Saya pernah melalui hari-hari yang tiap bergantinya itu memberikan
semangat baru. Yup! itu ketika magang di UI. Ada banyak hal baru yang saya
dapatkan sebagai pembelajaran tiap harinya sehingga tidak sabar untuk menjalani
hari berikutnya. Begitupun dengan mengenalnya dan membersamainya! Ia, seorang
bocah "aneh bin ngeselin tapi ngangenin" yang Allah takdirkan untuk
masuk dalam puzzle kehidupan saya. Saya pernah menceritakan tentang awal
pertemuan kami disini.
Kini seiring berjalannya hari, semakin banyak waktu yang kami
habiskan bersama, semakin terurai bagaimana aselinya ia dan aselinya saya. Dan
beginilah kami menjalani pertemanan (atau apapun itu namanya) yang Allah
berikan.
***
Dari awal saya bertemu dengannya, Allah sudah menitipkan Rahman
Rahiiim-Nya untuk saya berikan padanya. Awal ia berada di kontrakan Ar-Rifah, (entah
kenapa) ia selalu flu; bersin-bersin dan ingusan (hehe). Suatu hari setelah
saya pergi dari suatu tempat, saya membelikannya wedang jahe (jujur, baru itu
saya bisa sepeduli itu dengan oranglain). Juga pernah, saya mengajaknya untuk
berbuka puasa (ayyamul bidh) di suatu tempat. Sebelumnya, kami shalat dahulu di
Masjid Muhajirin lalu baru pergi makan (ah, bahkan saya masih ingat takjil yang
saya beli waktu itu, teh Ra**k dan Ri**l). Disana kami saling bercerita. Untuk
ukuran seseorang yang baru kemarin saya temui, saya sudah banyak bercerita padanya
dan mendengarkan banyak ceritanya. Setelah itu, hari ke hari semakin banyak
waktu kami habiskan bersama.
***
Yang paling 'aneh' sebenarnya ketika saya mengajaknya untuk pergi
ke Tulungagung. Kayak ga mungkin gitu… (ngapain coba ngajakin dia yang baru
datang di hidup saya, sementara banyak adik-adik lain yang sebelumnya juga
dekat dengan saya?!). Cerita perjalanan kami di Tulungagung bisa dibaca disini.
Keesokan hari setelahnya, saya mendapati secarik kertas dan sebotol minuman
(yang mungkin ia pikir itu adalah minuman kesukaan saya, karena beberapa kali
ia melihat saya membelinya) di meja kerja saya. Melted!
***
Dia spontan. Apa yang ingin ia lakukan, maka ia lakukan. Kadang
dan sering malah, saya tidak bisa membedakan dia sedang jujur atau bohong, bercanda
atau serius.
***
Itu aneh. Disatu sisi saya sedang jengkel dengannya karena suatu
hal. Namun disisi lain otak saya sedang merencanakan sebuah perjalanan,
mengunjungi tempat keren dengannya. How can it be?!
***
Ia memberi saya feel baru dalam hobi fotografi saya. Memberi sudut
pandang baru dalam menangkap suatu objek. Lebih utuh. Lebih luas cakrawala
pandang. Memperhatikan detail kecil. Sesuatu yang sebelumnya tidak terlihat
menarik untuk saya, ternyata bisa jadi objek yang menarik. Ia memberi saya
banyak foto-foto indah! Selalu, ia asal pose dan saya asal memotret. Jadilah
foto bagus! Tak pernah saya mengarahkan ia untuk berpose macam apa (karena
memang saya seorang yang kurang care dengan hal-hal seperti itu).
***
Wajahnya begitu komikal. Begitu pula dengan suaranya. Begitu banyak
tawa yang ia berikan lewat wajah dan suara itu. Apalah lagi tangan hangatnya.
***
Jika ada yang bertanya-tanya, kenapa saya bisa sedekat itu
dengannya, lebih banyak waktu pergi travelling berdua dengannya, padahal ia
terlihat sangat 'cuek', sering mengerjai saya, biasa-biasa saja pada saya. Bagi
saya, setelah semua yang ia berikan pada saya, ia sangat pantas mendapatkannya!
Bahkan apa yang saya berikan, it's nothing dibanding apa yang telah ia berikan
pada hidup saya.
