Info buku
*judul :
Berjuang di Tanah Rantau
*penulis : A.
Fuadi, dkk
*penyunting : Ikhdah
Henny & Pritameani
*penerbit :
Bentang Pustaka
*tahun terbit : 2013
*tebal buku : xviii
+ 186 halaman
*ISBN :
978-602-7888-41-8
*harga : Rp
39.000
*resensor :
Zulaikha (Pustakawan di Perpustakaan Pusat UIN Maliki Malang)
Nama besar A.Fuadi kembali
melahirkan sebuah karya yang menginspirasi. Setelah kesuksesan trilogi Negeri 5
Menara, Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara, kini ia kembali dengan karyanya yang
masih berkisah tentang perjuangan menggenggam impian di tanah rantau. Berbeda
dengan karya sebelumnya yang berbentuk fiksi, kali ini A. Fuadi menggandeng
beberapa penulis untuk berbagi kisah nyata mereka di perantauan. Buku ini
merupakan buku ke-3 dari serial Man Jadda
wa Jada yang merupakan “proyek nulis bareng” A. Fuadi bekerjasama dengan
Penerbit Bentang Pustaka.
Setiap penulis berkesempatan
untuk membagi kisah mereka di perantauan. Ada cerita sedih, gembira, haru,
bangga, kisah heroik dan banyak lagi. Diawali dengan kisah seorang lulusan
sarjana S1 yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan kesempatan belajar di
luar negeri. Tak disangka, mimpinya harus kandas hanya gara-gara hal sepele
(hasil ujian tes TOEFL yang terselip). Juga kisah para pemburu beasiswa (scholarship hunter) di negeri Bavaria Jerman serta negeri-nya Ratu
Elizabeth. Di buku ini juga beberapa buruh migran di Hongkong berkesempatan
untuk membagi cerita mereka yang mungkin selama ini kurang ter-ekspose oleh
media. Bagaimana mereka bertahan hidup, bagaimana mereka memperjuangkan nasib
buruh migran disana dan perjuangan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Hidup di rantau, tak seindah
seperti yang kita bayangkan. Bayangan manis ketika memutuskan untuk merantau
terkadang tidak mewujud dalam nyata ketika sudah sampai di perantauan. Simak
bagaimana kisah Anna Ilham, seorang buruh migran di Hongkong yang harus mencari
akal hanya sekedar untuk shalat,
…Namun, aku masih bingung bagaimana dan dimana bisa shalat, ibadah yang
wajib dilakukan. Aha, di dapur! tetapi sempit dan mudah terlihat majikan. Ya,
aku masih takut bila tiba-tiba majikan melihatku beribadah karena di awal
bekerja mereka sudah berpesan, “no praying, just working here. Do it well”…(hal.
67)
Adapula cerita dari Isyana
Fadhila yang berjuang untuk meyakinkan kedua orang tuanya agar rela melepaskan
anaknya untuk berangkat ke Italia,
…rintangan berikutnya ternyata adalah keluarga gue, bagaimana meyakinkan
mereka bahwa Italia adalah pintu untuk mencapai masa kecil gue. Orangtua gue
kaget karena gue masih mengejar mimpi zaman TK itu…(hal. 146)
Lain lagi yang kisah dialami oleh
Tussie Ayu, yang ikut suami ke negerinya David Beckham,
…di desa kecil ini terdapat sebuah kastel yang bagi saya adalah kastel
paling istimewa. Mengapa? Karena, di kastel inilah film Harry Potter melakukan
pengambilan gambar. Ya, kastel ini adalah Hogwarts, tempat Harry Potter
mengasah ilmu sihirnya…(hal. 107)
Selain menemukan keseruan dan
haru biru cerita dari penulis-penulis di atas, pembaca juga akan disuguhi
kalimat-kalimat hikmah yang akan menggugah semangat pembaca untuk beranjak dari
comfort zone dan bersiap menyongsong
mimpi di tanah rantau. Seperti yang dapat kita baca di halaman 92, “mimpi tanpa
target, hanya akan berakhir di angan-angan. Niat dan usaha akan menyetir arah
mimpi tersebut”. Dari kalimat ini tersimpan makna mendalam bahwa impian-impian
kita harus dibarengi dengan tekad dan niatan yang kuat. Kedua hal itulah yang
akan membawa kapal impian kita berlabuh. Tidak hanya itu, di halaman 8 saya
juga menemukan satu kalimat apik sarat pesan mendalam yaitu “ketika Allah
berkehendak, tidak ada yang tidak dapat menghalangi. Dan, rencana Allah sajalah
yang akan terjadi meskipun kadang terlihat tidak mungkin sejak awal”. Dari
kalimat tersebut saya menyadari bahwa banyak impian-impian (untuk pergi ke luat
negeri) yang awalnya terlihat tidak mungkin, menjadi nyata karena kehendak-Nya.
Kalimat itu menyiratkan pesan kepada kita untuk tidak pernah berputus asa dalam
berdoa dan berikhtiar.
Sayangnya, ada beberapa kisah
yang memiliki kesamaan tema cerita (kisah buruh migran di Hongkong) sehingga
menimbulkan sedikit kebosanan bagi para pembaca. Selain itu, ada pula kisah
yang ending-nya terlalu dipaksakan.
Para pembaca yang berharap banyak dapat mengeksplor kisah tanah rantau A. Fuadi
akan kecewa karena tidak akan kita temukan kisah seperti dalam trilogi 5
Menara.
Meskipun demikian, dua jempol
untuk para penulis di buku Berjuang di Tanah Rantau ini. Berasal dari
latar belakang profesi yang berbeda (ada mahasiswa yang sedang belajar di luar
negeri, dosen, ibu rumah tangga biasa, dan beberapa Buruh Migran Indonesia yang
bekerja di Hongkong) tapi sukses menyatukan tulisannya ke dalam sebuah buku
yang sayang untuk dilewatkan. Gaya bercerita para penulis yang apik dan bisa
dinikmati menjadikan buku ini sebagai buku yang layak untuk dibaca. Satu makna
mendalam yang coba disampaikan oleh para penulis ini adalah bahwa ketika kita
memiliki impian untuk bisa menjelajah bumi ini, teruslah genggam impian
tersebut. Entah hari ini, lusa atau berpuluh tahun kemudian Allah akan
mengabulkan impian tersebut. Buku ini cocok untuk dibaca oleh para perantau,
pulang dari rantau dan ingin merantau. Mari merantau, mari berjuang dan
tangkaplah impian kita!.
Waaa makasih udah dibaca bukunua dan dibuatkan resensi. Salam kenal :D
BalasHapus-isyana-
Salam kenal juga mb Isyana. Pengalamannya Keren!! Dua jempol! :-)
BalasHapus