Setiap orang memiliki kota kenangan, kota titik balik; kota kembali; kota yang akan ia ingat selalu di sepanjang hidupnya, walau itu adalah kota tempat lahirnya sendiri. Untuk saya, Kediri adalah kota dimana semua mimpi saya bermula. Kota yang saya akan selalu memiliki ikatan yang kuat dengannya. Sebagai salah satu kota terbesar di Jawa Timur (setelah Surabaya dan Malang), kota ini banyak dikunjungi oleh wisatawan. "Kediri Lagi" menjadi brand pariwisata yang diusung oleh kota asal Tahu Takwa ini. Konsep bahasa 'Kediri Lagi' dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana dan keyakinan yang kuat mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menggali potensi yang dimilikinya. 'Lagi' diartikan sebagai ungkapan mengajak kembali wisatawan maupun investor (sumber Kompas travel).
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Bolos Kerja Setengah Hari
Laut ga akan indah tanpa ombak yang nabrak kerasnya batu karang. Begitu juga dengan kerja, ga akan dinamis tanpa bolos-bolos dikiiit ajah. Ehe. Jumat siang (13/4/2018) sekitar pukul 13.30 saya dan Tika sudah siap melaju motor menuju Kota Tahu Kediri. Sengaja perjalanan kami lakukan siang ini, agar hari Minggu ada jeda waktu untuk istirahat sebelum Senin kembali bekerja. Sebelum memulai perjalanan panjang, isi bensin dulu full 30K.
Perjalanan kami lalui dengan senang hati sampai pada satu titik (daerah Ngantang), saya merasa rizqi saya di dunia sudah habis sehingga Allah akan mencabut nyawa saya (dan Tika) saat itu, hiyyy!. Saat akan menyalip truk, tepat di depan kami ada motor melaju kencang dan kurang awas. P-A-S-R-A-H. Inikah akhir dari perjalanan saya di dunia? Alhamdulillah, masih Allah berikan kesempatan (lagi). Kurang sepersekian detik motor di hadapan kami itu tidak minggir, dan truk yang kami salip lebih kencang atau lebih lambat, habislah sudah. Lemas seluruh badan. Tika mencengkeram badan saya kencaaang. Alangkah dekatnya nyawa ini dengan malaikat maut jika sedang berkendara di jalan raya (ya).
Perjalanan kurang lebih 3 jam Malang - Kediri sungguh membuat urat-urat kaku dan tegang. Mampirlah kami sejenak di salah satu swalayan di Kampung Inggris. Istirahat tipis-tipis sambil sedikit nostalgi zaman les dulu. Kurang lebih jam 16.30 sampai di Kediri Kota. Sebelum pergi ke penginapan, kasih kejutan dulu untuk seseorang di boncengan saya yang tadi nyawanya sempat saya bahayakan, huhu.
Perjalanan kami lalui dengan senang hati sampai pada satu titik (daerah Ngantang), saya merasa rizqi saya di dunia sudah habis sehingga Allah akan mencabut nyawa saya (dan Tika) saat itu, hiyyy!. Saat akan menyalip truk, tepat di depan kami ada motor melaju kencang dan kurang awas. P-A-S-R-A-H. Inikah akhir dari perjalanan saya di dunia? Alhamdulillah, masih Allah berikan kesempatan (lagi). Kurang sepersekian detik motor di hadapan kami itu tidak minggir, dan truk yang kami salip lebih kencang atau lebih lambat, habislah sudah. Lemas seluruh badan. Tika mencengkeram badan saya kencaaang. Alangkah dekatnya nyawa ini dengan malaikat maut jika sedang berkendara di jalan raya (ya).
Perjalanan kurang lebih 3 jam Malang - Kediri sungguh membuat urat-urat kaku dan tegang. Mampirlah kami sejenak di salah satu swalayan di Kampung Inggris. Istirahat tipis-tipis sambil sedikit nostalgi zaman les dulu. Kurang lebih jam 16.30 sampai di Kediri Kota. Sebelum pergi ke penginapan, kasih kejutan dulu untuk seseorang di boncengan saya yang tadi nyawanya sempat saya bahayakan, huhu.
