Senin, 16 September 2019

Cerita Perjalanan Malang - Madiun Naik Motor (Bagian 2)


Buat saya, semua tempat baru yang saya datangi itu menarik (atau setidaknya punya sisi menarik). Walau kota ini tidak punya pantai, atau tempat wisata wah seperti di Malang, tapi saya suka kota ini (dan semua kota wkwkw). Apa yang saya suka dari Madiun? Pertama, kotanya tenang. Tipikal "kota baik-baik" dengan penduduknya yang damai. Kedua, makananya enak-enak dan murah. I like murah!  Ketiga, walau cuacanya panas tapi udaranya adem. Mungkin pengaruh dari banyaknya sawah. Entahlah.

Hari ke-2 di Kota Brem, Madiun. Pagi ini agak santuy di rumah Bue. Dikasih sarapan sama tetangga depan rumah Bue, nasi gegok. Simple saja nasi kukus berbungkus daun, dengan lauk irisan ayam dan bumbu urap pedas. Setelah saya baca-baca, nasi gegok ini khasnya Trenggalek, bukan Madiun. Saya juga dibuatin bue seduhan minuman herbal yang semalam kami beli di alun-alun. Enaknya hidup.

Minuman herbal *entah apa namanya
Nasi Gegok
Setelah mandi, saya siap-siap menuju rumah saudara sepupu yang ada di daerah Caruban. Saya pergi sendiri saja kali ini, tidak ditemani Bue. It's okay i am strong enough. Jarak dari Madiun kota ke Caruban kurang lebih 30-40 menit. Jalan yang pernah saya lalui bersama Tika Sari anaknya Pak Rois *baper. Hiks. Kalo siang gini jalanan lintas Madiun sepiii. Sesekali ada bus Mbak Mira atau Mbak Eka yang tiba-tiba nyalip (karena Mira Eka sama kayak senior, selalu benaar).

Sudah hampir dekat rumah saudara, saya agak lupa tepatnya rumahnya yang mana. Aduuh. Celingak-celinguk. Qadarullah, mbak sepupu saya jalan pulang dari warung. Alhamdulillah.
"Kowe ngopo koyo wong ilang?"
"Aku lupa rumahmu yang mana wkwk".

Madiun Kota Sawah
Setelah melepas rindu dengan keluarga (Mba Atun dan keluarga, Pakde Rino dan Mak Ini) perbaikan gizi deh dimasakkin enak-enak. Rindu masakan rumaaah, huwaaa. Niatan saya bertemu memang hanya untuk silaturahim saja, tidak neko-neko atau mengajak pergi kemana. Sehabis Isya kami keluar menuju Taman Kota Caruban. Malam itu sedang diadakan Festival Jaranan atau Kuda Lumping. Sebenarnya, 'nontonin setan' hiyyy. Rada seram juga. Sambil ngeliat sambil banyakin istighfar. Dulu zaman saya kecil di kampung sering banget lihat jaranan di acara khitanan tetangga sekitar kampung. Sekarang udah gede gini, nontonnya dengan perspektif yang berbeda. Jadi ga nyaman gitu. Ga berlama-lama nonton, karena ruame banget juga penontonnya. Kami beli sate tahu dan beberapa jajanan ringan lainnya kemudian pulang.

Serem ih (zoom-in deh matanya ke atas)
Gerobak jualan sate tahu

Day 3
Saya adalah penganut paham bahwa sunset itu indah dimanapun adanya. Ga harus di pantai atau di puncak gunung. Jadilah sehabis shalat subuh di hari terakhir di Madiun, saya keluar menuju sawah yang ga jauh dari rumah saudara saya, untuk melihat matahari terbit. Awalnya mau ngajak krucils, eh mereka masih pada nyenyak tidur. Giliran dibangunin malah narik selimut lagi. Baiklah, pergi sendirian. Krik krik krik. Saya berhenti di pematang sawah. Matahari masih belum mau muncul. Hanya semburat keemasan yang nampak di ufuk timur. Satu dua petani melintas mengayuh sepeda menuju sawah garapannya. Saya lafazkan zikir pagi sembari menunggu. Agak awkward juga kalo pas ada petani yang lewat, terus diliatin. Ngapain mbak sendirian di pinggir sawah pagi-pagi? Jomblo ya? wkwkw. Biarin deh.

Berikut momen yang berhasil saya abadikan. Masya Allah tabarakallah.

 Sepanjang mata memandang hanya hijau persawahan yang dilihat. Hijaunya diperindah dengan gubuk kecil tempat petani sekedar melepas lelah sejenak.

 Beberapa saat sebelum matahari terbit

Dan matahari pun muncul kemudian sinarnya menerangi seluruh penjuru.

