus membayar denda sebesar Rp 100. Sebenarnya secara tidak langsung, kami sudah menjalankan manajemen perpustakaan sederhana. Ah asyiknya mengingat saat-saat itu. Dapat dikatakan saya sukses membantu teman-teman memanfaatkan buku di kantor sekolah kami tersebut.

Suatu hari sepulang sekolah, di kantor sekolah kami saat saya selesai “melayani’ teman-teman yang meminjam buku, guru saya berkata, “nanti kalau sudah besar kamu jadi pustakawan saja”. Saat itu saya hanya tersenyum, tidak ada gejolak dalam hati mengiyakan atau apapun. Saat itu saya tidak paham, apa itu pustakawan. Sama sekali saya tidak punya bayangan tentang apa itu “makhluk” bernama pustakawan, apa tugasnya, apa sih kerennya jadi pustakawan, dan lain sebagainya. Datar saja. Sampai suatu hari kelak saya menyadari betapa ucapan guru saya tersebut adalah doa mulia dari seorang pahlawan tanpa tanda jasa.

Tahun berganti, pengetahuan saya akan pustakawan sedikit demi sedikit mulai bertambah. Saat memasuki sekolah menengah pertama, Alhamdulillah sekolah saya cukup nyaman dan mendukung terselenggaranya pendidikan. Fasilitas yang ada cukup lengkap, berada di tengah kota Bandar Lampung, dan yang paling penting, ada perpustakaan. Karena saya suka membaca, saya sering pergi ke perpustakaan. Saat itu “yang jaga” (saya belum paham arti kata pustakawan) perpustakaan seorang bapak yang sudah berumur dan seorang wanita yang masih muda. Bapak yang sudah berumur itu cukup sabar menghadapi kami yang suka ribut dan suka “mengacak-acak” perpustakaan. Beda halnya dengan mbak yang masih muda. Beliau kurang sabar mengahadapi kami. Bisa dikatakan galak lah. Mungkin juga karena pengaruh umurnya yang belum sebijaksana si Bapak. Berangkat dari situ, imej “yang jaga’ perpustakaan mulai terbentuk di benak saya. Saya gambarkan di benak saya bahwa orang-orang “yang jaga’ perpustakaan itu galak, cerewet, suka dengan keheningan, tenang, ga asik, ga bisa kemana-mana, diam saja di perpustakaan.

Waktu berganti lagi, kehidupan masa sekolah menengah atas pun sudah menanti. Sama seperti di SMP, hari-hari banyak saya habiskan di perpustakaan. Disini lain lagi sosok “yang jaga” perpustakaan yang saya temui. Ada 3 orang “penjaga” perpustakaan. Seorang mbak (yang agak galak saya bilang), seorang ibu yang cukup baik dan sabar, serta seorang guru kesenian. Karena cukup sering berinteraksi dengan ibu ‘yang jaga” perpustakaan yang baik dan sabar itu, imej tidak bagus yang terbentuk saat SMP mengenai “penjaga” perpustakaan mulai memudar.

Tiba akhirnya saya lulus dari SMA dan masa depan yang panjang sedang menunggu untuk diputuskan. Setelah lulus SMA, saya tidak langsung melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Hal itu terkendala masalah finansial. Baru setelah 2 tahun, saya bisa melanjutkan untuk kuliah. Saat itu paman saya yang mau membiayai untuk awal-awal perkuliahan. Karena hal itulah, saya pun menurut anjuran paman untuk memilih jurusan pendidikan keguruan. Saya pum mempersiapkan diri untuk mengikuti tes SNMPTN dengan jurusan yang dituju PGSD dan FKIP Bahasa Inggris. Sampai akhirnya saat pengumuman hasil SNMPTN, nama saya tidak tertera dalam daftar yang diterima. Saya pun tidak berkecil hati dan terus berusaha untuk dapat kuliah. Saat itu tiba-tiba saya berpikir untuk mengambil jurusan Perpustakaan melalui jalur mandiri atau non SNMPTN. Biaya masuknya paling murah. Itu yang saat itu jadi pertimbangan saya.


Oia sedikit cerita, pertama kali saya mengenal jurusan perpustakaan di UNILA (Universitas Lampung) sebenarnya terjadi 2 tahun sebelum saya mendaftar SNMPTN tahun 2009 itu. Setelah kelulusan SMA, saya menemani seorang teman untuk mendaftar disana. Saat itu saya melihat brosur yang dipegang teman saya dan saya melihat ada jurusan perpustakaan disitu. Saya hanya membatin saja, “oh ada ya ternyata jurusan perpustakaan”. Jalan Allah yang begitu indah untuk hamba-Nya yang bersabar. Ternyata dari sekedar iseng membaca brosur itulah kemudian masa depan saya di dunia perpustakaan dimulai.

Saya pun mengikuti tes dan Alhamdulillah diterima dengan nilai yang cukup baik. Akhirnya status baru sebagai seorang mahasiswa jurusan Perpustakaan pun saya jalani. Hari demi hari menjalani perkuliahan, saya sudah mulai mengenal siapa itu pustakawan dan sudah menghindari memakai kata “penjaga perpustakaan” untuk menyebut orang yang bekerja di perpustakaan. (Perpustakaan tidak membutuhkan seorang “penjaga” karena buku-buku yang ada di perpustakaan tidak mungkin kabur dengan sendirinya J).