Check-in Penginapan di Hotel Bismo Kediri
Menjelang maghrib kami menuju penginapan yang sebelumnya sudah saya cari infonya lewat Google Maps. Jadi enaknya kalau nyari lewat Maps itu, ada banyak review dan ulasan dari pengunjung. Ya ga terlalu update sih memang, cuma lumayanlah untuk informasi tambahan. Ada info lengkap tentang penginapan yang kita cari (nomor telpon, alamat, foto dan sebagainya). Penginapan yang kami tuju adalah Hotel Bismo yang letaknya cukup strategis di pusat kota, samping Alun-alun Kediri. Depan hotel pas, terdapat sentra wisata kuliner. Mau makan apa tinggal pilih. Mau kemana-mana juga ga terlalu jauh. Strategis dah pokonya mah.
Kalo untuk gembel traveler or budget traveler, hotel ini lumayan banget buat nginap. Salah satu yang paling murah setelah saya cari sana-sini. Awalnya pengen nyobain yang 'mewah' sekalian (punya cita-cita mulia; sebelum nikah bisa staycation di hotel yang handuk sama sandalnya bisa dibawa pulang hohoh!). Tapi kata Tika, "Mbak, kita khan cuma butuh buat tidur malam aja. Besoknya udah pergi pagi-pagi terus pulang ke Malang. Yang murah aja lah". Iyasih. Nurut.
Kalo untuk gembel traveler or budget traveler, hotel ini lumayan banget buat nginap. Salah satu yang paling murah setelah saya cari sana-sini. Awalnya pengen nyobain yang 'mewah' sekalian (punya cita-cita mulia; sebelum nikah bisa staycation di hotel yang handuk sama sandalnya bisa dibawa pulang hohoh!). Tapi kata Tika, "Mbak, kita khan cuma butuh buat tidur malam aja. Besoknya udah pergi pagi-pagi terus pulang ke Malang. Yang murah aja lah". Iyasih. Nurut.
Harga kamar junior 80K. Fasilitasnya single bed, kamar mandi dalam yang udah ada sabunnya, kipas angin (tua dan berisik bunyinya), serta roti dan segelas teh manis di pagi hari. Kamar standard B 120K, standard A 165K, VIP 225K, dan Family 265K (harga per Maret 2018). Kalo mau yang nyaman, mending pilih kamar AC sekalian. Kediri ini sungguh panasnya subhanallah.
Ke Simpang Lima Gumul Malam-Malam
Setelah mandi-yang tetep kepanasan itu, kami bersiap untuk keluar lagi. Kasian Tika sebenarnya. Terlihat jelas gurat-gurat kelelahan di wajahnya, uhuk. Belum lagi dismenore yang menyerangnya siang tadi sebelum berangkat. Tapi saya sudah menyusun invisible itinerary yang dia tidak tahu dan katanya ngikut aja, yaudah deh harus nurut hihi. Tujuan malam ini adalah Monumen SLG. Epik kayaknya lihat monumen gagah ini malam-malam. Sebelum ke Gumul, saya berencana mampir sebentar ngeliat pabrik rokok Gudang Garam.
Muter sana-sini, akhirnya ketemu juga kompleksnya. Duh, besarnya. Fyi, pabrik ini dibangun dari tahun 1958 lho. Sampai dengan sekarang, pabrik ini 'menghidupi' sebagian besar masyarakat Kediri. Pros dan Kons juga sih ya. Dari dulu perdebatan tentang rokok ga pernah ada habisnya. Pusing aing! Ga sempet berhenti atau moto pabriknya, takut disemprit sama satpam karena tindakan mencurigakan.
Sampai di Simpang Lima Gumul, bingung cari parkiran masuk. Berkali-kali kesini, dan berkali-kali pula bingung. Nemu deh tempat parkir, yang ke arah Kediri kota. Bukannya masuk dan memarkirkan motor, saya mengarahkan motor ke median jalan. Ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong disitu (berarti aman dari polisi). Kami parkir motor di situ dan menikmati Arc de Triomphe-nya Kediri ini dengan jelas dari kejauhan. Tak lama asik mengabadikan momen, "Mbak, pulang yuk", ajak Tika dengan memelas dan ngantuk. Iyelaaah -_-
Muter sana-sini, akhirnya ketemu juga kompleksnya. Duh, besarnya. Fyi, pabrik ini dibangun dari tahun 1958 lho. Sampai dengan sekarang, pabrik ini 'menghidupi' sebagian besar masyarakat Kediri. Pros dan Kons juga sih ya. Dari dulu perdebatan tentang rokok ga pernah ada habisnya. Pusing aing! Ga sempet berhenti atau moto pabriknya, takut disemprit sama satpam karena tindakan mencurigakan.
