Selasa, 19 Maret 2019

Pengalaman Naik Kereta Api Malabar Malang - Bandung Kelas Bisnis


Bandung. Paris van Java. Saya ingat pertama kali menginjakkan kaki di kotanya Kang Emil sekitar awal tahun 2012 lalu. Saat itu saya dan seorang teman sedang melaksanakan magang di Perpustakaan Universitas Indonesia. Qadarullah, ada undangan dari Himpunan Mahasiswa Perpustakaan dan Ilmu Informasi (HMPII) di Universitas Padjajaran. Nekatlah kami berdua yang belum pernah ke Bandung sama sekali. Berbekal tanya-tanya sama pegawai Perpustakaan UI, kami naik bus dari Terminal Kampung Rambutan, berhenti di Terminal Leuwi Panjang. Dari sana, lanjut naik angkot 2 kali menuju Geger Kalong. Tujuan di Geger Kalong adalah kosan anak UPI (pengurus HMPII) dimana kami akan menginap. Letak kosannya dekat pondok DT-nya Aa' Gym. Buat saya, perjalanan saat itu panjang banget. Bayangin, dari jam 8-an kami dari kost di Depok, baru menjelang maghrib sampe di Bandung.

Yang bikin tambah ngenes, waktu itu saya mabuk perjalanan. Sebabnya, gara-gara masuk angin plus makan tahu jeletot yang pedesnya bikin mata melotot! Benar-benar ga menikmati Kota Bandung. Sekilas lalu aja. Tapi saya yakin, suatu hari insyaallah, Allah bakal kasih kesempatan untuk mengunjungi kota ini lagi.

[Dan akhirnya, Alhamdulillah, tengah tahun 2018 kemarin seorang sahabat baik, Allah labuhkan rizqinya di Bandung (Bandung Barat, tepatnya Lembang). Ada berkali-kali alasan tentu saja, untuk mendatangi kota ini.]

Terakhir ke Bandung, November 2018 lalu bersama adik tersayang Tika Sari Binti M. Rois. Ga lama kemudian alumni Ranu Kumbolo (Ade Abul dan Nita) menghubungi saya, mengajak melakukan trip ke Bandung. Rencana perjalanannya akan dilakukan awal Maret 2019, pas ada tanggal merah plus hari kejepit. Okay sip, insyaallah gabung. Hari berlalu, dari rencana awal yang ikut ada beberapa orang hingga akhirnya fix 4 orang: Saya, Ade, Nita dan Irul. Mereka ini adalah adik-adik di kontrakan Ar-Rifah tahun 2016 lalu.

Demi terlaksananya trip dengan baik, seperti biasa si Ade bikin grup WhatsApp. Hampir tiap hari grup ini riuh sama rencana-rencana kita bakal kemana selama di Bandung. Sebulan kurang menjelang hari H, saya dan Irul beli tiket kereta (harus beli jauh-jauh hari). Karena berangkat dari Malang bersendirian, saya putuskan untuk naik kereta yang rada nyaman. Ada dua kereta yang melayani keberangkatan Malang - Bandung yaitu Malabar dan Mutiara Selatan. Saya pilih Malabar kelas bisnis. Kenapa pilih Malabar? karena lebih dulu berangkat dan sampai Bandung lebih awal. Kenapa kelas bisnis? Karena duduknya ga hadap-hadapan sama orang (dasar introvert!).

Rencananya, saya berangkat duluan sebelum kami berempat ketemuan di meeting point yaitu hari Kamis, 7 Maret 2019 jam 12 siang di Masjid Raya Bandung. Selasa sore (5/03/2019) diantar Tika, saya menuju Stasiun Malang. Begitu sampai depan stasiun, langsung cetak boarding pass kemudian check-in masuk ke ruang tunggu. Kereta Malabar berangkat dari Stasiun Malang tepat jam 16.00 sore. Hujan deras mengiringi kepergian kereta ini dari Kota Malang. Sampai Blitar, Kediri, Tulungagung dan Nganjuk, masih hujan jugak. Saya duduk sendiri mulai dari Stasiun Malang tadi. Aman, yes!

Gunung Malabar (Sumber: tempatwisatadibandung)
Kereta Malabar merupakan kereta campuran yang terdiri dari 3 kelas yaitu eksekutif, bisnis dan ekonomi. Kalo Matarmaja diambil dari nama kota yang dilaluinya (Malang - Blitar - Madiun - Jakarta), maka Malabar diambil dari nama gunung berapi yang ada di Bandung, Gunung Malabar. Bisa juga, kepanjangan dari Malang - Bandung Raya (sa ae). Kereta ini pertama kali beroperasi pada tahun 2010. Sudah lebih dari 3 kali saya naik kereta ini, Malang ke Bandung dan sebaliknya.