***
Melihat sifat dan sikap nya, terkadang mengingatkan akan saya yang
dulu. Ada beberapa sifat yang kami sangat (sangat) mirip, terutama sifat yang
kurang baik. (tapi ada juga sih beberapa yang baik). Maka dari itu, kadang saya
merasa aneh sendiri jika menasehatinya, karena saya juga seperti itu -_-
***
Ia sering sekali 'mengerjai' orang berumur ini. Ada saja hal aneh
yang ia lakukan. Pernah, ia memberikan KTM nya pada saya. Ia bilang ada sesuatu
untuk saya di loker, ambil aja. Ternyata apa? Buku perpus yang mau ia
kembalikan. Masih banyak lagi. Ia juga pintaaaar sekali membuat saya jengkel.
Hati saya mendidih. Tapi jujur, ketika sudah tidak bersamanya, bercanda
dengannya, saya rindu. Jika sudah sangat ampunnya menghadapinya, hanya satu
yang bisa saya lakukan. Diam, dan melihat ke dalam mata cokelat bulatnya. Lama-kelamaan
akan hilang sendiri kesal saya.
***
Jika moodnya sedang baik, tidak banyak tugas dan sibuk dengan
urusannya sendiri, ia sungguh bisa menjadi mood booster saya. Dari yang awalnya
saya sedang mengantuk, jengkel atau kesal karena masalah kerja atau apa, begitu
ia datang menemui, bertingkah aneh dan membuat saya tertawa, maka mood saya
akan kembali membaik. Seringnya begitu.
***
Dia tidak pernah sukses melakukan farewell dengan saya. Entah apa
yang ada dipikirannya ketika meninggalkan saya pergi. Saya hanya ingin ia
normal layaknya yang lain berpamitan pada saya. Tapi tak pernah. Selalu pulang
tanpa pamit, tanpa terlihat. Eh, dia hanya sukses melakukannya saat pertama
kali pulang setelah masuk kontrakan. Waktu itu dia malah meminta saya untuk
mengantarnya ke stasiun. Jika mengingat waktu itu, dan membandingkan caranya
kini berpamitan pada saya, waaah rasanya amazing sekali. Kok bisa?!
***
Ia sering sekali "mengomeli" saya. Pernah waktu itu
sehabis maghrib saya menyetel musik hingga terdengar ke kamarnya. Kemudian ia
masuk ke kamar saya dan mengingatkan saya bahwa waktu itu adalah waktu yang
sakral. Jadi mari diisi dengan bacaan Qur'an maupun mengaji (padahal
sebelum-sebelumnya juga saya tidak pernah melakukannya. Entah malam itu lagi
kesambet apa ). Ia juga sering mengomeli saya jika saya memarkir motor tidak
benar. Sungguh bukan mau saya sembarangan seperti itu. Saya hanya sedang "belajar".
Tapi saya selalu menuruti perkataannya. Selalu terngiang "omongannya yang
pedas" itu.
***
Kami suka gunung. Kami suka laut. Kami suka jalan-jalan. Kami suka
langit. Kami suka memandang matahari terbit, juga matahari tenggelam. Kami suka
fotografi. Kami suka ceroboh. Kami suka saling menjengkelkan. Kami suka keukeuh
dengan pendapat sendiri. Kami tidak suka mengalah. Kami tidak perduli dengan
hape ketika sedang pergi keluar bersama. Kami tidak suka mall. Kami tidak suka
ada orang lain di kamar kami. Kami tidak suka diatur tentang suatu hal yang
tidak kami punya pengetahuan tentangnya.
***
Saat dibonceng motor olehnya, saya seperti ingin merekam mimik
wajahnya. Ia begitu lihai. Walau suka grasak-grusuk, tapi saya nyaman dibonceng
olehnya. Kenyamanan ini saya sadari pertama kali ketika dibonceng awal dia
masuk kontrakan (saat itu motor saya dpinjam beberapa hari oleh seorang adik,
saya beberapa kali minta diantarkan ke tempat kerja oleh adik-adik kontrakan,
termasuk dia). Selanjutnya saat perjalanan jauh ke Tulungagung. Padahal
"orang berumur" macam saya ini suka banyak maunya kalau dibonceng.
Cenderung pilih-pilih karena kadang lebih memilih jalan kaki dibanding bertaruh
nyawa, deg-degan dibonceng oleh bocah-bocah yang terkadang seperti preman
jalanan bawa motornya.
