Ada satu tempat yang saya impikan dari zaman dahulu kala; sebelum suka main kesana-sini, sebelum Allah berikan kesempatan untuk 'berani' menjelajah bumi-Nya. Tempat yang saya saksikan keelokannya pertama kali lewat layar kaca dan seiring waktu berganti belum terpikirkan bagaimana caranya saya untuk bisa kesana. Dataran Tinggi Dieng. Tanah Dewa Dewi. Terletak diantara dua kota besar di Jawa Tengah, Wonosobo dan Banjarnegara. Hingga pada suatu waktu, sembari 'mengantar' seorang adik mengunjungi temannya di Jogja, wanderlust saya memberikan sebuah ide: sekali jalan, dua tempat terlampaui. Saya ajak Tika sekalian untuk ke Dieng.
"Sebelumnya tau gak tempat ini (Dieng)?", tanya saya pada Tika.
"Engga Mbak", jawabnya polos.
Gubrak.
Perjalanan kami mulai dari Jogja (ternyata setelah saya cari-cari, dari daerah timur banyak yang ke Jogja dulu untuk transit kemudian melanjutkan perjalanan ke Wonosobo). Di jogja, tak lupa bersilaturahim dengan seorang mbak yang baiknya kebangetan (uhuk!) yang dulu sekantor di Malang. Sebut saja ia Mbak Muna. Beliau jadi abdi negara di Jogja. Niatnya sewa motor untuk keliling Jogja dan Dieng, Alhamdulillah dipinjamkan si Ucup, motor Mio Scoopy kesayangan beliau.
Dataran Tinggi Dieng adalah kawasan vulkanik aktif di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. Dieng memiliki ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 12—20 °C di siang hari dan 6—10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian. Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah. [Wikipedia]
Berbekal mengucap nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan tenaga tambahan setelah sebelumnya 'numpang' tidur siang di kost teman Tika, dimulailah perjalanan kami mengarungi jalanan lintas Jateng (kurang lebih pukul setengah 2 siang). Jalanan padat kendaraan, jalanan sepi dengan view memanjakan mata, sampai jalanan curam nan terjal terlewati. Sekitar Maghrib menjelang, Alhamdulillah sampailah kami di daerah Kejajar, Dieng Wonosobo. Langsung check-in ke Penginapan Bu Djono yang beberapa hari sebelumnya sudah saya booking. Saatnya rehat dan mengendurkan urat-urat. Hanya satu pikiran yang terlintas saat itu, "males mandi (!)". Dinginnya ya Allah...
Rute yang kami lewati: Kota Jogja - Sleman - Tempel - Magelang - Secang - Temanggung - Parakan - Kertek - Wonosobo - Garung - Kejajar - Dieng.
Transportasi ke Dieng
Seperti halnya menuju Roma, banyak juga jalan menuju Dieng. Kalau mau naik pesawat, bandara terdekat adalah Bandara Adi Sucipto di Jogja. Dari sini kamu bisa lanjut dengan bus atau sewa mobil/motor. Mau naik kereta jugak bisa. Ambil kereta jurusan Purwokerto atau Jogja kemudian lanjut naik angkutan umum (bus). Pada dasarnya, semakin mutus-mutus berarti biayanya semakin murah. Dan sebaliknya.
Penginapan?
Sebagai salah satu tempat wisata yang tersohor di Indonesia sejak zaman dulu kala, penginapan tumbuh subur di wilayah ini. Selain kamu bisa cari di agen booking hotel online dengan pilihan budget yang bisa disesuaikan, kamu juga bisa cari review-nya di blog orang (saya pilih yang kedua).
Setelah cari sana-sini di internet, saya japri langsung via WA di Penginapan Bu Djono yang murah meriah. Review penginapan ini juga bagus dan cukup memuaskan. Tersedia air panas (awalnya ga terlalu mentingin, ternyata baru sampai disana langsung terjawab betapa harusnya kamu cari penginapan yang ada fasilitas air panasnya). Mamasnya ramah, baik hati tidak sombong. Kami diberikan pengarahan harus kemana saja dan mana tempat untuk didatangi terlebih dahulu (agar efektif). Kalo mau nginap di sini, jangan lupa booking dari jauh-jauh hari ya.
Naik apa selama di Dieng?
Daerah Dataran Tinggi Dieng semacam satu kawasan yang lokasi wisatanya saling berdekatan. Saran saya untuk benar-benar bisa menikmati berlibur di tempat ini, ada baiknya untuk sewa mobil (untuk banyak orang atau keluarga) atau motor. Selain lebih fleksibel, mau kemana-mana juga mudah. Jangan berharap banyak pada angkutan umum di daerah sini. Ribet, men.
