Senin, 20 Mei 2019

Rasanya Baru Kemarin


Rasanya baru kemarin,
Ia meminta saya mengizinkannya untuk berhari raya di kampung halaman saya. Kami bukanlah teman dekat. Hanya sebatas teman baik yang tiap pekan dipertemukan dalam sebuah kelompok mengaji. Jujur awalnya saya agak canggung, "akan diapakan nanti ketika ia di rumah". Ah, biarlah. Biar mengalir. Ini keputusan yang 'Allah ikut andil di dalamnya', sepertinya. Bisa saja saya beralasan ini itu, apapun yang membuatnya tidak jadi berlebaran di rumah saya. Tapi saya tidak melakukan itu. Nah!

Rasanya baru kemarin,
Sesekali saat pertemuan pekanan, saya tanyakan langkah selanjutnya setelah sidang dan kemudian wisuda, dengan sangat bahagia ia katakan, pulaaang! Saya tahu, sudah semenjak pertama menginjakkan kaki di tanah rantaunya ini (Kota Malang) ia tak pernah pulang ke kampungnya. Ah, betapa rindunya ia pada keluarganya, pada kampung halamannya. Wajar saja ia begitu bersemangat untuk pulang. Ibarat kata, only God can stop her.

Rasanya baru kemarin,
Saya membelikannya tiket kereta, pulang bersama menuju kampung halaman saya. Qadarullah, keberangkatannya harus tertunda, tidak jadi berbarengan dalam satu perjalanan, karena jadwal sidang tesisnya mundur (2 atau 3 hari setelah jadwal pulang yang kami rencanakan). Sempat berpikir, mungkinkah ini cara Allah 'akan membatalkan' perjalanannya ke Lampung. Jiwa saya yang kadang introvert sejujurnya sulit untuk 'membiarkan orang asing' berkeliaran di hati saya. Kamu harus seseorang yang spesial jika ingin masuk ke dalam hidup saya lebih dalam (kenal keluarga, main dan menginap di rumah, dan sebagainya).

Rasanya baru kemarin,
Walau sendiri, ia memutuskan tetap ke Lampung. Saya memandunya lewat hape, mulai saat turun dari kereta api di Stasiun Pasar Senen. Jalan panjang menuju Lampung ia lalui (naik ojek, naik bus ke Merak, kemudian menyeberang naik kapal laut, dan naik bus lagi setelahnya menuju Bandarlampung). Saya sempat khawatir karena nomornya tiba-tiba mati, ternyata sengaja ia matikan agar nanti masih bisa menghubungi. Beberapa kali ibu saya mengingatkan untuk menanyakan, sudah sampai mana temannya?

Rasanya baru kemarin,
Siang hari di pasar menemani ibu berbelanja kemudian menerima pesannya, sudah sampai Merak. Wah, kok cepat?! Biasanya kalau saya, maghrib baru sampai di Merak. Berarti tidak lama lagi ia akan sampai. Sedikit lega sejujurnya. Mengingat perjalanan panjangnya dan ia hanya sendiri. Alhamdulillah ya Allah.

Rasanya baru kemarin,
Pukul 7 malam. Saya menerima pesannya. Ia mengabarkan sudah sampai di titik berhenti yang saya arahkan. Dengan semangat, menjemputnya di depan gerbang belakang Unila. Sambil masih terkejut, kok udah sampe cepet banget! Saya memboncengnya sambil sesekali menanyakan perjalanannya. Ada rasa senang ketika ia datang, pada akhirnya sampai di kota saya.

Rasanya baru kemarin,
Membiarkannya istirahat setelah perjalanan jauhnya (bahkan ia masih memakai kostum saat sidangnya). Saya menyuruhnya tidur di kamar saya, sendiri. Demi menjaga ke-jaim-an, saya rela tidur di ruang belakang ditemani nyamuk-nyamuk ganas. Ya Allah gini amat yak.

Rasanya baru kemarin,
Keesokan harinya, mendengarkannya bercerita tentang sidang dan segala macam proses ia menyusun tesisnya. Di titik itu, mulai tumbuh 'sesuatu'. Saya tekun mendengarkan dan membiarkannya bercerita. Bukankah komunikasi adalah koentji?