***
Jika saya yang membonceng, maka ia akan menutup mata (alias tidur)
karena lambannya saya membawa motor. Dan jika ia yang membawa motor, saya juga
akan menutup mata (karena takut!).
***
Jika berapa hari saja tak bersua dengannya, saya kerap
memimpikannya. Dari mulai mimpi yang seram sampai biasa-biasa saja. Aneh -__-
***
Di suatu pagi, "mbak aku ga kuliah ya? Aku di perpus aja
sampe sore, mau baca. |Ya jangan lah. Kuliah sana| Tapi mbak anterin aku ke
kelas| Yoek!| Saya mengikutinya ke kelas. Sampai dosennya hampir datang (setelah
itu memburu langkah karena harus segera berada di layanan). Dan begitu sampai
lantai 3, whoaaa mahasiswa sudah mengular untuk mengembalikan buku.
***
Pernah, saya mengirim pesan via WhatsApp padanya, "Nid,
tungguin saya tidur. Nanti kalo saya udah tidur, Nida balik ke kamar Nida lagi|
Yaaaa|". Saya membuka pintu kemudian ia tidur di sebelah saya. Mengajak
saya berbincang hal-hal yang sebenarnya ga nyambung, saya bilang apa eh dia
bilang apa (maklum sudah malam, ngantuuuk!). Ternyata malah dia tertidur sampai
pagi di kamar. Itu adalah momen paling merasa dekat dengannya (she knew my
weakness).
***
Ia kerap berlaku aneh pada saya. Pernah, saya ingin menjemputnya
ke stasiun sepulang ia dari rumahnya. Ia tidak membalas pesan saya sama sekali,
malah ia minta dijemput oleh yang lain. Entahhhlah... Ada juga di suatu hari,
ia mengirim pesan pada saya di sela kesibukannya menjadi panitia di acara
organisasi dan jurusannya, "Mbak ke Bumiaji tapi jangan pulang dulu ke
kosan. GA BOLEH!!! TERLARANG!!!". Saya menurut saja. Ternyata apa? Dia sudah
mengangkut karpet kamar dan selimut serta peralatan mandi saya! Eggghhhhhh....!
Setelah itu kala fajar, kami melihat gugusan bintang dan indahnya the city of light
Batu dari atas atap lantai 3. Dia mencoba untuk menunaikan janjinya mengajak
saya tidur beratap langit berbintang (akhirnya benar-benar terwujud saat di
Kenawa kemarin).
***
Kami pernah memiliki saat-saat yang berat (sangat sering malah!).
Waktu yang kami habiskan bersama malah kebanyakan hard time dibanding warm
time. Sama-sama keras kepala, kekeuh dengan pendapat sendiri. Sangat sering
beradu argumen akan suatu hal, tidak ada yang mau mengalah! Bagaikan batu
bertemu batu, jadinya apa hayo? Yup, percikan api. Begitulah. Dalam satu waktu
kami bisa sangat akrab, tertawa bersama, beberapa menit kemudian kami bisa
begitu menegang. Bisa juga kami diam-diaman tanpa membicarakan apapun selama
berjam-jam, padahal cuma berdua. Hoaah.
***
Disuatu petang yang lelah, pulang dari lembur. Saya iseng berkata
padanya untuk tidak dekat-dekat saya, karena saya belum mandi. Jarak 1 meter| Yaudah|
Lalu ia turun dari tangga duluan| Mbak aku mau pulang jalan| Kalo sampe buka
pintu itu, saya ga pulang!| Dia membuka pintu dan meninggalkan saya sendiri. Sukses
100% membuat saya merasa bersalah.... Saat itu saya benar-benar tidak ingin
pulang. Namun kemudian, mem-press ego. Akhirnya saya belikan ia sesuatu, dan
saya lampirkan secarik kertas didalamnya, "maaf...". Uh! benar-benar
belajar sabar sama bocah satu ini.
***
Kami banyak sekali memperbincangkan banyak hal. Saya selalu
nyambung membicarakan hal apapun dengannya. Ia teman bicara yang baik, walau
kadang sering ngeyel. Tapi benar, dari lubuk hati yang dalam dapat saya katakan
ia adalah teman bicara yang cerdas. Saya sangat jarang menemui seseorang yang
saya bisa berbincang banyak hal apapun padanya. Perbedaan umur kami cukup jauh,
namun kami nyambung.
