"Mbak ayok nyebrang. Nanti diantar ke 4 tempat. Bukit Mereseq, Batu Payung, Tanjung Bongo terus ke Goa ini. Nanti waktunya Mbak yang atur sendiri. Bisa lama", si abang promosi.
"Berapa?", saya iseng nanya, mau tau aja.
"Berapa?", saya iseng nanya, mau tau aja.
"250", kata abangnya.
"Enggak (lah) bang makasih". Mundur teratur.
Baru saja motor yang saya dan Tika kendarai sampai di parkiran Pantai Tanjung Aan, sudah 'riuh' beberapa orang menghampiri kami untuk menawarkan jasa menyeberang. Belum juga napas bang, batin saya. Agak tergiur sebenarnya. Tika pengen ke Pantai Batu Payung. Tapi kemudian meluruskan niat kembali dan mengingat bahwa perjalanan kami masih akan panjang nantinya dan masih membutuhkan banyak biaya. Abangnya ga nyerah, kami terus diikuti sampai duduk di sebuah gubuk. Hadeuh harus pake bahasa apa lagi nih bilang Enggak!
Senin (13/05/2018) pagi itu, Mbak Juh memulai aktifitasnya dengan bersiap untuk mengajar, sementara saya dan Tika dari pagi udah mandi udah necis, bersiap menuju Lombok Tengah, mengeksplor pantai-pantai eksotik yang ada di sana. Sengaja kami jadwalkan di hari Senin untuk menghindari keramaian publik di tempat wisata. Perjalanan di mulai dari daerah Ampenan, menuju jalan by pass BIL, kemudian melewati beberapa wilayah sepi di Lombok Tengah. Sampai daerah Rembitan, kami berhenti sebentar untuk foto depan plang Desa Adat Sade. Ga pengen mampir karena takut kesiangan, next time kalo ada rizqi ke Lombok lagi insyaallah.
Deretan pantai kece badai bisa kita temui di wilayah Lombok Tengah. Semua pantai ini rata-rata masih belum banyak terjamah dan terjaga keindahannya. Biasanya, kita hanya perlu membayar tiket masuk saja atau uang parkir saja (ga dua-duanya). Gubuk yang disediakan untuk berteduh pun tak perlu bayar (kecuali payung untuk berjemur yang memang disewakan). Eksplor pantai kali ini tidak terlalu kami paksakan. Tidak menarget harus datang ke berapa pantai; sesanggupnya saja. Pantai pertama yang kami datangi adalah Pantai Tanjung Ann. Kami membayar tiket masuk untuk dua orang 5K.
Sampai di Tanjung Ann, banyak yang menawari kami sewa perahu untuk menyeberang. Beda seperti pertama kali saya kemari tahun 2016 lalu, pantai ini cukup ramai saat kami datang pagi itu, padahal week day. Kami berencana istirahat sejenak sambil mencari gubuk kosong. Ada seorang inaq yang menghampiri kami di gubuk, menawarkan kain. Ingat kata-kata Mbak Juh, kalo mau beli kain di sekitaran pantai gapapa, tapi jangan lupa ditawar. Harganya lumayan murah kok, ga kalah kualitasnya sama yang di Sade.
Setelah cukup tenaga terkumpul kembali, yuk saatnya beraksi. Pantai Tanjung Ann diliat dari mana-mana emang bagus. Pasir putihnya kontras banget sama air laut yang biru kehijauan atau hijau kebiruan (?). Tidak hanya pasir sehalus tepung, di bagian pantai yang lain (sebelah kanan) ada juga pasir merica-nya. Coba deh lepas alas kaki kamu injak langsung pasir mericanya, geli-geli gimana gitu. Pantai Tanjung Ann ini keliatan 'agak' sedikit kotor, tapi bukan kotoran limbah manusia melainkan semacam rumput-rumputan laut gitu. Mungkin karena letaknya yang seperti teluk (ya), jadinya ombak atau arus laut yang membawa sampah-sampah ini terdampar di pantai. Agak ngerusak view, sih.