Semakin lama menjalani perkuliahan, mendapat ilmu-ilmu baru dari dosen-dosen perpustakaan yang notabene adalah pustakawan, semakin saya menemukan jatidiri sebagai seorang (calon) penerus estafet kepustakawanan di masa depan. Di tangan saya (dan teman-teman)lah estafet ini akan diteruskan.

Salah satu kunci sukses menjalani kehidupan adalah, do with passion! Saya mulai mencari passion saya didunia kepustakawanan ini. Saya bertemu dengan banyak tokoh luar biasa di bidang ilmu perpustakaan. Saya pun mulai mengunjungi perpustakaan-perpustakaan, mulai dari perpustakaan sekolah, perpustakaan universitas, lembaga/instansi, juga perpustakaan umum. Dan hasilnya luar biasa! Saya banyak belajar dari lapangan. Dari orang-orang hebat yang saya temui, perpustakaan-perpustakaan yang saya kunjungi. Dan sekarang dapat saya katakan, “I’ve found my passion in librarianship!”.


 Gambar 1. Bersama Ibu Hanna Latuputty (ketua APISI dan ISIPI, tokoh LI Indonesia)



Gambar 2. Bersama Ibu Luki Wijayanti (kepala Perpustakaan UI)



Gambar 3. Bersama Bapak Rotmianto (founder e-DDC Indonesia)



Gambar 4. Bersama dua master Slims Indonesia (library automation)


Dan tahukah kamu kawan, saya sangat bersyukur menjadi pustakawan. Dilihat dari sisi duniawi, silahkan kamu bayangkan bagaimana asyiknya bekerja di tumpukan buku-buku, tumpukan informasi, yang dalam hadits Rasulullah disebutkan bahwa seorang yang mempelajari satu bab ilmu saja, itu dikatakan lebih baik dari shalat seribu rakaat. Apalagi seorang pustakawan yang tiap harinya, saaat sedang santai saja, dia bisa bertemu dengan beribu-ribu buku dihadapannya dan dengan sangat mudahnya ia baca?????!!!!! (pustakawan adalah profesi yang paling sering bersinggungan dengan buku, selain penerbit buku tentunya).

Dari sisi akhirat, masih dari sabda Rasulullah SAW, jika kamu memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusanmu (tidak hanya di dunia, terlebih di akhirat nanti). Melalui profesinya yang mulia ini, pustakawan dapat membantu menunjukkan dan memberikan informasi, hingga terciptalah penelitian-penelitian baru, ilmu-ilmu baru yang kemudian berguna bagi masyarakat. Bisa dibayangkan sudah berapa pahala yang diperoleh. Dari setiap buku yang diolah, setiap mahasiswa yang dimudahkan urusannya dalam mencari kebutuhan informasinya, sungguh tidak terhingga kesempatan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya.

And now finally i can say that, profesi pustakawan yang dahulunya saya anggap sebagai “penjaga buku”, kini telah berganti menjadi “penjaga ilmu pengetahuan”, dan lebih dari itu, “penjaga peradaban”. Wallahu ‘alam.

4 komentar:

  1. Keren Bibbi Boken...

    Gag salah deh aku juluki kamu "Bibbi Boken".

    Aku suka bagian prolognya, mengalir, lembut dan menyejukkan. Bagai anak sungai yang berlari menuju mulut samudera.

    Untuk kontennya, aku yakin bisa dikembangkan agar lebih "menggigit." Kamu bahagia jadi pustakawan?

    Akupun sama bahagaianya, sebab dengan (Allah) hadirkan kalian, aku (kami) punya 'Pelopor, Pengingat, Penyemangat, Pemerhati, dan ...' untuk selalu mencintai buku (berserta ilmunya, tentu saja ya) dengan segenap hati.

    Tulisan ini aku harap bisa terus bersambung. Nah, ketika posting dengan konten semacam ini jadi banyak, in shaa Allah Google senang hati beri 'suggest' para pembaca 'post' ini di halaman pertamanya.

    Yoyo Semangat Power Blogger, hehehe...


    'Do With Passion'

    Mengejar Mimpi
    Menggapai Ridha Ilahi
    Meraup Cinta Sang Pemilik Hati

    Menaklukan Dunia
    Bertemu di Syurga

    dengan Cinta
    kiss kiss

    BalasHapus
  2. Hehe, jazakillah shalihah for the comments. Sebenernya kurang Pede coretan2 di atas dsebut untuk dsebut sbg sebuah "tulisan". Kreasi iseng.
    pengen punya Photo-blog sebenernya..... dengan foto or gambar, sy ngerasa lbh bisa "bercerita" :-)
    any suggestion?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anonim13.31

      Yah posting aja potonya...

      Bisa dicampur dan diorganisasikan di sini. Terpisah dan/atau terintegrasi ke sosial media lain yg melayani fitur berbagi foto (instagram/ pinterest/ we heart it/ dll.) juga bisa.

      Sebenarnya juga, kalau diposting di sini otomatis masuk akun Picasa (sosmed Picture Sharing-nya Google), ya kan?...

      Aku si lebih suka mengintegrasikan aemuanya hahahah...

      Saran temen yg pernah belajar di UKM Fotografi: setiap poto tu musto ada ceritanya.

      Nah cocoklah itu...

      Hapus
  3. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus