Minggu, 04 September 2016

Merehatkan Pikir Sejenak ke Pantai Sekitaran JLS Malang : Pantai Ungapan - Bajul Mati

"ku berjalan-jalan nikmati indahnya alam terpesona pemandangan
indahnya pepohonan gemercik air sungai suara alam bersautan
kurasakan ada kedamaian menyejukkan jiwaku yang gersang
kudapatkan indah getaran keagungan atas penciptaan Tuhan
hindari kepenatan sesaknya kehidupan peradaban yang melelahkan
kembali pada alam kembali pada Tuhan disana ada kedamaian
kurasakan cahaya Illahi menerangi jiwaku yang sepi
kudapati nikmat hakiki karunia penciptaan alam ini..."

Alunan lagu dari JiVo turut mewarnai kesibukan kami menyiapkan bekal untuk perjalanan ke pantai pagi ini (30/07/2016). Seperti biasa, Qonita sibuk di dapur menyiapkan perbekalan dibantu oleh Sintya. Saya sesekali membantu yang bisa dibantu. Memburu waktu agar tidak kesiangan berangkat.

---
Sebelumnya, Jumat (29/07/2016) malam di sebuah tempat makan bakso.
Saya : Besok atau minggu kalian berdua ada agenda ndak?
Tika: Insya Allah ga ada Kak
Saya: Ayok ke pantai. Saya khan pernah punya janji sama Tika untuk ngajakin ke pantai
Tika dan Indah: Oke, ayok. Minggu yak.
Saya: Sip. Kalo saya ajak bocah-bocah di kontrakan yo opo?
Indah: Yaudah ga apa Mbak, ajak aja
---

Kalau orang-orang, sedang pusing bingung banyak pikiran, biasanya akan merenung melewati waktunya sendirian, berkontemplasi di rumah (halah!) maupun melakukan hal-hal menenangkan lainnya. Tidak dengan saya. Berniat menunaikan janji pada teman, saya buatlah plan ke pantai. Trip pertama after Ied kemarin. Sehari sebelum berangkat, malah yang akan ditunaikan janjinya gagal ikut. Yeah. Sudah terlanjur ajak bocah-bocah Rifah, yasudah deh tetap berangkat.

Perjalanan ke pantai kali ini tidak bersama my partner in crime travelling, Zharnd, karena yang bersangkutan (jemuran kale) sedang mengikuti program posdaya masjid di pedalaman Kasembon sana, hoho (have blessed n great KKM, kid!). Saya pergi bersama Qonita, Sintya dan Wiwin (penghuni baru Ar-Rifah 2016).


Alhamdulillah untuk hari yang cerah. Alhamdulillah untuk langit yang biru. Alhamdulillah untuk ragawi dan ruhani yang sehat. Alhamdulillah untuk kendaraan yang nyaman. Alhamdulillah untuk semua yang Allah berikan. 

Kami lewat JLS yang dari arah Balekambang. Sampai di Desa Srigonco, Bantur, Ya Allah macetnya nemen! Ampun dah!! Padahal beberapa kali saya lewat jalan ini, selalu sepiiiii. Ternyata ada truk tebu yang amblas. Bulan-bulan ini memang sedang musim tebang. Kemarin saat ke rumah Tata pun banyak berpapasan dengan truk tebu.


Jalur Lintas Selatan (JLS) Malang sudah lebih ramai dari terakhir saya kesana. Terlihat sekali pembangunan JLS ini sangat menguntungkan dalam pengembangan sektor wisata pantai di Malang Selatan. Banyak penduduk yang membuka warung di sepanjang jalur ini. Saya yakin, Insya Allah beberapa tahun kedepan jalur ini akan sangat ramai dilalui wisatawan yang akan mengunjungi pantai-pantai di Malang Selatan.



Karena kami sebelumnya tidak menentukan akan ke pantai mana, bingung deh. Sebelumnya di rumah, Iha sudah berpesan, "Mbak pokoknya jangan ke Sendiki. Nanti kesana nya. Aku mau ikuuuut!" rengeknya. Yasudah deh, ngalah. Intinya, cari pantai yang sepi. Akhirnya malah kayak survei lokasi pantai. Ujung ke ujung. Dari mulai Pantai Balekambang, kemudian Nganteb, trus Ngudel, dilanjut lagi Pantai Bengkung, next Parangdowo, Jelangkung, Bajul Mati, Gua China, sampai akhirnya bertemu pertigaaan menuju Pantai Tiga Warna. Semakin menjauhi pintu masuk pantai-pantai, malah. Kami balik lagi. Tambah bingung. Yang ada di pikiran saya hanya 'pantai yang sepi' saja pokoknya (masih baper perjalanan ke Lombok kemarin). Saya putuskan untuk ke Pantai Watu Leter (tetangganya Gua China, namun lebih sepi). Baru mau masuk gang menuju Watu Leter, kami berpapasan dengan dua orang pengunjung, 

"mas jalannya gimana kesana?"
"jelek Mbak, ini aja balik lagi" (sambil menunjuk pada motornya yang lumpur doang) ". Hiaaah kabooor!!