Pas dulu kesini, saya melihat banyak bule dan hanya beberapa pengunjung lokal (soalnya pas bulan puasa). Hari ini pantai ini ramai sekali oleh orang lokal dan hanya ada beberapa orang wisatawan asing. Kami menyusuri Pantai Tanjung Ann menuju ke bukit di sebelah kanannya, Bukit Mereseq. Matahari tidak terlalu terik tapi cukup membuat kepala kami ngebul kepanasan. Angin yang bertiup kencang sedikit membuat kesal karena menerbangkan jilbab dan pakaian sehingga kami harus waspada #auratterbuka. Kenceng banget dah, suer!
Bukit Mereseq dapat dicapai dari Pantai Tanjung Ann kurang lebih 20-30 menit berjalan kaki. Semakin ekstrem medan yang kita tempuh (dalam artian manjat-manjat dengan kemiringan sampai 45 derajat), maka semakin cepat kita sampai. Ini untuk anak-anak muda aja deh. Kalo bawa anak kecil atau orang tua, lebih baik lewat jalan yang udah disediain. Bukit Mereseq lagi peralihan nih, dari hijau ke kuning. Belum sepenuhnya kuning, masih ada yang hijau-hijau di beberapa titik. Adilnya Allah memberi; saya suka kuning, Tika ingin hijau. Kamu team mana? Golkar apa PPP *lhooo.
Di bawah terik matahari, perlahan-lahan kami menyusuri jalan setapak untuk naik ke atas. Ini adalah bagian 'ngenes' dari sebuah perjalanan yang jarang orang pikirkan; tauknya foto bagus aja gitu, gatau perjalanan menuju kesana. Sebentar jalan, sebentar duduk, tarik napas, jalan lagi. Gitu terus sampe kulit manggis ada ekstraknya (eh khan udah ya?).
Bukit Mereseq memang eksotis. Wajar jika band kenamaan Indonesia, Geisha dan Isyana Sarasvati membuat lokasi syuting video klipnya di sini. Belum lagi puluhan bahkan ratusan video dokumenter atau semacam video motivasi dengan latar belakang bukit ini. Emang bagus sih. Dan yang bagus ini, ga sulit mencapainya, cuma sekitar sejam dari bandara. Ga perlu payah-payah trekking, jugak. Harus kesini ya pokonya kalo ke Lombok (!).
Tips kalo naik ke Bukit Mereseq siang-siang: pakai topi atau bawa payung ya. Panasnyaaa! Tidak ada tempat ngadem sama sekali. Saya dan Tika mencari tempat perlindungan dari matahari di bawah sebuah batu besar. Sambil ngadem, sambil kupas mangga yang tadi kami beli di pinggir jalan. Pisaunya dari mana? ya mampirlah di ***maret. Di atas bukit ini tidak terlalu ramai jika dibandingkan dengan banyaknya pengunjung di Pantai Tanjung Ann. Hanya ada serombongan atau satu dua orang datang, foto-foto kemudian pergi. Mungkin kalo ada beberapa gubuk di sini, orang-orang bakalan betah. Tapi jangaaan! Biar bukit ini indah begitu adanya.
Turun dari Bukit Mereseq, kami didatangi (lagi) abang yang tadi nawarin kami untuk sewa perahu. Wiiih, gigih banget yak. Dari mulai harga 250K sampe turun ke 150K, bahkan boleh kurang lagi katanya. Bisa lebih murah kalau kami bareng rombongan yang lain. Enggak deh bang, maapkeun. Kami tidak bergeming dan berlalu. Ada saatnya memang kamu harus belajar menjadi 'tega' di depan orang; Bukan jahat atau tidak menghargai, tapi itu lebih baik daripada pe-ha-pe. Ehe.