Tarif penumpang Kereta Malabar kelas bisnis adalah 325K per orang (Ekonomi 250K dan Eksekutif 445K). Bedanya kelas bisnis dengan ekonomi cuma di bangku aja; Bangku kelas bisnis menghadap ke depan semua, ga berhadap-hadapan antar penumpang. Oiya, juga lebih longgar. Untuk selimut dan bantal, nyewa sendiri. Tivi juga ga ada (adanya di kelas eksekutif).


Sampai di Stasiun Balapan Solo, ada seorang bapak yang duduk di kursi sebelah saya. Akhirnya terjawab sudah misteri bangku kosong di samping saya ini. Mayanlah dari Malang - Solo sendirian. Susah payah saya berusaha untuk tidur. Kursi yang saya duduki agaknya memang sudah berumur. Bantalan tempat duduknya terasa keras saat diduduki, tidak empuk lagi. Belum lagi sandaran hidup eh, bahunya yang kurang nyaman. Ga ergonomis. Punggungku, maaak!

Di tengah deru laju kereta, sesekali saya mendengarkan musik di hape kemudian ngemil coklat yang saya bawa. Hilir mudik petugas KA yang menawarkan makanan dan minuman tidak membuat saya bergeming. Bosan. Cepet sampe dooong, dalam hati saya berujar. Kondektur yang memeriksa tiket penumpang sekarang sudah lebih modern dengan gadget di tangan, tidak lagi membawa alat seperti cetek'an gitu (manual) untuk membolongi tiket kereta. Kalo yang saya baca, cukup dengan gadget di genggaman itu kondektur mengecek siapa duduk dimana dengan siapa (?) dan juga penumpang yang batal naik. Hidup KAI!

Foto seorang ibu sedang menunaikan shalat. Tanpa bermaksud meng-genalisir, banyak dari penumpang kereta yang gak shalat pas lagi perjalanan. Padahal pihak KAI sendiri udah menyediakan fasilitas mushola di restorasi. Gausah susah-susah deh, tayammum terus shalat dijama qashar di bangku sendiri aja khan enak banget dilakuin ya sebenarnya?! Duh, jangan sampe ninggalin kewajiban satu ini, please. Kita ga akan kuat ngadepin panasnya api neraka, biar iblis aja. Selama hayat masih dikandung badan, gapernah terputus kewajiban shalat dari seorang hamba.

Perjalanan dengan moda kereta api Malang - Bandung akan begitu mengasyikkan begitu memasuki daerah Jawa Barat (dari mulai Stasiun Cipeundeuy sampai hampir masuk Bandung). Jalurnya keren banget! Inilah saat dimana kita bisa liat bagian depan dan belakang kereta, karena jalurnya membelok. Meliuk-liuk macam ular. Kereta kita juga akan melintasi jembatan rel di daerah Nagreg. Tinggiii banget! Fyi, Stasiun Nagreg merupakan stasiun tertinggi di Indonesia. Laju kereta juga ga kebut-kebut amat. Selow kayak lagunya Wahyu. Tetap selow, sungguh selow, santai... kereta ga akan kemana... 

Tanya dong: kegiatan apa yang kamu lakukan ketika sedang melakukan perjalanan jauh dengan kereta api? Saya: ngobrol, ngemil, ngorok (alias tidur). Sejujurnya saya lebih senang melakukan perjalanan ini dengan seseorang atau beramai-ramai. Krik-krik banget kalo sendirian. Buat saya, headset dan buku ga cukup jadi teman perjalanan di kereta. Harus ada makhluk hidup yang menemani hihi.


Sekitar pukul 8 lebih sedikit, Kereta Malabar tiba di Stasiun Bandung. Terlambat sekitar 15 menitan dari jadwal. Stasiun Bandung merupakan perhentian terakhir Kereta Malabar. Siapa yang mau jadi kayak stasiun ini? Menjadi hentian terakhir dari hati seseorang, hweks! Satu per satu penumpang turun dengan bawaannya. Dari ratusan penumpang yang turun ini, saya bertanya-tanya, ada ga yang udah mandi?


Turun dari kereta, saya langsung menghubungi pihak rental motor yang sebelumnya sudah dibooking sama Ade. Ada kurir yang mengantar dan ternyata mamasnya sudah menunggu di parkiran. Kami langsung serah terima motor. Saya cuma diminta memperlihatkan KTP dan SIM C lalu mengisi administrasi. Simple sih kalo menurut saya, ga ribet. Biaya sewa per hari 90K (udah termasuk antar jemput area Kota Bandung). CP Sava Rental: 0856-5921-5050. Recommended deh kalo sewa motor untuk keliling Bandung.

Siap di atas motor, menuju Lembang. Sejujurnya saya belum terlalu hafal perjalanan dari Kota Bandung ke Lembang. Langsung buka Gugel Maps. Bismillah. Rada susah sih bawa motor sendiri sambil merhatiin Maps. Tapi demi ketemu dua krucils shalih shalihah, dijabanin!

Let's go LEMBANG!

0 komentar:

Posting Komentar