Dataran tinggi Dieng (DTD) adalah dataran dengan aktivitas vulkanik di bawah permukaannya, seperti Yellowstone ataupun Dataran Tinggi Tengger. Sesungguhnya ia adalah kaldera dengan gunung-gunung di sekitarnya sebagai tepinya. Terdapat banyak kawah sebagai tempat keluarnya gas, uap air dan berbagai material vulkanik lainnya. Keadaan ini sangat berbahaya bagi penduduk yang menghuni wilayah itu, terbukti dengan adanya bencana letusan gas Kawah Sinila 1979. Tidak hanya gas beracun, tetapi juga dapat dimungkinkan terjadi gempa bumi, letusan lumpur, tanah longsor, dan banjir. Selain kawah, terdapat pula danau-danau vulkanik yang berisi air bercampur belerang sehingga memiliki warna khas kuning kehijauan. Secara biologi, aktivitas vulkanik di Dieng menarik karena ditemukan di air-air panas di dekat kawah beberapa spesies bakteri termofilik ("suka panas") yang dapat dipakai untuk menyingkap kehidupan awal di bumi. [Wikipedia]
Ngapain aja di Dieng?
Kawasan Dataran Tinggi Dieng layaknya tempat berlibur keluarga yang sangat pas dengan keindahan dan kekayaan alamnya, udara yang sejuk, fenomena alam serta warisan cagar budaya untuk menambah ilmu pengetahuan serta mengenang masa lalu dan mengambil ibrah dan hikmah dari bencana dan fenomena alam yang pernah terjadi di sana. Lalu apa saja aktifitas menyenangkan yang bisa kita lakukan di sana? Cekidot, yak!
Catching golden sunrise on Puncak Sikunir dan menyaksikan deretan pegunungan di Jawa Tengah dari Negeri Atas Awan
Catching golden sunrise on Puncak Sikunir dan menyaksikan deretan pegunungan di Jawa Tengah dari Negeri Atas Awan
Kalau kamu ketik di Google, 'best golden sunrise in Indonesia' maka jawaban pertama yang muncul adalah Dieng (Sikunir atau Gunung Prau). Menurut beberapa ulasan website perjalanan, Puncak Sikunir adalah salah satu tempat menyaksikan golden sunrise terbaik di Indonesia. So, how to catch the sun? Di tengah nyenyaknya tidur malam kamu karena udara yang begitu dingin, setel alarm jam 3 malam (atau untuk berjaga-jaga bisa pesan pada penjaga penginapan untuk membangunkan). Jangan lupa pakai jaket tebalmu karena dibutuhkan perjuangan ekstra melawan udara dingin yang minus sekian derajat celcius (apalagi kalau naik motor dan agak gelap karena kabut lumayan tebal). Untuk sampai ke Puncak Sikunir, siapkan stamina untuk trekking yang lumayan, tapi banyak ibu-ibu yang masih bisa sampai atas kok (patokannya ibu-ibu!). Jangan lupa shalat subuh dulu, bisa di tempat parkir sebelum naik, atau jaga wudhu terus shalat di puncak (kalo khawatir ga keburu).
Sekitar 1 jam trekking, sampai di atas, akan sudah banyak orang-orang yang juga menunggu sunrise. Pilih tempat terbaik. Dan kemudian sabar. Maha Baik Allah dengan segala keindahan yang Ia ciptakan. Perlahan semburat jingga mulai terlihat di ufuk timur. Ada awan hitam sisa semalam yang masih menaungi; bertanya-tanya dalam hati: ini mendung atau memang belum waktunya sang surya untuk menampakkan diri? Detik ke menit, menit ke jam; sang surya yang tidak pernah lebih lambat atau lebih cepat datang; selalu tepat waktu, persis seperti yang diperintahkan oleh Rabb-nya.
That's sunrise!
The golden one.
Sekitar 1 jam trekking, sampai di atas, akan sudah banyak orang-orang yang juga menunggu sunrise. Pilih tempat terbaik. Dan kemudian sabar. Maha Baik Allah dengan segala keindahan yang Ia ciptakan. Perlahan semburat jingga mulai terlihat di ufuk timur. Ada awan hitam sisa semalam yang masih menaungi; bertanya-tanya dalam hati: ini mendung atau memang belum waktunya sang surya untuk menampakkan diri? Detik ke menit, menit ke jam; sang surya yang tidak pernah lebih lambat atau lebih cepat datang; selalu tepat waktu, persis seperti yang diperintahkan oleh Rabb-nya.
That's sunrise!
The golden one.
Setelah sampai Puncak Sikunir dan menyaksikan matahari terbit, jangan terlena atau hanya berleha-leha ya. Banyak spot ketje yang bisa kamu eksplor keindahannya. Naik dan terus naik ke atas dimana ada bekas jalan setapak, ikutin aja terus. Kamu bakal nemu gardu pandang Dieng yang epik banget di foto dari kejauhan. Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, dan beberapa puncak gunung lainnya terlihat jelas dari sini. Menikmati matahari bersinar dari atas sini, dengan udara yang sejuk tak terlalu menyengat, maka ni'mat dari Allah mana lagi yang bisa didustakan?!