Dari Tanjung Ann, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Kuta. Ga jauh, sekitar 15-20 menit dengan jalanan yang sudah beraspal halus. Sebelum sampai, kami mampir di sebuah masjid pinggir jalan di gang masuk Kuta, Masjid Nurul Bilad namanya. Bangunannya keren. Sepertinya masjid ini belum lama ini dibangun. Toiletnya bersih. Pilihan yang tepat untuk shalat dan istirahat ketika kamu berkunjung ke pantai-pantai di kawasan Kuta Mandalika.
Motor kami melambat di area parkir Pantai Kuta Mandalika. Ramai sekali ya Allah, padahal hari senin. Mungkin karena menjelang puasa jadi banyak orang yang mau mandi-mandi di laut. Semacam tradisi sebelum puasa. Kami membayar 5K untuk berdua. Pantai Kuta yang ada di Lombok ini tidak kalah cantik dari yang ada di Bali lho. Kalo di Bali juara dengan sunset-nya, di sini view pantai, warna dan pasir mericanya. Pantai Kuta Mandalika ini merupakan pantai yang paling ramai di deretan pantai Lombok Tengah, paling lengkap akomodasinya.
Kalo saya jujur sih, lebih suka Pantai Kuta yang di Lombok. Keduanya baguss dan punya sisi indahnya masing-masing, pasti. Tapi kalo di sini setidaknya mata kita lebih terjaga dari ngelihat yang 'terbuka-buka' dibanding yang di Bali, hehe. Hanya sekitar setengah jam kami berada di Kuta. Kurang lebih pukul 3 sore saya mengarahkan motor menuju Pantai Mawun. Jalan menuju Pantai Mawun sudah bagus hanya ada satu titik dimana kita akan melewati tikungan tajam dan menanjak. Oiya masih ada pengaspalan juga di beberapa titik tapi tidak sampai mengganggu perjalanan kamu insyaallah. Baju kerja putih saya lumayan dah, kena percikan 'adonan' aspal; suruh sapa main pake baju kerja?!
Masuk ke Pantai Mawun, kami membayar per orang 5K. Langsung ada yang menawarkan kursi santai. Enggaklah, bukan tipe kami banget pake begituan. Biasanya juga ngemper di pasir. Itumah buat bule-bule aja yang suka berjemur. Kami memesan satu buah kelapa muda (harga 10K) untuk dinikmati sambil menghabiskan sore di Mawun yang sepi itu *alah.
Pantai Mawun memiliki ciri garis pantai yang melengkung. Pantainya seperti diapit oleh dua bukit. Ombak yang datang tidak terlalu besar. Ada satu dua orang bule yang sekedar berjemur dan berenang di pantai sore itu. Garis pantainya kelihatannya pendek, tapi kalo ditelusuri sambil berjalan, lumayan juga. Jauh bro. Seperti di Tanjung Ann, ada beberapa buah perahu nelayan yang sandar di pantainya.
Memang ya, matahari dan pantai itu adalah salah satu perpaduan paling indah di muka bumi. Kalo misal ke pantai lagi ga begitu cerah mataharinya, ya jujur aja kurang semangat (harusnya ga gitu, bersyukuuur...). Alhamdulillah ala kulli hal. Ini pantai bakalan stunning banget kalo mataharinya cerah. Kebayang khan perpaduan bukit hijau, pasir pantai dan laut birunya? Aaak!
Tidak banyak yang kami lakukan di Mawun, hanya minum es degan kemudian duduk santai di atas pasir. Menunggu matahari muncul dari balik awan. Demi satu tangkapan kamera, oh come on! Sampai jatah waktu main kami berakhir hari itu, mataharinya malah semakin asyik ngumpet di balik awan. Yasudah deh, kami pulang. Kalau bisa sebelum jam 5 kami sudah perjalanan pulang ke Mataram. Lebih ahsan. Sore menjelang maghrib, perjalanan pulang lebih ramai dibanding saat berangkat pagi tadi.