Sampai di Simpang Lima Gumul, bingung cari parkiran masuk. Berkali-kali kesini, dan berkali-kali pula bingung. Nemu deh tempat parkir, yang ke arah Kediri kota. Bukannya masuk dan memarkirkan motor, saya mengarahkan motor ke median jalan. Ada beberapa anak muda yang sedang nongkrong disitu (berarti aman dari polisi). Kami parkir motor di situ dan menikmati Arc de Triomphe-nya Kediri ini dengan jelas dari kejauhan. Tak lama asik mengabadikan momen, "Mbak, pulang yuk", ajak Tika dengan memelas dan ngantuk. Iyelaaah -_-
Pulang dari Gumul kami beli makan di pojokan trotoar samping alun-alun. Saya membeli lalapan wader (12K) dan Tika lalapan Nila (15K). Wiih, porsinya kuli. Susah payah kami menghabiskan. Tapi enak sih, recommended lah kalo pas kebetulan nyari makan di deket alun-alun. Apalagi makannya pas kelaperan #kayakKami.
Kenyang. Ngantuk.
Saatnya istirahat, saatnya menikmati hotel harga 80K yang kami pesan. Panasnya kota ini ya Allah. Kami buka jendela hotel yang berada di lantai 2 itu. Tika sudah tertidur sedari tadi. Saya masih asik main hape sambil awas memperhatikan semut gatal yang satu dua nongol di atas kasur. Tidur kurang nyenyak karena udara panas dan suara kipas angin tuwek.
Kenyang. Ngantuk.
Saatnya istirahat, saatnya menikmati hotel harga 80K yang kami pesan. Panasnya kota ini ya Allah. Kami buka jendela hotel yang berada di lantai 2 itu. Tika sudah tertidur sedari tadi. Saya masih asik main hape sambil awas memperhatikan semut gatal yang satu dua nongol di atas kasur. Tidur kurang nyenyak karena udara panas dan suara kipas angin tuwek.
Sunrise yang indah dari jendela hotel. Sinarnya yang cerah membangkitkan kembali semangat kami dan mengobati lelah hari kemarin. Demi keefektifan waktu, pagi-pagi kami langsung cek-out agar bisa langsung menuju tempat yang kami tuju, hiyaaah. Jatah kami berada di kota ini hanya sampai Sabtu sore ini saja. Serem banget kiranya harus lewat jalanan Kediri - Malang pada malam hari.
Giving Surprise ke Kebun Bunga Matahari Kediri
Salah satu akhlak yang paling baik adalah, menyenangkan hati oranglain (masih dalam koridor syar'i dong pastinya). Demi menyenangkan hati seseorang, saya tahu harus membawanya kemana.
"Mauk kemana aja di Kediri?", tanya saya pada Tika, demokratis.
"Ikut Mbak aja", jawabnya.
"Yakin?", berulang kali saya meyakinkan bahwa saya gapapa kok di-request-in ingin pergi kemana.
"Iya".
Oke berarti fix Tika belum tahu kalo ada kebun Bunga Matahari di Kediri. Tapi sengaja tidak saya beritahukan terlebih dahulu, karena belum pasti apakah sedang berbunga atau tidak. Daripada kecewa di awal, lebih baik bahagia di akhir (?). Sebenarnya sore kemarin sebelum cek-in ke Hotel Bismo, kami sudah sempat kesini. Berhubung sudah kesorean, Tika minta pokonya besok balik lagi kesini!. Okey, nurut aja deh.
Kebun Bunga Matahari di Kediri ini masuk 5 besar daftar kebun Bunga Matahari yang ada di Indonesia. Lumayan luas. Masuk sini gratis tanpa tiket masuk dan gada parkir. Sore pas kesini kemarin hanya ada satu dua orang, begitupun pagi ini. Kebun Bunga Matahari ini berada persis di sebelah kantor BNN Kota Kediri. Lahan kosong milik pemerintah yang sengaja ditanami Bunga Matahari. Keren ya.
Sebahagia Tika melihat kebun Bunga Matahari ini, sebahagia itu pula saya bisa membawanya kemari. Bunganya sedang mekar semua. Seneng banget liatnya. Itu seperti kamu melihat semua orang tersenyum cerah dan hangat padamu. Cobain deh.
