Satu lagi bukti keagungan penciptaan Allah yang dipunyai negeri kita Indonesia tercinta ini, Air Terjun Tumpak Sewu. Dari pertama kali liat di Instagram, ga mungkin kalo ga pengen ke sini. Cuma air yang jatuh dari atas ke bawah gitu doang, bisa indah banget diliat ya?! Dan kabar baiknya, lokasi air terjun ini ga jauh dari Kota Malang-ku tercinta.
Tujuh orang. 4 motor. Kami berangkat cukup pagi; Rute yang akan kami lewati adalah Malang - Bululawang - Turen - Dampit - Ampelgading. Hari itu agak kurang cerah. Baru mau masuk Dampit, hujan mengguyur deras sekali. Kami berteduh cukup lama di pom bensin (sempet sarapan di warung juga). Gerimis kecil-kecil, kami memutuskan untuk lanjut perjalanan kembali. Ternyata di jalan hujan mengguyur lebih deras lagi. Mantep banget dah ujan-ujanan. Mana saya ga bawa (ga punya) jas hujan pulaaa. Pasrah diguyur. Fyi, jalan yang kita lewati adalah lintas Malang - Lumajang. So, walaupun jalannya ga terlalu lebar dan berkelok-kelok, tapi rame oleh bus-bus kecil dan truk. Ini jadi tantangan tersendiri. Harus pintar-pintar nyalip. Kalo ga pintar, ya sabar.
Air Terjun Tumpak Sewu ini letaknya di perbatasan antara Malang
dengan Lumajang. Kalo dari Lumajang letaknya di Desa Sidomulyo Kecamatan
Pronojiwo. Sementara kalo dari Malang berlokasi di Desa Sidorenggo
Kecamatan Ampelgading. Secara administratif, air terjun ini masuknya ke Kabupaten
Lumajang. Kami lewat pintu masuk Malang. Setelah itu segera saja memarkir kendaraan di rumah warga (5K) dan membayar tiket masuk per orang 10K. Cukup murah untuk air terjun seindah itu woohoo! Kalo di Malang air terjun ini namanya Coban Sewu.
Dari parkiran di rumah warga menuju air terjun, kami melewati kebun salak penduduk. Saya terpeleset di sini (pertama). Ga lama kemudian, track yang harus kami lewati adalah jalan setapak menurun yang cukup curam. Kudu pelan-pelan asal kelakon. Dan ga lama kemudian, terdengar suara aliran air yang begitu deras. Tumpak Sewu di depan mata! Asik khan, trekking ga jauh udah nemu beginian. Ga kayak di Coban Pitu Pujon Kidul dan yang ada di Tumpang. Itu kita harus trekking sampe termehek-mehek dulu baru ketemu cobannya.
Kebahagiaan pertama setelah melewati semua rintangan dan sampai tempatnya |
Karena habis hujan, suasananya mistis-mistis berkabut gimanaa gitu. Cuma bisa tertegun ngeliat pemandangan (sangat) indah di depan mata. Ya Allah bagus banget. MasyaaAllah. Too good to be true! Sepanjang mata memandang di depan sana, hijau. Seger banget (kayak abis mandi alamnya).
Anti plonga-plongo plonga-plongo club gara-gara liat air terjun ini |
Foggy waterfall (padahal siang bolong ini lho) |
Sepertinya kami menjadi pengunjung pertama hari itu. Baru kemudian ada dua orang lagi. Sepi. Entah karena hujan, atau karena kebanyakan datang melalui pintu Lumajang. Perlahan kabut mulai hilang. Jreng jreng! Lebih jelas lagi keindahan di depan sana. Surga lebih indah lagi khan, ya Allah?
Squad lengkap |
Air Terjun yang memiliki ketinggian 120 meter ini kelihatan megah banget. Mirip panggung orkestra bwesarrr. Kenapa dinamakan Coban Sewu atau Tumpak Sewu? Sewu (dalam Bahasa Jawa) berarti seribu; Istilah untuk menggambarkan banyaknya mata air di air terjun ini (walau sebenarnya ga nyampe seribu jugak). Buanyak lah pokonya.
Heavenly waterfall |
Squad jilbab pink (ga janjian padahal) |
Walau lelah dan bukan perjalanan yang mudah menuju tempat ini, bisa saya lihat kepuasan di wajah teman-teman. MasyaaAllah. Seneng deh ya kalo ngajakin rombongan ke suatu tempat, terus mereka terpuaskan gitu fakir maennya wkwkw.
