Kamis, 22 September 2016

Moments to Remember (II)

Credit pic: agoda.com
Jika ada yang berpikiran perjalanan Zulaikha-Zahrah selalu enak, nyaman, maka anda tepat! Ya, kami selalu menikmati itu,-apapun kondisinya- karena perjalanan yang menyenangkan bukan melulu tentang transportasi yang mudah, penginapan yang mewah, makan dan minum yang melimpah; tapi yang penting perasaan yang anda bawa dalam hati. Apakah anda menikmati perjalanan itu, bersama siapa anda pergi, atau apakah teman perjalanan anda adalah seorang yg suka memfoto dan tidak suka difoto (perfect dah haha!).


Rumahnya tidak terlalu besar. Khas rumah kontrakan di Jakarta; ruang tamu, kamar tidur, lalu disambung dapur dan kamar mandi. Tidak terlalu luas. Itulah rumah tempat kami bermalam hari itu. Sang pemilik rumah (teman kakak sepupu saya) menggelar karpet nyaman untuk kami tidur di ruang tamu. Sebenarnya agak canggung, tapi mau gimana lagi. Daripada ga dapat tempat bermalam. Nyatanya, kami bisa tidur dengan nyenyaknya sampai pagi, hehe.

***


Wisma Nusantara II nama penginapannya. Terletak di Daerah Cakranegara, tepat di tengah Kota Mataram. Saya mendapat info tentang penginapan ini ketika sedang googling daftar penginapan murah di Lombok. Berbekal GPS, dari Bandara Internasional Lombok (BIL) kami langsung bertolak ke Kota Mataram untuk mencari penginapan ini. Alhamdulillah sampai di tempatnya tanpa nyasar. Murah. Nyaman. Dua tempat tidur dengan kamar mandi di dalam. Ada kipas angin juga. 90K per malam nya. Senyaman berada di rumah sendiri. Tidak ada alasan yang membuat kami tidak tidur dengan nyaman disini. Wisma Nusantara II ini bagaikan tempat kembali yang paling nyaman sedunia (maap, lebay!) sewaktu kami berada di Lombok kemarin.

***


Kereta yang membawa kami dari Sidoarjo menuju Jakarta sampai di Stasiun Pasar Senen kurang lebih jam 1 tengah malam. Sebenarnya, saya sudah menghubungi beberapa teman yang ada di Jakarta untuk menumpang bermalam. Tapi setelah dipikir-pikir, lebih baik kami menunggu pagi di dekat stasiun saja. Lebih efisien. Namanya saja di Jakarta; walaupun sudah tengah malam, stasiun masih saja ramai. Hanya untuk sekedar menyelonjorkan kaki saja kami sudah tidak kebagian tempat.  Ramai calon penumpang yang tidur di sana. Akhirnya saya dan Zahrah melipir ke depan stasiun. Aha! kami menemukan 'tempat strategis', sejenis pujasera dengan banyak kursi. Jangan bayangkan kursi panjang yang bisa digunakan untuk tidur ya. Itu hanya kursi biasa (tempat makan) dan tidak bisa digeser karena terbuat dari batu (haha). Zahrah, seperti biasa, apapun medannya, selalu bisa memejamkan mata. Tidak dengan saya. Nyamuk yang ganas dan tikus-tikus besar yang seliweran di sekitar situ membuat saya membuang jauh-jauh bayangan untuk bisa tidur (tambahan, dengan nyenyak). Sungguh, saya ga tega memposisikan Zahrah di kondisi 'kayak orang susah' seperti itu sejujurnya. Tapi dia anak yang 'kuat', selalu bisa meyakinkan saya kalau kami bisa melewati kondisi itu. "Aku biasa aja", itu kata-kata yang selalu dia ucapkan. Akhirnya, saya berjaga sambil menunggu subuh. Sempat beberapa menit tertidur, lalu bangun lagi. Luamaaa banget rasanya nunggu jarum jam berputar ke angka 4 atau 5. Bukan tidur yang berkualitas, tapi setidaknya kami harus bersyukur sudah Allah berikan tempat itu, pada malam itu.