Makan Siang Serba Lele di Wisata Kampung Lele Kediri
Yang suka makan lele, ngacuung! Untuk kamu lele lovers harus banget mampir ke Wisata Kampung Lele di Desa Ngadiluwih, Kediri. Berbagai olahan lele siap menjawab penasaran kamu, 'lele bisa diolah jadi apa aja sih?'. Jarak dari Kota Kediri ke Kampung Lele ini sekitar 20 menit perjalanan (dengan asumsi langsung sampai, ga pake nyasar-nyasar). Sampai di tempatnya, sudah ramai motor terparkir. Wih. Karena akhir pekan dan tanggal merah, banyak keluarga yang datang membawa anak-anak untuk berenang. Tidak ada biaya masuk, hanya parkir 2K.
Perkiraan saya, tempat ini masih ramai oleh penduduk setempat saja, belum banyak yang datang dari luar kota atau tempat jauh. Masih baru sih memang, saya kepoin tempat ini lewat IG. Suasananya 'ndeso' banget dan ini yang bikin betah. Sembari menunggui anaknya berenang, para orang tua bisa bersantai di saung-saung yang sudah disediakan sambil memesan olahan serba lele. Tapi kalo pas lagi liburan gini kurang banyak saungnya; kami sempat terlunta-lunta nyari tempat buat duduk dan ngadem. Pohonnya masih pendek-pendek, belum rimbun karena masih belum lama ditanam. Oke saatnya fokus ke tujuan awal kami kesini: makan! Langsung pesan dan bayar di kasir. Murah meriah Alhamdulillah harganya. Menu yang kami pesan sate lele plus nasi (17K), lele terbang (10K), dua gelas es jeruk (6K), nugget lele (5K) dan sempol lele (5K). Nikmatnya, sodara-sodara! Baru kali ini makan lele yang dijadiin sate. Perpaduan antara lembutnya daging lele, dibakar dengan baluran kecap yang manis, dimakan pakai bumbu kacang gurih, wiiih. Ngangenin! Nugget dan sempolnya juga recommended. Kerasa banget ikan lelenya. Teksturnya juga lembut.
Overall, semoga kedepannya Wisata Kampung Lele ini terus berbenah. Lahannya dilebarkan, saung-saung ditambah, dan wisata edukasinya benar-benar diberikan kepada pengunjung. Saya sempat lihat di banner sudah dikunjungi oleh Ibu Bupati Kediri saat pembukaannya. Harapannya, tempat semacam ini bisa membantu mengangkat perekonomian warga sekitar, seperti Kampung Coklat di Blitar.
Baca juga: Serba Cokelat di Wisata Edukasi Kampung Coklat
Perjalanan Panjang dan Penuh Liku Menuju Gunung Kelud
Biarlah judulnya selebay itu; sepadan dengan perjalanan yang kami lalui -_- Kenyang makan sepiring sate lele dan prentelan-prentelannya, saatnya menuju destinasi terakhir kami di Kediri sebelum pulang ke Malang. Salah satu destinasi andalan Jatim yang kepemilikannya jadi sengketa antara Kediri dan Blitar; Gunung Kelud. Daripada bolak-balik kalo misalkan berangkat lewat Gumul, saya menyetel Maps menuju Kelud dari Desa Ngadiluwih Kediri. Estimasi perjalanan sekitar 1 jam lewat 20 menit. Kami berangkat dari Kampung Lele sekitar pukul 11.30 siang. Membaca Maps, meraba-raba perjalanan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada mobil menyalip kemudian seorang ibu sedikit berteriak memberitahu kamu, "Mbaak, jaketnya". Ternyata jaket Tika mau jatuh -_- Kirain apa, masih trauma perjalanan pergi kemarin. Ya Allah, semoga Engkau berikan keberkahan kepada ibu itu (dan seluruh keluarganya) yang sudah peduli pada kami.
Jalanan aspal halus mulus lalu kemudian rusak-rusak kami lewati. Semakin diikuti, kok semakin masuk ke pelosok-pelosok desa. Karena bensin sudah mau habis, mampirlah kami di sebuah warung, isi bensin. Setelah bertanya sedikit dengan ibu warung, baru nyadar kalo kami berada di Blitar (lho?). Apakah kami nyasar sehingga sampai di Blitar? Kamipun tak tahu, yang pasti Maps mengarahkan kami sampai di tempat ini. Masih bingung, dan mengikuti terus saja apa maunya Maps ini. Hingga tiba pada satu titik dimana arah Maps dan penunjuk jalan berbeda. Bingung lah mana pulak yang mau kami ikuti ini. Belum lagi capek, belum lagi puanas cuacanya. Ya Allah... tunjukilah kami jalan yang lurus, bukan jalan yang nyasar dan bukan pula jalan yang mentok.