Panas-panasan uap di Kawah Sikidang
Dataran Tinggi Dieng adalah wilayah epik dengan kawah-kawah yang tersebar di wilayahnya. Salah satu yang lumayan 'jinak' dan ramai dikunjungi adalah Kawah Sikidang. Sewaktu saya kemari, hari sudah sangat sore, after rain. Tidak ada pengunjung lain selain saya dengan Tika. Mistis-mistis gimana gitu (jadi inget film Kera Sakti episode lagi di kayangan). Asap menyembul dari dalam tanah. Ada juga semacam kawah dengan air belerang yang mendidih (telor rebus mode on). Tidak berlama-lama di tempat ini, karena asap belerang yang pekat mengganggu fungsi pernapasan kami. Sudah cukup waktu beberapa saat untuk mengagumi ciptaan Allah yang begitu keren ini. Masya Allah!
Sikidang adalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa). [Wikipedia]
Sikidang adalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa). [Wikipedia]
Flashback Dieng masa lampau di Dieng Plateau Theater
Walaupun terkenal sebagai daerah yang indah, ternyata Dieng di masa lampau banyak menyimpan kenangan pilu. Sudah berapa nyawa yang melayang akibat gas beracun ataupun kawah yang meletus di kawasan ini. Dieng seperti sebuah wilayah yang memiliki bom waktu, yang bisa meletus kapan saja. Dalam gedung teater mini ini kita akan disuguhkan selayang pandang Dieng Plateau; kekayaan alamnya, adat budaya, keunikan, serta bencana alam yang pernah terjadi dan sampai saat ini masih terus mengancam penduduk Dieng.
Nyobain kentang khas Dieng
Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu daerah penghasil kentang tertinggi di Indonesia. Jadi kalo kamu ke Dieng, wajib banget namanya makan kentang. Kentang disini banyak olahannya. Everyday kentang lah pokonyaaa. Surganya kentang lover. Harganya variatif. Bisa beli kentang goreng di tiap warung makan yang ada di sana. Ada juga yang berupa jajanan pinggir jalan. Beli kentang mentah untuk dibawa sebagai oleh-oleh juga bisa. Jangan terlewat untuk cobain juga kentang mini yang dijual sepanjang jalur naik ke Sikunir.
Napaktilas sejarah di Kompleks Candi Arjuna
Selain berwisata alam, di Dieng kita juga bisa belajar sejarah masa lampau lewat beberapa situs candi yang tersebar di beberapa titik. Salah satu yang harus dikunjungi adalah kawasan Candi Arjuna yang letaknya cukup strategis. Situs candi yang merupakan bekas peninggalan kerajaan Hindu ini merupakan salah satu bukti tertua masuknya agama Hindu di Indonesia. Tapi yang menakjubkan, menurut informasi penduduk sekitar, saat ini hampir seluruh masyarakat Dieng beragama Islam.
Jangan lupa nyobain makanan khas Wonosobo, Mie Ongklok
Salah satu yang ngebuat kita pengen balik lagi ke suatu tempat yang udah kita datengin itu apa? saya: kulinernya! Jadi kalo pergi kemana-mana, selalu cari makanan khasnya. Mie ongklok- agak aneh terdengar- mirip mie ayam, cuma ini lebih kental kuahnya. Istimewanya, makannya ditambah dengan seporsi sate sapi dan tempe kemul (kemul = selimut). Salah satu kedai Mie Ongklok yang harus pake banget kamu cobain adalah Mie Ongklok Longkrang yang ada di Kota Wonosobo. Sekitar 45 menit dari Dieng. Kalo perjalanan pulang ke arah Jogja, insyaallah ngelewatin. Jangan lupa cobain dan siap-siap kangen deh sama rasanya. (Harga seporsi Mie Ongklok Longkrang = gatau, karena ditraktir oleh seorang teman yang rumahnya di Wonosobo)
Trekking santai ke Bukit Batu Pandang Ratapan Angin; tempat menyaksikan Telaga Warna dan Telaga Pengilon
Ada sesuatu yang terlihat indahnya ketika dipandang dari kejauhan. Untuk tujuan itulah saya dan Tika 'mendaki' Bukit Batu Pandang Ratapan Angin untuk menyaksikan Telaga Warna dari kejauhan. Ada beberapa spot cantik tempat kamu bisa mengabadikan momen dengan latar belakang Telaga Warna dan Telaga Pengilon di kejauhan sana. Walau judulnya 'bukit', tenang saja, untuk orang yang sudah berumur bisa kok mendatangi tempat ini. yang penting ati-atiii aja.