Senin (13/05/2018) pagi itu, Mbak Juh memulai aktifitasnya dengan bersiap untuk mengajar, sementara saya dan Tika dari pagi udah mandi udah necis, bersiap menuju Lombok Tengah, mengeksplor pantai-pantai eksotik yang ada di sana. Sengaja kami jadwalkan di hari Senin untuk menghindari keramaian publik di tempat wisata. Perjalanan di mulai dari daerah Ampenan, menuju jalan by pass BIL, kemudian melewati beberapa wilayah sepi di Lombok Tengah. Sampai daerah Rembitan, kami berhenti sebentar untuk foto depan plang Desa Adat Sade. Ga pengen mampir karena takut kesiangan, next time kalo ada rizqi ke Lombok lagi insyaallah.
Deretan pantai kece badai bisa kita temui di wilayah Lombok Tengah. Semua pantai ini rata-rata masih belum banyak terjamah dan terjaga keindahannya. Biasanya, kita hanya perlu membayar tiket masuk saja atau uang parkir saja (ga dua-duanya). Gubuk yang disediakan untuk berteduh pun tak perlu bayar (kecuali payung untuk berjemur yang memang disewakan). Eksplor pantai kali ini tidak terlalu kami paksakan. Tidak menarget harus datang ke berapa pantai; sesanggupnya saja. Pantai pertama yang kami datangi adalah Pantai Tanjung Ann. Kami membayar tiket masuk untuk dua orang 5K.
Sampai di Tanjung Ann, banyak yang menawari kami sewa perahu untuk menyeberang. Beda seperti pertama kali saya kemari tahun 2016 lalu, pantai ini cukup ramai saat kami datang pagi itu, padahal week day. Kami berencana istirahat sejenak sambil mencari gubuk kosong. Ada seorang inaq yang menghampiri kami di gubuk, menawarkan kain. Ingat kata-kata Mbak Juh, kalo mau beli kain di sekitaran pantai gapapa, tapi jangan lupa ditawar. Harganya lumayan murah kok, ga kalah kualitasnya sama yang di Sade.
Setelah cukup tenaga terkumpul kembali, yuk saatnya beraksi. Pantai Tanjung Ann diliat dari mana-mana emang bagus. Pasir putihnya kontras banget sama air laut yang biru kehijauan atau hijau kebiruan (?). Tidak hanya pasir sehalus tepung, di bagian pantai yang lain (sebelah kanan) ada juga pasir merica-nya. Coba deh lepas alas kaki kamu injak langsung pasir mericanya, geli-geli gimana gitu. Pantai Tanjung Ann ini keliatan 'agak' sedikit kotor, tapi bukan kotoran limbah manusia melainkan semacam rumput-rumputan laut gitu. Mungkin karena letaknya yang seperti teluk (ya), jadinya ombak atau arus laut yang membawa sampah-sampah ini terdampar di pantai. Agak ngerusak view, sih.
Pas dulu kesini, saya melihat banyak bule dan hanya beberapa pengunjung lokal (soalnya pas bulan puasa). Hari ini pantai ini ramai sekali oleh orang lokal dan hanya ada beberapa orang wisatawan asing. Kami menyusuri Pantai Tanjung Ann menuju ke bukit di sebelah kanannya, Bukit Mereseq. Matahari tidak terlalu terik tapi cukup membuat kepala kami ngebul kepanasan. Angin yang bertiup kencang sedikit membuat kesal karena menerbangkan jilbab dan pakaian sehingga kami harus waspada #auratterbuka. Kenceng banget dah, suer!