***
Saya punya banyak sekali nama alias untuknya. The Fire. Lion.
Smart Kid. Browny Eyes. Belantara Amazone. Bocaaah!. Werewolf. Unta. Buaya.
Miss Elephant. Groot. Chicken. Aligator. Tyranosaurus. Itu adalah nama
selentingan yang sembarang ia katakan dan membuat saya terbahak mendengarnya.
***
Membersamainya itu layaknya masuk ke arena gladiator... lelah.
Bagaimana saya harus bersikap atas sifat dan sikapnya yang seperti ini, itu. Suka
sekali berubah. Masuk ke hatinya itu seperti masuk ke belantara hutan amazone,
atau Madagascar deh. Misterius. Penuh kejutan. Susah ditebak. Seperti bertemu
Anaconda yang akan melilit sekujur tubuhmu, atau piranha yang akan menggigit
bagian tubuhmu sedikit demi sedikit. Atau malah bertemu suku pedalaman amazone
yang akan merebusmu bulat-bulat, atau dibunuh secara perlahan (seraaaam!). Atau
masuk ke Kebun Raya Bogor? (jujur, sampai saat ini saya tidak bisa menebak
hatinya! Orang yang sangat sulit ditebak arah pikirnya).
***
Ia adalah seorang yang cerdik, akalnya selalu bermain. Juga
pintar, teman diskusi yang baik. Bahkan saya pernah berkata padanya ,"Nid,
ntar kalo saya keluar negeri ikut saya aja ya. Saya angkat anak". haha! Saya
tidak pernah segan untuk meminta pendapatnya atas hal-hal penting dalam hidup
saya. Saya mempercayainya.
***
Ia memberi saya perspektif atau sudut pandang indah dalam
memandang sesuatu. Kami punya satu kesamaan untuk satu hal ini sepertinya.
Ketika saya memperlihatkan pohon berbunga misalnya, atau langit biru cerah,
jika bukan dengan dia, maka (mungkin) datar saja tanggapan yang diberikan. Tapi
ketika saya memperlihatkan atau menunjukkan padanya, mata coklat bulatnya
selalu menunjukkan antusias. Saya suka berbagi hal indah dengannya.
***
Hey, dia paham diam saya. Dia juga penganalisa yang baik. Dia tahu
ketika saya berkata tidak jujur. Dia tahu ketika saya tidak senang akan sesuatu.
Dia paham ketika saya tidak setuju atau kurang sepakat atas apa yang ia
lakukan.
***
Dia adalah seseorang yang sangat memegang kata-katanya. Saya selalu
mendapatinya dari awal bertemu sampai dengan saat ini. Pernah waktu itu di
suatu malam ia menjanjikan akan memasakkan nasi goreng untuk saya sahur. Sebelum
subuh saya tunggu ia untuk mengetuk pintu kamar saya namun sampai subuh berlalu
tidak juga ia lakukan. Kemudian paginya ia mengkonfirmasi. Ia tidak jadi
memasakkan saya karena suatu hal.
***
Ia selalu berkata, "aku ini keras kepala, susah diomongin,
bebal, blah blah blah.. tapi kenapa mbak bisa deketnya sama
aku?!?;"*&¥%@". Entahlah. Saya juga bingung. Mungkin ini bisa
jadi salah satu episode on the spot "kumpulan pertanyaan yang tidak terjawab
(unsolved question)" hahah!
***
Saya suka mendengarkan penjelasannya akan buanyak hal. Saya
benar-benar memperhatikannya layaknya murid yang sedang mengambil ilmu pada seorang
guru.
***
Saya suka caranya memberikan pengalaman berbeda pada hidup saya.
Saya suka caranya memaksa saya melakukan sesuatu. Berboncengan tiga ke kampus.;
Jalan kaki ngos-ngosan ke kampus (padahal ada motor); Memaksa saya tidur di
kamarnya; Memaksa saya memakai "sandal kebesarannya" haha!; Memaksa
saya meminum banyak minuman dan makanan 'aneh'. Masih banyak lagi.