Such a magical moment! Ngeliat petani mengayuh sepedanya, menuju ke "tempat kerjanya" di alam, mengusahakan nafkah halal untuk keluarganya. Masya Allah tabarakallah. 

Pulang dari sawah, krucils udah pada ngilang. Ternyata mereka nyariin saya ke sawah -_- Rasanya baru sebentar, sudah harus siap-siap ke rumah Bue lagi. Belum ingin pergi rasanya. Siapalah yang tak ingin berlama-lama berkumpul bersama keluarga? Kali terakhir menikmati masakan bude. Saya menghabiskan lele 3 ekor, wkwk doyan apa ngefans? Lagi-lagi, perbaikan gizi.

Jadi anak shalih, shalihah ya kids
Setelah berpamitan dan dibekali buanyak sekali bawaan, saya melaju menuju Kota Madiun. Ssst, belum mandi. Rencana nanti mandinya tempet Bue aja, ehe. Karena kali ini lewat jalan belakang, bukan jalan utama seperti saat berangkat kemarin, saya diantar oleh Mbak Atun dan suaminya sampai di dekat rumah Bue. Biar ga nyasar. Ternyata jalannya lurus saja dan lebih dekat.

Sampai rumah Bue, kami menunggu Irul dan Amaliya Rahmatin alias Nona Langit yang qadarullah lagi silaturahim ke Madiun. Sekalian deh meet up. Ada beberapa destinasi yang rencananya akan kami kunjungi sebelum saya dan Bue kembali ke Malang siang (atau sore) nanti. Setelah Irul dan Liya datang, kami langsung memacu motor menuju tempat pertama yaitu Taman Trembesi yang letaknya di dalam kota. Let's go!


Jarak dari rumah Bue ke Taman Trembesi ternyata oh ternyata, deket banget! Saking deketnya sampe saya takjub, loh kok tau-tau udah sampe?! Tidak langsung masuk, kami masih menunggu satu orang lagi (Hana). Sekilas lihat, tempat ini mirip dengan tempat wisata Djawatan yang ada di Benculuk, Banyuwangi yang sedang hits. Cuma mungkin bedanya di Taman Trembesi pepohonannya tidak sebanyak seperti yang ada di Djawatan. Pohonnya besar, kokoh dan rindang. Bikin adem. Minta jodoh yang laksana pohon Trembesi ini rek, wkwk. Tidak lama kemudian Hana datang dan tanpa menunggu lama kami segera masuk untuk mulai menjelajah tempat ini.



Taman Trembesi terletak di Jalan Rimbakaya, Kartoharjo, Kota Madiun. InsyaAllah ga sulit dicari karena jalanan di kota ga terlalu sulit dihafal kok *shombhong. Taman Trembesi sebenarnya merupakan tempat penyimpanan kayu milik KPH Madiun. Luas areanya mencapai 4,5 hektar dan hanya sekitar 70 persen yang digunakan sebagai tempat penyimpanan. Maka dari itu, daripada nganggur ga menghasilkan, lebih baik dijadikan tempat wisata. Tentunya dengan ditambah dengan beberapa fasilitas dan spot selfie.

Harga tiketnya murah banget cuma 6K per orang
Nona Langit yang lagi berada di atas pohon
Saya menikmati berada di sini. Benar-benar harta karun "oksigen" di tengah kota. Tidak hanya bersantai menikmati udara di antara pepohonan trembesi, pengunjung juga bisa menikmati kuliner di cafe yang tersedia. Untuk menguji adrenalin, bisa menjajal ATV disewakan. Pagi itu ada beberapa rombongan yang datang. Santai saja, menggelar tikar di bawah pepohonan rindang sambil makan bersama keluarga. Yang belum berkeluarga mana suaranya? wkwk.





Pengalaman pertama kali seumur hidup untuk saya naik ATV. Di kafe dekat pintu masuk tadi kami sudah tanya, satu orang bayar 25K dan hanya 3 kali putaran. Kurang sreg sama medannya yang luasnya cuma selebar lapangan voli. Kami masuk lagi cari persewaan yang di dalam, dapat harga 30K untuk 2 kali putaran. Area jelajahnya lebih panjang dan lebih menantang. Hitungannya per ATV, bukan per orang (jadi 30K dibagi 2 orang). Kami pilih yang di dalam.

Bue dan Irul (yang biasa bawa motor gigi) di depan. Saya dan Liya asik aja dibonceng di belakang. Seru banget masya Allah. Sebenarnya track yang kami lewati basic banget, tapi seheboh itu. Yah namanya aja cewek, ga seru kalo ga teriak-teriak heboh. Harus nyobain ini ya kalo ke Taman Trembesi.