Bukit Mereseq dapat dicapai dari Pantai Tanjung Ann kurang lebih 20-30 menit berjalan kaki. Semakin ekstrem medan yang kita tempuh (dalam artian manjat-manjat dengan kemiringan sampai 45 derajat), maka semakin cepat kita sampai. Ini untuk anak-anak muda aja deh. Kalo bawa anak kecil atau orang tua, lebih baik lewat jalan yang udah disediain. Bukit Mereseq lagi peralihan nih, dari hijau ke kuning. Belum sepenuhnya kuning, masih ada yang hijau-hijau di beberapa titik. Adilnya Allah memberi; saya suka kuning, Tika ingin hijau. Kamu team mana? Golkar apa PPP *lhooo.
Di bawah terik matahari, perlahan-lahan kami menyusuri jalan setapak untuk naik ke atas. Ini adalah bagian 'ngenes' dari sebuah perjalanan yang jarang orang pikirkan; tauknya foto bagus aja gitu, gatau perjalanan menuju kesana. Sebentar jalan, sebentar duduk, tarik napas, jalan lagi. Gitu terus sampe kulit manggis ada ekstraknya (eh khan udah ya?).
Bukit Mereseq memang eksotis. Wajar jika band kenamaan Indonesia, Geisha dan Isyana Sarasvati membuat lokasi syuting video klipnya di sini. Belum lagi puluhan bahkan ratusan video dokumenter atau semacam video motivasi dengan latar belakang bukit ini. Emang bagus sih. Dan yang bagus ini, ga sulit mencapainya, cuma sekitar sejam dari bandara. Ga perlu payah-payah trekking, jugak. Harus kesini ya pokonya kalo ke Lombok (!).
Kain tenun khas Desa Sade yang tadi kami beli seharga 45K per kain. Ini udah tawar-menawar alot banget, inaq-nya gamau kurang lagi. Boleh ditawar sampe setengah harga (kalo kamu tega, hihi).
Insyaallah kualitasnya ga kalah sama yang ada di desa-desa tenun di Lombok Tengah, karena pada dasarnya mereka yang berjualan ini asalnya ya dari sana. Mereka yang berjualan di sekitar pantai yang ada di Lombok Tengah ini menjemput bola deh, istilahnya.
Tips kalo naik ke Bukit Mereseq siang-siang: pakai topi atau bawa payung ya. Panasnyaaa! Tidak ada tempat ngadem sama sekali. Saya dan Tika mencari tempat perlindungan dari matahari di bawah sebuah batu besar. Sambil ngadem, sambil kupas mangga yang tadi kami beli di pinggir jalan. Pisaunya dari mana? ya mampirlah di ***maret. Di atas bukit ini tidak terlalu ramai jika dibandingkan dengan banyaknya pengunjung di Pantai Tanjung Ann. Hanya ada serombongan atau satu dua orang datang, foto-foto kemudian pergi. Mungkin kalo ada beberapa gubuk di sini, orang-orang bakalan betah. Tapi jangaaan! Biar bukit ini indah begitu adanya.
Bukit Mereseq selalu mempesona, as always. View perbukitan di sini ga kalah sama di Flores, lho. Kalo tabungan belum cukup ke Pulau Padar, kesini dulu ga kalah kerennya kok. Asalkan mau capek jalan dan kepanasan, kamu bisa eksplor bukitnya sejauh mata memandang. Siap-siap kulit kamu hitam porong ya, bukitnya beneran gundul gada pohon atau gubuk-gubuk yang bisa buat berteduh. Kalo mau dapat view hijau, kesini deh sekitar akhir tahun sampe Maret atau April. Nah kalo mau dapet nuansa kuning perbukitan, mulai dari Mei sampe September atau Oktober.
Turun dari Bukit Mereseq, kami didatangi (lagi) abang yang tadi nawarin kami untuk sewa perahu. Wiiih, gigih banget yak. Dari mulai harga 250K sampe turun ke 150K, bahkan boleh kurang lagi katanya. Bisa lebih murah kalau kami bareng rombongan yang lain. Enggak deh bang, maapkeun. Kami tidak bergeming dan berlalu. Ada saatnya memang kamu harus belajar menjadi 'tega' di depan orang; Bukan jahat atau tidak menghargai, tapi itu lebih baik daripada pe-ha-pe. Ehe.