Rasanya baru kemarin,
Mengajaknya keluar keliling kota pada H-1 lebaran. Sesuatu yang anti-mainstream memang, mau lebaran malah ke pantai. Sengaja, biar ga ramai. Saya membawanya menuju Pantai Klara dan Sari Ringgung. Sebagai tuan rumah yang baik tentu harus menjamu tamunya, bukan? Jamuan saya tentu saja adalah alam yang tersaji indah di bumi Lampung Ruwa Jurai. Qadarullah, ia pun penikmat alam. Ayok aja, kalau diajak keluar. Satu kecocokan.


Rasanya baru kemarin,
Berbuka dan sahur bersama di rumah. Mempersilahkannya mencicipi masakan mamak. Masakan rumahan. Senang ketika ia bisa menikmatinya. Ia pernah bercerita, punya masalah dengan 'makan'. Perutnya tidak membiarkannya untuk makan banyak. 

Rasanya baru kemarin,
Walau dengan penuh canggung, akhirnya saya tidur sekamar dengannya. Itupun karena disuruh ibu saya dan serangan nyamuk luar biasa di ruang tengah. Ngalah deh.

Rasanya baru kemarin,
Hari raya tiba dan saya membiarkannya di rumah sendirian, karena kami sekeluarga pergi berkeliling silaturahim ke tetangga. Biarkan dia quality time, menelpon keluarganya yang pasti rindu akan kehadirannya di rumah saat hari raya. Tidak lama ia sendiri, hanya setengah hari. Setelah itu saya mengajaknya silaturahim ke Pesawaran.

Rasanya baru kemarin,
Melihatnya dengan penuh iba, lemah tak berdaya karena sakit. Bisa jadi karena saya yang terlalu memporsir tenaganya, mengajaknya main kemudian pulangnya hujan-hujanan dan kemudian makan mpek-mpek yang cukanya (kemungkinan) melemahkannya. Saya sempat diomeli ibu, karena terus-terusan mengajaknya main sampai ia sakit. Aduh. Merasa bersalah.

Rasanya baru kemarin,
Karena kondisinya yang semakin melemah dan tidak membaik, saya memintanya untuk pergi berobat. Iapun mau. Padahal tak pernah mau sebelumnya, katanya. Harus mau. Ini salah satu bentuk tanggungjawab saya karena secara tidak langsung saya yang membuatnya sakit. Huhuhu.

Rasanya baru kemarin,
Melihat episode sakitnya: Memboncengnya dengan motor menuju klinik Kosasih untuk berobat. Saya sempat takut kalau-kalau ia tidak kuat naik motor. Ambruk di jalan. Iba hati saya rasanya melihatnya begitu lemah bersandar pada tembok. Sendirian. Saya hanya menungguinya dari jauh. Tidak peka. Dalam kondisi yang sangat lemah begitupun masih harus mengurus dirinya sendiri. Selagi menungguinya, saya sempatkan mampir ke toko depan klinik membelikannya 3 buah susu beruang (yang hanya diminum satu, kemudian malah dihabiskan bapak). Sebentuk perhatian kecil yang saya harap bisa sedikit meredakan sakitnya. Ternyata ia tidak suka minum susu.

Rasanya baru kemarin,
Liburan berakhir dan kami menuju kota rantau kembali. Ia tidak langsung pulang ke Malang, masih akan menghabiskan liburannya di Jakarta dan Bekasi. Ada sedikit cemas dalam hati saya ketika kami berpisah di Stasiun Pasar Senen. Entahlah, seperti akan melepas seorang adik yang sudah lama kamu sayangi dan kamu jaga. Allah berikan rasa semacam itu

Rasanya baru kemarin,
Syawal mendekatkan dan mengikat simpul-simpul kasih sayang di hati kita.

Rasanya baru kemarin,
Tak terasa kalau itu sudah 2 tahun yang lalu. Juni 2017. 

0 komentar:

Posting Komentar