Apakah ini yang dinamakan istiqomah membawa sesat? Patuh mengikuti Maps malah membawa kami sampai ke pinggir sungai! Ya Allah... Emosi rasanya. Menenangkan diri sebentar. Akhirnya pakai Gunakan Penduduk Setempat (GPS). Dijelaskan ini itu, ya masih pusing juga, karena benar-benar ga ngerti sedang dimana kami saat ini. Kami seperti tersasar di Planet Namex. Rasanya pengen ngajak duet Cakra Khan...aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang....ou woooo! -__-
Baca juga: Kunjungan ke Kediri Lagi
(Bukan) Menjejak Gunung Kelud
Dari yang seharusnya pukul 12.30 sudah sampai, nyatanya kami baru masuk gerbang loket tiket Gunung Kelud sekitar pukul 13.30. Molor sejam wasting time ngikutin Maps yang entah maunya kemana. Sudahlah lupakan perjalanan yang bikin keringetan dan emosi tadi. Ada yang lebih penting untuk disyukuri; Gunung Kelud di depan mata. Oiya tiket masuk Gunung Kelud per orang 10K plus parkir motor 3K.
Dari parkiran motor terakhir, perlahan-lahan kami 'mendaki' jalanan aspal menuju titik terdekat ke Gunung Kelud. Sebelumnya, jalanan ini masih bisa dilalui kendaraan, namun karena beberapa bagian rusak dan membahayakan yang diakibatkan letusan tahun 2014, jadilah hanya sampai titik tertentu mobil dan motor boleh naik. Lumayanlah 'olah kaki'. Walau kelihatannya melelahkan, nyatanya banyak anak-anak, kakek-nenek dan ibu-ibu yang tampak santai 'mendaki'. Saya sih teteup, jarak sekian meter berhenti mengatur nafas, hosh hosh...
Yang selalu keren dari kawasan Gunung Kelud ini adalah bebukitan hijau di sekitarnya yang tampak mistik dan eksotik. Dari atas sini bisa kita saksikan Kota Kediri di kejauhan sana. Vegetasi hijau tampak me-recovery perbukitan yang terdampak oleh letusan hebat tahun 2014 silam. Fyi, sebenarnya Gunung Kelud ini adalah gunung aktif paling friendly yang bisa disaksikan dari dekat oleh pengunjung. Namun semua berubah semenjak lahar dan lava Kelud menyerang. Letusan tahun 2014 telah merubah hampir 100% wajah Kelud.
Sampai di atas, ada himbauan dilarang masuk. Hanya sampai di situ saja akhir dari perjalanan ngos-ngosan kami. Meski himbauan untuk tidak melewati pagar dapat pengunjung baca dengan sangat jelas, masih ada saja yang nekat menerobos melalui celah-celah yang ada. Percayalah guys, keindahan itu hanya akan diberikan pada orang-orang yang sabar, ciyeh #qotd.
Entah mulai kapan kawasan Gunung Kelud (yang sebenarnya) akan dibuka untuk umum. Tapi sebenarnya kalau lewat Blitar, bisa melihat ke danau kawahnya langsung namun treknya lebih terjal dan tidak mungkin dilalui oleh keluarga. Kalo kamu tipe traveler pemburu spot-spot selfie, kini di jalanan masuk menuju Kelud banyak tempat wisata seperti Rumah Durian, Rumah Coklat, Rumah Madu, Taman Bunga, dan beberapa tempat menarik lainnya. Tinggal pilih deh. Oiya kalo berkunjung ke Kelud, jangan lupa untuk membeli nanas yang dijual sepanjang jalur menuju Kelud. Jalan-jalan belum lengkap bila belum membawakan jajanan khas sebagai buah tangan, cmiiw!
Malang, Home Sweet Home
Mendung tampak menggelayut di bawah sana. Saatnya pulang. Belum ada setengah jam perjalanan, hujan mengguyur lebat. Ya Allah, tak pernah tertinggal kisah 'kehujanan' di setiap episode traveling yang kami lewati, uhuy. Sampai di Pasar Wates Kediri, ada dua pilihan jalan terbentang. Langsung menuju Pare atau lewat Simpang Lima Gumul. Rencana awal, lewat Gumul kemudian mampir sebentar ke Monumen SLG (lagian saya taunya jalan lewat situ). Bismillah, setelah melobi Tika, ('insyaallah nanti ke Gumul-nya lain kali kalo ada kesempatan lagi ya') kami lewat jalan yang langsung menuju Pare. Isi bensin full sekali lagi sebelum perjalanan pulang (28K). Ternyata lebih dekat, karena kami tidak perlu memutar lewat Gumul. Tau-tau langsung di Pare.