Dari Tanjung Ann, kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Kuta. Ga jauh, sekitar 15-20 menit dengan jalanan yang sudah beraspal halus. Sebelum sampai, kami mampir di sebuah masjid pinggir jalan di gang masuk Kuta, Masjid Nurul Bilad namanya. Bangunannya keren. Sepertinya masjid ini belum lama ini dibangun. Toiletnya bersih. Pilihan yang tepat untuk shalat dan istirahat ketika kamu berkunjung ke pantai-pantai di kawasan Kuta Mandalika.
Motor kami melambat di area parkir Pantai Kuta Mandalika. Ramai sekali ya Allah, padahal hari senin. Mungkin karena menjelang puasa jadi banyak orang yang mau mandi-mandi di laut. Semacam tradisi sebelum puasa. Kami membayar 5K untuk berdua. Pantai Kuta yang ada di Lombok ini tidak kalah cantik dari yang ada di Bali lho. Kalo di Bali juara dengan sunset-nya, di sini view pantai, warna dan pasir mericanya. Pantai Kuta Mandalika ini merupakan pantai yang paling ramai di deretan pantai Lombok Tengah, paling lengkap akomodasinya.
Kalo saya jujur sih, lebih suka Pantai Kuta yang di Lombok. Keduanya baguss dan punya sisi indahnya masing-masing, pasti. Tapi kalo di sini setidaknya mata kita lebih terjaga dari ngelihat yang 'terbuka-buka' dibanding yang di Bali, hehe. Hanya sekitar setengah jam kami berada di Kuta. Kurang lebih pukul 3 sore saya mengarahkan motor menuju Pantai Mawun. Jalan menuju Pantai Mawun sudah bagus hanya ada satu titik dimana kita akan melewati tikungan tajam dan menanjak. Oiya masih ada pengaspalan juga di beberapa titik tapi tidak sampai mengganggu perjalanan kamu insyaallah. Baju kerja putih saya lumayan dah, kena percikan 'adonan' aspal; suruh sapa main pake baju kerja?!
Masuk ke Pantai Mawun, kami membayar per orang 5K. Langsung ada yang menawarkan kursi santai. Enggaklah, bukan tipe kami banget pake begituan. Biasanya juga ngemper di pasir. Itumah buat bule-bule aja yang suka berjemur. Kami memesan satu buah kelapa muda (harga 10K) untuk dinikmati sambil menghabiskan sore di Mawun yang sepi itu *alah.
Pantai Mawun memiliki ciri garis pantai yang melengkung. Pantainya seperti diapit oleh dua bukit. Ombak yang datang tidak terlalu besar. Ada satu dua orang bule yang sekedar berjemur dan berenang di pantai sore itu. Garis pantainya kelihatannya pendek, tapi kalo ditelusuri sambil berjalan, lumayan juga. Jauh bro. Seperti di Tanjung Ann, ada beberapa buah perahu nelayan yang sandar di pantainya.
Memang ya, matahari dan pantai itu adalah salah satu perpaduan paling indah di muka bumi. Kalo misal ke pantai lagi ga begitu cerah mataharinya, ya jujur aja kurang semangat (harusnya ga gitu, bersyukuuur...). Alhamdulillah ala kulli hal. Ini pantai bakalan stunning banget kalo mataharinya cerah. Kebayang khan perpaduan bukit hijau, pasir pantai dan laut birunya? Aaak!
Tidak banyak yang kami lakukan di Mawun, hanya minum es degan kemudian duduk santai di atas pasir. Menunggu matahari muncul dari balik awan. Demi satu tangkapan kamera, oh come on! Sampai jatah waktu main kami berakhir hari itu, mataharinya malah semakin asyik ngumpet di balik awan. Yasudah deh, kami pulang. Kalau bisa sebelum jam 5 kami sudah perjalanan pulang ke Mataram. Lebih ahsan. Sore menjelang maghrib, perjalanan pulang lebih ramai dibanding saat berangkat pagi tadi.