Telaga Warna yang suka berubah-ubah warna
Turun dari Bukit Batu Pandang Ratapan Angin, saatnya mendekat langsung pada Telaga Warna. Whiii masya Allah. Telaga yang kadang warnanya hijau, lalu biru kemudian kuning ini menjadi beda-beda warnanya karena kandungan sulfur yang tinggi berpadu dengan sinar matahari. Di sisi telaga, ada jogging track yang bisa kamu ikutin sembari jalan santai sambil mengobrol mengelilingi telaga ini.
Telaga Warna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, yang letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain adalah yang membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yang terbentuk seperti rawa kecil. Telaga Merdada, adalah merupakan yang terbesar di antara telaga yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Airnya yang tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yang sekadar berkeliling dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat. [Wikipedia]
Telaga Warna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung, Telaga Pengilon, yang letaknya bersebelahan persis dengan Telaga Warna, uniknya warna air di telaga ini bening seperti tidak tercampur belerang. Keunikan lain adalah yang membatasi Telaga Warna dengan Telaga Pengilon hanyalah rerumputan yang terbentuk seperti rawa kecil. Telaga Merdada, adalah merupakan yang terbesar di antara telaga yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Airnya yang tidak pernah surut dijadikan sebagai pengairan untuk ladang pertanian. Bahkan Telaga ini juga digunakan para pemancing untuk menyalurkan hobi atau juga wisatawan yang sekadar berkeliling dengan perahu kecil yang disewakan oleh penduduk setempat. [Wikipedia]
Visiting Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa
Sembungan merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa yang ga perlu payah kamu daki, bisa didatangi dengan naik kendaraan. Desa sejuk yang menawarkan panorama khas pedesaan ini berada pada ketinggian 2.306 mdpl ini (masih lebih tinggi dari Desa Argosari Lumajang (2.000 mdpl), Desa Ranu Pani (2.100 mdpl). Kalo kamu berencana untuk berburu golden sunrise Sikunir, bisa menginap di desa ini. Tersedia banyak homestay yang bisa kamu sesuaikan dengan budget. Mau coba untuk merasakan berbaur bersama penduduk asli Dieng, melihat keseharian mereka beraktifitas, cobalah untuk berada lebih lama di desa ini.
Well, Perjalanan di atas adalah gambaran trip selama 3 hari 2 malam. Jika kamu memiliki lebih banyak waktu (saya rasa 3 hari 3 malam cukup), kamu bisa mengeksplor lebih banyak lagi tempat yang ada di kawasan Dataran Tinggi Dieng ini. Selain itu, waktu yang lebih banyak juga bisa kamu gunakan untuk berburu golden sunrise Sikunir yang cuacanya ga selalu cerah. Pertimbangan lainnya, ada banyak waktu untuk mengeksplor, merenungi, mentafakkuri berbagai fenomena alam yang ada di sini sehingga bisa kita ambil hikmah maupun ibrahnya (ga cuma main- main dan liburan aja).
Dieng adalah salah satu 'tanda' betapa kerennya Allah menciptakan bumi yang kita diami ini. Dengan rahmat dan sayang-Nya, Dia jadikan bumi ini seimbang; Adanya Dataran Tinggi Dieng yang rawan bencana namun begitu subur, kaya akan sumber daya alam, memberikan penghidupan dan kehidupan bagi penduduk di sekitarnya. Tempat yang eksotis, dimana hawa dingin berpadu dengan panas bumi, ladang-ladang hijau milik petani menyatu dengan lubang uap panas yang mengepulkan asap tebal. Kawasan wisata yang berdampingan dengan pipa-pipa besar milik pemerintah yang mengolah uap panas menjadi sumber daya bermanfaat untuk kemaslahatan banyak orang.
Dieng, the best place to escape. Tempat terbaik untuk 'melarikan diri'; Melarikan diri dari kepenatan, melarikan diri dari kesibukan tiada henti, melarikan diri dari kepanasan, dan melarikan diri dari pak bos #eh #bolosKerja #tidakUntukDitiru.
**Credit thanks to Mbak Muna yang udah 'merelakan' si Ucup berada di tangan saya (kapan si Ucup diajakin ke Malang, Mbak?), untuk Fida yang memberikan tumpangan di kost-nya selama di Jogja (semoga Allah memuliakan orang-orang yang memuliakan tamunya), untuk Annas yang udah traktir Mie Ongklok dan beliin oleh-oleh khas Dieng, dan untuk Tika :)
Ntar awak ke jatim lg ya mb. Waiting for me. Aahahahaha
BalasHapussaya pernah ke Dieng, tapi sampai sekarang masih penasaran tempat yang namanya dukuh lagetang
BalasHapus