Jalanan menantang adalah sepanjang Kasembon sampai dengan Kota Batu. Untung saja Tika yang bawa. Walau hanya bisa jadi buntutnya mobil-mobil, setidaknya kami aman. Sampai daerah bawah paralayang, macet ga karuan. Kebayang gak sih macet di turunan tajam nan curam? Kota Batu selalu padat tiap akhir pekan dan liburan panjang. Sedikit lebih lama karena padatnya kendaraan, Alhamdulillah biidznillah sekitar habis Isya, berakhirlah perjalanan panjang Malang - Kediri - Malang.
Welcome home Malang-ku yang sejuk (namun sekarang mulai puanasss).
Salah satu akhlak yang paling baik adalah, menyenangkan hati oranglain (masih dalam koridor syar'i dong pastinya). Demi menyenangkan hati seseorang, saya tahu harus membawanya kemana.
"Mauk kemana aja di Kediri?", tanya saya pada Tika, demokratis.
"Ikut Mbak aja", jawabnya.
"Yakin?", berulang kali saya meyakinkan bahwa saya gapapa kok di-request-in ingin pergi kemana.
"Iya".
Oke berarti fix Tika belum tahu kalo ada kebun Bunga Matahari di Kediri. Tapi sengaja tidak saya beritahukan terlebih dahulu, karena belum pasti apakah sedang berbunga atau tidak. Daripada kecewa di awal, lebih baik bahagia di akhir (?). Sebenarnya sore kemarin sebelum cek-in ke Hotel Bismo, kami sudah sempat kesini. Berhubung sudah kesorean, Tika minta pokonya besok balik lagi kesini!. Okey, nurut aja deh.
Penjaga kebun *mauknya |
Ada yang butuh kehangatan? Sok kesini aja atuh |
Sebahagia Tika melihat kebun Bunga Matahari ini, sebahagia itu pula saya bisa membawanya kemari. Bunganya sedang mekar semua. Seneng banget liatnya. Itu seperti kamu melihat semua orang tersenyum cerah dan hangat padamu. Cobain deh.
Makan Siang Serba Lele di Wisata Kampung Lele Kediri
Yang suka makan lele, ngacuung! Untuk kamu lele lovers harus banget mampir ke Wisata Kampung Lele di Desa Ngadiluwih, Kediri. Berbagai olahan lele siap menjawab penasaran kamu, 'lele bisa diolah jadi apa aja sih?'. Jarak dari Kota Kediri ke Kampung Lele ini sekitar 20 menit perjalanan (dengan asumsi langsung sampai, ga pake nyasar-nyasar). Sampai di tempatnya, sudah ramai motor terparkir. Wih. Karena akhir pekan dan tanggal merah, banyak keluarga yang datang membawa anak-anak untuk berenang. Tidak ada biaya masuk, hanya parkir 2K.
Perkiraan saya, tempat ini masih ramai oleh penduduk setempat saja, belum banyak yang datang dari luar kota atau tempat jauh. Masih baru sih memang, saya kepoin tempat ini lewat IG. Suasananya 'ndeso' banget dan ini yang bikin betah. Sembari menunggui anaknya berenang, para orang tua bisa bersantai di saung-saung yang sudah disediakan sambil memesan olahan serba lele. Tapi kalo pas lagi liburan gini kurang banyak saungnya; kami sempat terlunta-lunta nyari tempat buat duduk dan ngadem. Pohonnya masih pendek-pendek, belum rimbun karena masih belum lama ditanam. Oke saatnya fokus ke tujuan awal kami kesini: makan! Langsung pesan dan bayar di kasir. Murah meriah Alhamdulillah harganya. Menu yang kami pesan sate lele plus nasi (17K), lele terbang (10K), dua gelas es jeruk (6K), nugget lele (5K) dan sempol lele (5K). Nikmatnya, sodara-sodara! Baru kali ini makan lele yang dijadiin sate. Perpaduan antara lembutnya daging lele, dibakar dengan baluran kecap yang manis, dimakan pakai bumbu kacang gurih, wiiih. Ngangenin! Nugget dan sempolnya juga recommended. Kerasa banget ikan lelenya. Teksturnya juga lembut.