***
Tak ada yang pernah membuat saya tertawa, sebanyak ia membuat saya
tertawa. Juga, tak ada yang mampu membuat saya jengkel, kesal, menahan emosi,
ego, sebanyak ia melakukannya pada saya. Entahlah... lebih banyak jengkel atau
tawa yang ia berikan -_-
***
Ukhuwwah kami kadang seperti Tom and Jerry. Seperti Andy Dufresne
dan Ellis Redding (film Shawshank Redemption). Seperti Ikal dan Arai. Saat
paling akur bagi kami berdua adalah ketika sedang mengambil foto dan pergi ke
suatu tempat baru.
***
Saya suka ketika dia mengenalkan teman-temannya pada saya. Dia
membuat lingkaran pertemanan saya bertambah luas.
***
Saya ingat di suatu malam di Alun-alun Kota Batu, ia berkata,
"aku ini orangnya bosenan. Aku ini orangnya ga suka didua-in. Ketika udah
ada seseorang yang udah deket sama dia, yaudah aku mundur" (kurang lebih
begitu deh redaksinya). Pernah di suatu siang waktu itu, 3 hari setelah
perjalanan kami ke Jakarta, ia datang ke perpus. Dia tidak tahu (sepertinya)
kalau saya melihat ia datang. Ia hanya ke kamar mandi sebentar, kemudian turun
tanpa menyapa saya sama sekali. Tumben. Tidak pernah seperti itu. Entah kenapa.
Apa karena seseorang yang ia temui di kamar mandi yang kemudian membuat moodnya
hilang, atau ia memang hanya sekedar mau numpang ke kamar mandi. Setelah itu ia
buat status yang menurut saya agak aneh pada bbm nya. Ah entahlah, sampai saat
ini saya tidak pernah membahas hal itu langsung padanya.
***
Saya hampir bisa mengingat setiap hal hangat yang ia berikan; Mematikan
lampu kamar ketika tiba-tiba saya tertidur. Membawa saya selamat sampai dirumah
di setiap perjalanan kami. Menyisihkan lauk ketika saya lembur. Memberi saya lollipop.
Membelikan jus untuk berbuka puasa. Menunggui saya pulang lembur. Masih banyak
lagi.
***
Kini kami (akan) sudah tidak satu rumah lagi. Saya akui, akan
sangat kehilangannya.
***
Maaf, sungguh maaf. Belum bisa menjadi seorang saudara, sahabat,
kakak, ibu (???) mbak kontrakan, mbak perpus (atau bagaimanapun ia menganggap
saya) yang baik. Yang memberikan teladan. Yang mencurahkan hangat kasih sayang.
Yang mampu ingatkan dia akan-Nya.
***
Sampai detik saya membuat tulisan ini, saya masih bertanya-tanya,
"seperti apa ia menganggap saya? apakah sebagai seorang teman? kakak kah??
atau malah ibu??? (haha!). Tak pernah ia menulis tentang saya (secara
personal). Yang tertulis darinya hanya sekedar, "mbak kontrakan",
"mbak perpus". Biarlah. Toh apa yang ia perbuat, sudah sangat lebih
dari cukup untuk sekedar dikatakan sayang. Saya bisa melihat kasih sayang dari
matanya, merasakannya dari caranya memperlakukan saya.
***
Terima kasih sudah menjadi salah satu bagian dari puzzle kehidupan
saya. Hadirnya yang baru sebentar ini, sudah memberikan begitu banyak pelajaran
dalam hidup saya. Entah akan sampai kapan kebersamaan ini akan berakhir. Bisa
besok, lusa, hitungan minggu, bulan, atau malah tahun. Namun saya berharap,
surga lah yang menjadi akhir.
***
Begitu banyak perjalanan yang kami lakukan bersama. Begitu banyak
hikmah yang Allah selipkan pada setiap episode kebersamaan kami. Begitu banyak
cerita yang tercipta selama hampir satu tahun ini. Tak cukup rasanya satu
tulisan ini untuk berbagi banyak hal yang kami lewati bersama.
***
Saya menyayangimu karena Allah, Z. Ich liebe dich weil Allah. Je
t'aime parce que Allah. Te amo porque Allah. Jeg elsker deg fordi Allah. Ik hou
van je omdat Allah. Mahal kita dahil ang Allah. Nakupenda kwa sababu Allah.
Main Allah kyonki aap pyaar.
NB: Ditulis secara marathon dari Bulan November sampai hari ini
0 komentar:
Posting Komentar