Ada ustadzah naik-naik kayak begini ya Allah *tepok jidat

Dari Taman Trembesi, kami lanjut ke tujuan berikutnya yaitu makan Pentol Corah. Pada kunjungan saya yang pertama tahun 2017 lalu saya sudah kemari. Rasanya memang bikin nagih. Pedasnya itu lho yang ngangenin. Uhuk. Ga sampai setengah jam kami sampai di tempatnya. Ada banyak rumah yang berjualan pentol corah di depannya. Kami menuju salah satu rumah yang ternyata tempat yang sama saat pertama kali saya datang 2 tahun lalu.




Satu piring sedang pentol corah dihargai hanya 5K. Murah khan. Pentolnya berbentuk irisan kotak, bukan bulat seperti pada umumnya. Rasanya biasa saja sebenarnya, tidak kuat dagingnya (bahkan kayak ga berbahan dasar daging deh cuma tepung aja). Yang bikin mantap membara adalah saos pedasnya. Huuham! Selain pentol ada juga ceker crispy. Favorit saya nih karena empuk banget, setulang-tulangnya bisa dimakan (kayaknya sih dipresto). Makan pentol corah pedas paling nikmat ditemani segelas es murah meriah (ada banyak pilihan).

Katanya, jangan ngaku udah ke Madiun kalo belum makan pentol corah. Sepakat?


"Mbak, masih mau es tebu?", Bue menawarkan.
"Mauk". Cepat sekali saya jawab wkwkw.

Es tebu seger banget murah cuma 2,5K
Kurang lebih jam 3 sore, perjalanan pulang menuju Malang dimulai. Sebelumnya isi bensin terlebih dahulu di daerah Saradan. Bue rada gelisah bawa motor (efek kecapekan kali ya, nonstop). Berkali-kali doi kehilangan konsentrasi sehingga motor kami masuk ke lubang-lubang jalanan (saya sengsara di belakang wkwk). Masuk Nganjuk, saya gantian yang bawa motor. Ritmenya jadi sedikit melambat karena gabisa akutuh bawa motor ngebut-ngebut, hwek (bilang aja gabisa nyalip mobil). Jadilah bawa motor ditemani angin sepoi-sepoi. Alhamdulillah saya ga ngantukan. Harusnya kami mengejar waktu karena mau mampir dulu ke tempat wisata baru di Kediri. Alhamdulillah sampai di tempatnya masih buka. Ada sekitar sejam kuranglah untuk keliling sebentar.

Jam 17.30 kami lanjutkan perjalanan lagi. Hari sudah mulai gelap. Awalnya saya yang mau bawa motor sampai daerah Kandangan (Kediri), tapi Bue meminta untuk bawa lagi. Jalur yang cukup menantang dari mulai Kasembon sampai Kota Batu. Siang aja menantang, apalagi malam hari. Sepanjang jalan saya lebih banyak memejamkan mata (bukan tidur lho ya, saking parnonya sama kepadatan jalan) dan banyak-banyak istighfar. Belum lagi kondisi jalan yang begitu gelap tanpa lampu jalan. Ga berani nengok ke belakang, hiyyy. Alhamdulillah sekitar jam 9 malam sampai di kontrakan Ar-Rifah terrindukan (kasurnya). Harusnya bisa lebih cepat, tapi tadi di Batu mampir dulu beli Burger Buto.

Kalau kondisi lancar, perjalanan Malang - Madiun dapat ditempuh sekitar 4,5 jam dengan mengendarai motor. Rute yang kami lewati: Kota Malang - Kota Batu - Pujon - Ngantang - Kasembon - Kandangan (Kediri) - Pare - Papar - Nganjuk - Saradan (Madiun Kabupaten) - Caruban - Kota Madiun. Pulang ke Malang, kami melalui rute yang sama. Selama perjalanan pulang pergi (plus keliling di kotanya) isi bensin full tank sebanyak 3 kali. Alhamdulillah ga ada drama pecah ban atau motor macet dan lain-lain.

Tips berkendara motor dari Malang ke Madiun : (1) Numero uno dan yang paling penting, bulatkan tekad teguhkan niat dan minta keselamatan sama Allah, Maha Pelindung, (2) Pastikan motor dalam kondisi fit, diservis dulu sebelum pergi lebih baik, (3) Perhatikan waktu keberangkatan, kalau bisa pilih di jam-jam yang kira-kira jalanan ga dipenuhi sama bus-bus lintas dan truk besar, (4) Istighfar sepanjang perjalanan dan berhati-hati dalam berkendara, dan (5) Mampir tempat makan atau masjid sekiranya diri sudah gabisa diajak kompromi dan konsentrasi lagi.

Sora di depan rumah Bue

0 komentar:

Posting Komentar