Overall, semoga kedepannya Wisata Kampung Lele ini terus berbenah. Lahannya dilebarkan, saung-saung ditambah, dan wisata edukasinya benar-benar diberikan kepada pengunjung. Saya sempat lihat di banner sudah dikunjungi oleh Ibu Bupati Kediri saat pembukaannya. Harapannya, tempat semacam ini bisa membantu mengangkat perekonomian warga sekitar, seperti Kampung Coklat di Blitar.
Baca juga: Serba Cokelat di Wisata Edukasi Kampung Coklat
Perjalanan Panjang dan Penuh Liku Menuju Gunung Kelud
Biarlah judulnya selebay itu; sepadan dengan perjalanan yang kami lalui -_- Kenyang makan sepiring sate lele dan prentelan-prentelannya, saatnya menuju destinasi terakhir kami di Kediri sebelum pulang ke Malang. Salah satu destinasi andalan Jatim yang kepemilikannya jadi sengketa antara Kediri dan Blitar; Gunung Kelud. Daripada bolak-balik kalo misalkan berangkat lewat Gumul, saya menyetel Maps menuju Kelud dari Desa Ngadiluwih Kediri. Estimasi perjalanan sekitar 1 jam lewat 20 menit. Kami berangkat dari Kampung Lele sekitar pukul 11.30 siang. Membaca Maps, meraba-raba perjalanan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ada mobil menyalip kemudian seorang ibu sedikit berteriak memberitahu kamu, "Mbaak, jaketnya". Ternyata jaket Tika mau jatuh -_- Kirain apa, masih trauma perjalanan pergi kemarin. Ya Allah, semoga Engkau berikan keberkahan kepada ibu itu (dan seluruh keluarganya) yang sudah peduli pada kami.
Jalanan aspal halus mulus lalu kemudian rusak-rusak kami lewati. Semakin diikuti, kok semakin masuk ke pelosok-pelosok desa. Karena bensin sudah mau habis, mampirlah kami di sebuah warung, isi bensin. Setelah bertanya sedikit dengan ibu warung, baru nyadar kalo kami berada di Blitar (lho?). Apakah kami nyasar sehingga sampai di Blitar? Kamipun tak tahu, yang pasti Maps mengarahkan kami sampai di tempat ini. Masih bingung, dan mengikuti terus saja apa maunya Maps ini. Hingga tiba pada satu titik dimana arah Maps dan penunjuk jalan berbeda. Bingung lah mana pulak yang mau kami ikuti ini. Belum lagi capek, belum lagi puanas cuacanya. Ya Allah... tunjukilah kami jalan yang lurus, bukan jalan yang nyasar dan bukan pula jalan yang mentok.
Apakah ini yang dinamakan istiqomah membawa sesat? Patuh mengikuti Maps malah membawa kami sampai ke pinggir sungai! Ya Allah... Emosi rasanya. Menenangkan diri sebentar. Akhirnya pakai Gunakan Penduduk Setempat (GPS). Dijelaskan ini itu, ya masih pusing juga, karena benar-benar ga ngerti sedang dimana kami saat ini. Kami seperti tersasar di Planet Namex. Rasanya pengen ngajak duet Cakra Khan...aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang....ou woooo! -__-
Baca juga: Kunjungan ke Kediri Lagi
(Bukan) Menjejak Gunung Kelud
Dari yang seharusnya pukul 12.30 sudah sampai, nyatanya kami baru masuk gerbang loket tiket Gunung Kelud sekitar pukul 13.30. Molor sejam wasting time ngikutin Maps yang entah maunya kemana. Sudahlah lupakan perjalanan yang bikin keringetan dan emosi tadi. Ada yang lebih penting untuk disyukuri; Gunung Kelud di depan mata. Oiya tiket masuk Gunung Kelud per orang 10K plus parkir motor 3K.
Dari parkiran motor terakhir, perlahan-lahan kami 'mendaki' jalanan aspal menuju titik terdekat ke Gunung Kelud. Sebelumnya, jalanan ini masih bisa dilalui kendaraan, namun karena beberapa bagian rusak dan membahayakan yang diakibatkan letusan tahun 2014, jadilah hanya sampai titik tertentu mobil dan motor boleh naik. Lumayanlah 'olah kaki'. Walau kelihatannya melelahkan, nyatanya banyak anak-anak, kakek-nenek dan ibu-ibu yang tampak santai 'mendaki'. Saya sih teteup, jarak sekian meter berhenti mengatur nafas, hosh hosh...
Jadi
sebenarnya kalau sebelum tahun 2014, sebelum meletus, pengunjung akan
benar-benar melihat Gunung Kelud dari dekat. Setelah meletus itu,
pengunjung hanya diperbolehkan sampai di titik tertentu saja karena
kawasan Gunung Kelud dan sekitarnya masih dalam tahap perbaikan dan
rehabilitasi.