Sebanyak apa rasa bahagia kamu berikan pada orang lain, bukan jaminan sebanyak itu pula orang lain akan memberikannya pada kamu. Hanya, yakinlah, tiap rasa bahagia yang kamu berikan pada hati seseorang, Allah akan membalasnya dengan berlipat-lipat kebahagiaan pula. Tidak di dunia, berarti di akhirat.
Oiya belum lama ini Air Terjun Tumpak Sewu jadi rebutan. Jadi ceritanya, Pemkab Lumajang mengajukan destinasi ini dalam ajang Anugerah Wisata Jawa Timur 2018 Oktober lalu. Kemudian menang, kemudian Pemkab Malang proteslah sama Disbudpar Jatim sebagai penyelenggara. Pemkab Malang merasa, Tumpak Sewu bukan punyanya Lumajang (aja). Hmm, rumit. Sama kayak kasusnya Gunung Kelud yang jadi 'rebutan' Pemkab Kediri sama Blitar, guys. Andaikan mereka bisa bicara, terserah deh milih mau masuk kemana.
Kenapa pulak pake rebutan sih ya?
Tidak cukup menikmati keindahan di depan mata ini saja, sebenarnya kami bisa turun ke bawah. Suwer bagus banget kalo dari bawah! Selain itu bisa juga sekalian mengunjungi Goa Tetes. Qadarullah, tangga yang bisa dibuat turun ke bawah sedang ditutup (dalam perbaikan). Lagian ngeri juga bentuk tangganya. Masih konvensional banget. Ga ada alat keselamatan apapun. Jatuh ya jatuh.
Foto di bawah adalah momen ketika saya terpeleset (kedua kalinya). Medan yang akan saya lewati untuk menuju satu spot foto lumayan licin. Kepleset dah! Walhasil telapak tangan sedikit robek. Jadilah pejalan bijak ya. Jangan hanya demi foto yang kekinian, anti-mainstream, sampe mengabaikan keselamatan.
Kok sodaranya jatoh, sempet-sempetnya moto?!
KEPLESET...! |
Dibalik foto (yang keliatannya) keren, ada perjuangan untuk mengambilnya. Sama aja kayak hidup ini. Dibalik kehidupan (yang keliatannya) bahagia milik orang lain, dia sebelumnya bisa jadi udah berdarah-darah dulu lho perjuangannya. Kita aja yang gatau prosesnya. So, jangan jadi orang iri-an. Bersyukur atas hidup yang udah Allah kasih. Dan jangan juga terlalu berlebihan 'membagi kebahagiaan' di dunia maya. Takutnya di iriin sama orang. B aja.
Kalo dari pintu masuk Malang, panorama view dimana kita bisa menikmati Tumpak Sewu masih belum terlalu aman menurut saya (berdasarkan kunjungan Juli 2017). Pagarnya masih berupa bambu sederhana yang dibuat sedemikian rupa. Treknya licin, apalagi kalo musim ujan, kudu hati-hati banget. Semoga ini bisa jadi pehatian Pemkab Malang kedepannya.
Puas cekrek sana-sini, sekitar jam setengah 2 siang kami pulang. Masih siang udah pulang? Abisnya cuaca hari itu masih ga menentu kayak perasaan kamu ke aku, hweks! Lagian, karena perjalanan pertama kali, pulang ke Malang tuh rasanya kayak jauh banget. Menghindari kemalaman jugak sih.
Nita menumpahkan air keruh...! |
Sebelum pulang, kami istirahat dulu di rumah warga dimana kami memarkirkan motor. Kami disambut dengan ramah, khas Indonesia pokonya lah. Kami juga menumpang ke kamar mandi, lalu duduk santai di bale-bale sambil makan gorengan. Isi tenaga sebelum ngelawan bis dan truk di jalanan.
Perjalanan ke Ampelgading berarti juga perjalanan ke air terjun keren lainnya (ada Air Terjun Kapas Biru, Coban Srengenge dan masih banyak lagi). Kalo cuaca cerah dan punya cukup waktu, jangan cuma ke Tumpak Sewu aja. Kunjungi juga tempat indah lainnya. Kabarkan pada dunia kekayaan alam Indonesia dan jangan lupa jaga kelestariannya biar anak cucu kita (ciyeeh kita), kebagian menyaksikan keindahannya langsung.
Selamat berair terjun ria!
0 komentar:
Posting Komentar