Kurang lebih beberapa ratus meter depan BIL, kami temui beberapa lapak penjual semangka. Kalo saya sih nyebutnya ini di Lampung, 'semangka inul'. Bentuknya panjang, ada yang warna daging buahnya merah juga kuning. Kami mampir sebentar liat-liat. Kalo harganya cocok ya sekalian beli. Seger bangettt. Dapat dua semangka dengan harga 5K dan 15K. Murah ya. Bisa lebih murah lagi kalo pake bahasa Sasak (kata abang Grab yang mengantar kami beberapa hari kemudian).
Sudah menjelang Maghrib ketika kami sampai di Warung Nasi Balap Puyung Rinjani yang berada di jalan by pass BIL, kurang lebih 15 menit dari bandara. Kami memesan dua porsi Nasi Balap dan seporsi Plecing Kangkung. Nasi balap adalah salah satu makanan khas Lombok yang kudu kamu cobain kalo kesini. Entah karena efek lelah atau kelaparan karena cuma makan sarapan pagi tadi, Nasi Balap itu terasa sangat nikmat. Kenikmatan yang haqiqi!
Seporsi nasi hangat ditemani kentang yang diiris kecil-kecil kemudian digoreng, lalu kacang kedelai, dan suwiran ayam (bisa pilih ayam kampung, tapi lebih mahal) yang disambel dengan bumbu khas, enaaak banget! Plecingnya seger, sambelnya juarak! Kangkungnya beda, hanya ada di Lombok dah pokonya. Soalnya pas beli di Malang, belum nemu yang serenyah di Lombok. Fyi, sepengamatan mata saya, tanaman kangkung di Lombok ini dibudidayakan seperti tanaman padi. Banyak sekali yang menanam. Semacam sayuran wajib.
Awalnya kami berencana makan di Nasi Balap Inaq Esun, yang namanya lebih tersohor. tapi lokasinya harus masuk-masuk lagi di daerah Praya. Jadi kami pilih yang sekalian jalan pulang, di Nasi Balap Rinjani ini. Rasanya ga kalah enakkk! Oiya dua porsi Nasi Balap, Plecing Kangkung dan minum ini cuma 33K. Aduh, beneran ngangenin banget dah rasanya. Mauk lagiii, huhu.
Banyaknya pantai yang bisa kamu pilih di Lombok, ga cukup satu hari ngelilinginnya. Atur waktu kunjung kamu sebaik mungkin biar semua pantai yang masuk list to visit bisa kamu kunjungin semuanya. Oiya pertimbangkan harinya juga ya; Kalo pas high season bakalan penuh dan macet di jalan. Ada juga beberapa tipe pantai yang mirip, misal Mawun dan Selong Belanak, kamu bisa pilih salah satu aja. Dan ada beberapa pantai yang jalan masuknya masih ehem, jadi siapkan kendaraan yang prima. Kalo kamu naik motor, jangan pulang kemaleman
Btw, walaupun keliatannya mainstream banget ke Lombok main di pantai-pantainya, but it recommended! Beda deh pokonya sama pantai di bagian Indonesia lainnya. Pantai di Lombok selalu bikin pengen balik lagi. Ada yang mirip Planet Krypton, ada yang mirip pantai di Aussie, ada yang memang khas Lombok banget, bukit dan pantai. Sebelum pergi jauh-jauh main ke luar negeri, gak ada salahnya Pulau Lombok masuk bucket list kamu duluan.
Selamat main di pantai Lombok!
Buat meweks aja iii
BalasHapusHuaaaa
Ya Allah, do'a-do'a yg banyak biar diizinin Allah, ya kan mb? Do'a plus nabung.
Kak Indah, Nabuung.. Sabang eiiy.
HapusNanti jadi guide kami di Sabang ya Ndaah, heee
Hapus