Yang selalu keren dari kawasan Gunung Kelud ini adalah bebukitan hijau di sekitarnya yang tampak mistik dan eksotik. Dari atas sini bisa kita saksikan Kota Kediri di kejauhan sana. Vegetasi hijau tampak me-recovery perbukitan yang terdampak oleh letusan hebat tahun 2014 silam. Fyi, sebenarnya Gunung Kelud ini adalah gunung aktif paling friendly yang bisa disaksikan dari dekat oleh pengunjung. Namun semua berubah semenjak lahar dan lava Kelud menyerang. Letusan tahun 2014 telah merubah hampir 100% wajah Kelud.
Sampai di atas, ada himbauan dilarang masuk. Hanya sampai di situ saja akhir dari perjalanan ngos-ngosan kami. Meski himbauan untuk tidak melewati pagar dapat pengunjung baca dengan sangat jelas, masih ada saja yang nekat menerobos melalui celah-celah yang ada. Percayalah guys, keindahan itu hanya akan diberikan pada orang-orang yang sabar, ciyeh #qotd.
Entah mulai kapan kawasan Gunung Kelud (yang sebenarnya) akan dibuka untuk umum. Tapi sebenarnya kalau lewat Blitar, bisa melihat ke danau kawahnya langsung namun treknya lebih terjal dan tidak mungkin dilalui oleh keluarga. Kalo kamu tipe traveler pemburu spot-spot selfie, kini di jalanan masuk menuju Kelud banyak tempat wisata seperti Rumah Durian, Rumah Coklat, Rumah Madu, Taman Bunga, dan beberapa tempat menarik lainnya. Tinggal pilih deh. Oiya kalo berkunjung ke Kelud, jangan lupa untuk membeli nanas yang dijual sepanjang jalur menuju Kelud. Jalan-jalan belum lengkap bila belum membawakan jajanan khas sebagai buah tangan, cmiiw!
Malang, Home Sweet Home
Mendung tampak menggelayut di bawah sana. Saatnya pulang. Belum ada setengah jam perjalanan, hujan mengguyur lebat. Ya Allah, tak pernah tertinggal kisah 'kehujanan' di setiap episode traveling yang kami lewati, uhuy. Sampai di Pasar Wates Kediri, ada dua pilihan jalan terbentang. Langsung menuju Pare atau lewat Simpang Lima Gumul. Rencana awal, lewat Gumul kemudian mampir sebentar ke Monumen SLG (lagian saya taunya jalan lewat situ). Bismillah, setelah melobi Tika, ('insyaallah nanti ke Gumul-nya lain kali kalo ada kesempatan lagi ya') kami lewat jalan yang langsung menuju Pare. Isi bensin full sekali lagi sebelum perjalanan pulang (28K). Ternyata lebih dekat, karena kami tidak perlu memutar lewat Gumul. Tau-tau langsung di Pare.
Jalanan menantang adalah sepanjang Kasembon sampai dengan Kota Batu. Untung saja Tika yang bawa. Walau hanya bisa jadi buntutnya mobil-mobil, setidaknya kami aman. Sampai daerah bawah paralayang, macet ga karuan. Kebayang gak sih macet di turunan tajam nan curam? Kota Batu selalu padat tiap akhir pekan dan liburan panjang. Sedikit lebih lama karena padatnya kendaraan, Alhamdulillah biidznillah sekitar habis Isya, berakhirlah perjalanan panjang Malang - Kediri - Malang.
Welcome home Malang-ku yang sejuk (namun sekarang mulai puanasss).
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Konsep bahasa "Kediri
Lagi" dipilih karena bagian kebanggaan berbahasa Indonesia. Berarti juga
merepresentasikan ungkapan ramah, sederhana, dan keyakinan yang kuat
mengenai Kabupaten Kediri yang akan terus menerus menggali potensi
dirinya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Kediri Lagi", Logo Pariwisata Terbaru Kediri ", https://travel.kompas.com/read/2015/03/18/180900827/.Kediri.Lagi.Logo.Pariwisata.Terbaru.Kediri..
Penulis : Kontributor Kediri, M Agus Fauzul Hakim
Whaaa ngeliat kebun bunga matahari nya bikin envy pol-pol an
BalasHapustapi senang bisa membaca ini,
dan Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan mbak2,
lain kali hati-hati ya bawa motornya :*