***


Kami menunggu di halte depan sebuah sekolah dasar di pinggiran Daerah Kapuk. Ummi nya Miftah tadi mengirim pesan untuk kami menunggu disitu lalu akan dijemput. Pakaian yang kami kenakan basah semua, juga semua barang yang kami bawa di tas. Basah kuyup kehujanan (atau hujan-hujanan???) di Kebun Raya Bogor. Sampai di rumah Miftah, kami dipersilahkan untuk bermalam di sebuah kamar (milik adik Miftah yang jarang ditempati). Lumayan banget. Kamarnya nyaman, ada AC nya euy! Bikin betah banget di udara Jakarta yang panas dan kering itu. Malam itu terasa begitu hangat setelah beberapa jam sebelumnya kami kedinginan ga karuan di KRL Jabodetabek. Saking nyenyaknya tidur, saya kebablasan tidak melakukan salah satu kewajiban sebagai seorang muslim*huhuhu N-Y-E-S-E-L dan N-Y-E-S-E-K

***

"Nid sini lho tidur di atas". "Gak ah, panas. Dibawah aja". "Yaudah deh. Jangan lupa lampunya dimatikan kalo mau tidur". "Iya".
***

Untuk Gembel Traveller seperti kami, mendapat tumpangan bermalam tentu saja seperti mendapat suatu hal yang 'mewah'. Sebuah kamar sederhana (sepertinya jarang dipakai) di pinggiran Desa Tano, sebuah desa nelayan di ujung Kabupaten Sumbawa Barat, siap untuk kami tempati malam itu. Awalnya kamar itu tidak berlampu, namun kemudian karena akan kami tempati, Pak Cau (nelayan yang memberikan kami tumpangan bermalam) sibuk memasangkan lampu di kamar itu. Kasurnya agak keras, seprai dan bantal yang tidak terlalu bersih (entah sebelumnya dipakai siapa who knows?). Lampu nya tidak terlalu terang dan nyamuknya, jangan ditanya! Serba salah; kalau jendela dibuka nyamuknya masuk semua. Kalau jendela ditutup puanasnya bikin emosi. Hoahhh. Terasa seperti kamar yang tidak menyenangkan, bukan?! Tidak, bagi kami. Malam itu, kamar itu terlihat lebih buagusss dan menarik dibanding kamar penginapan manapun (yaiyalah). Dan semuanya berubah menjadi lebih indah (dan gelap) lagi saat kami mematikan lampu. Gelap, seperti membuai kami untuk akhirnya terlelap. Tidak peduli keadaan sekitar; menyatu bersama gelap dan melepas semua lelah.
***


"Daripada tidur di saung ditemani ribuan nyamuk, lebih baik tidur di dermaga ditemani ribuan bintang" #halah. Mungkin itu yang menjadi pertimbangan saya dan Zahrah kenapa akhirnya memilih untuk tidur di dermaga Pulau Kenawa malam itu. Jaket dan pelampung (iya, pelampung!) menjadi pengganti sempurna dari alas tidur dan bantal. Alhamdulillah. Sebelum tidur, kami membekali diri dengan kaos dobel, sarung tangan, kaos kaki dobel, dan lotion nyamuk! Yah, rasanya mirip kayak tidur di dipan lah. Dipan tanpa alas apapun tapi. Lupakan susah-susahnya! Bayangin tidur di area terbuka; seluas mata memandang ke langit hanya ribuan bintang yang kamu lihat. Lalu di bawahmu, ombak yang bergulung dengan lembut menciptakan bunyi khasnya sendiri. Ditambah suara deru perahu nelayan yang sesekali melintas untuk menjemput rizqinya di tengah Selat Alas. Such a perfect moment! (walapun bangun-bangun ternyata sekujur tangan sudah bentol merah digigit nyamuk, wkwkwk).

***

Jika sedang melakukan perjalanan, bahagia itu sederhana. Sesederhana bisa meluruskan kaki dan mengistirahatkan organ-organ tubuh, dimanapun tempatnya. Bisa di selasar masjid, depan toilet umum, ruang tunggu stasiun, geladak kapal, maupun di pelataran mini market. Bepergianlah, ber-gembel-gembellah, niscaya akan mendekatkanmu dengan rasa syukur. Dan rasa bahagia, tentu!

0 komentar:

Posting Komentar