Terlalu banyak pilihan, sama buruknya dengan tidak ada pilihan sama sekali. Akhirnya, pilihan jatuh pada Pantai Ungapan. Pantai Ungapan terletak di pinggir jalan, persis setelah Jembatan Bajul Mati. Lokasinya mudah dijangkau. Tidak seperti beberapa pantai didekatnya yang harus masuk ke dalam gang terlebih dahulu. Kami membayar 15K untuk tiket masuk 2 orang plus parkir motor.
Begitu pertama kali masuk dan melihat ke pantainya, Whoaaa... *ternganga... Pantai Ungapan ini ombaknya ganas, broh! Ga ada bayangan sama sekali untuk berenang deh. Dan memang seperti pantai-pantai lainnya di daerah Malang Selatan, pengunjung dilarang untuk berenang disini. Hmm, menikmati deburan ombaknya dari pinggir pantai aja sudah cukuplah, batin saya.
Lihat ombaknya!!!
Nih yang bawa motor penjaga pantainya (read: baywatch)
A must do (kejuuuuuu...!)
Setelah berganti pakaian, kami langsung menggelar alas yang kami bawa di pinggiran pantai, dekat sebuah saung kosong. Sedang santai-santainya kami beristirahat, Sintya nyeletuk 'aneh' (menurut saya);
"eh Mbak, ada nenek-nenek" tunjuknya takjub di kejauhan
Saya, Nita dan Wiwin bertatapan sejenak kemudian terbahak
"Sin plisss deh, emang nenek-nenek ga boleh ke pantai!@#$%&*"
-__-

Air laut di Pantai Ungapan ini tidak terlalu bersih dikarenakan sungai yang bermuara kesana sedang keruh-keruhnya (karena hujan semalam). Sebenarnya malah menciptakan indahnya sendiri (selalu ambil baik dari setiap hal). Pantai Ungapan memiliki garis pantai yang cukup panjang (bersebelahan langsung dengan Bajul Mati). Pasirnya coklat kehitaman namun bersih.

Di Pantai Ungapan ini, kita bisa juga naik ke Gunung Getun. Tidak terlalu tinggi kok. Jalannya juga sudah enak untuk dilalui. Lumayan, naik ketinggian untuk melihat deretan pantai nun jauh disana, juga Jembatan Bajul Mati.





Macam istri pejabat yang lagi kampanye program swasembada pangan wkwkw
Turun dari Gunung Getun kami menuju pantai untuk khusyu' main air. Gak ada dalam kamus anak Rifah, ke pantai cuma duduk-duduk atau foto-foto doang. Harus nyeburrr! Harus kena air laut dan pasir. wkwkw.
Everything's going DIGITAL wkwkwk
 4 kepala. 4 pikiran. 4 kegiatan. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Qonita bikin istana pasir (atau rumah Mar'ah ya?). Sintya duduk sambil memandang ombak. Wiwin lari sana-sini (ga capek apa yak?!). Saya hanya memperhatikan mereka dari jauh sambil sesekali mengcapture. 




Excited besok gajian, ye ye ye
Pergi bersama bocah-bocah, selalu ada foto-foto candid lucu yang tercipta, haha! Here they are...!
Aku ga mau pulang ah, aku mau tidur di sini ajah
Mbak ayok lho pulang. Mbak ditungguin sama Mar'ah
Yaudah kalo Mbak Nita ga mau pulang, aku juga disini ajah! | Jangan Wiiiin!
Ye ye ye! Akhirnya kita pulang semua
Memandang laut, melihat ombak. Menyatu dengan air, dengan pasir. Menyejukkan kembali jiwa-jiwa yang 'butuh piknik'. Betapa indah Ia ciptakan alam ini. Kini, saya memiliki satu pemahaman baru. Jika ada yang bertanya, "mbak, pantai ini sama pantai itu bagusan mana ya?". Maka akan saya jawab, "semua pantai punya indahnya sendiri". Ya, yang membuat 'tidak bagus' itu manusianya. Semua ciptaan Allah, pantai, gunung, sungai, sudah indah dari sananya.
"Saat pasir tempatmu berpijak pergi ditelan ombak
akulah lautan yang memeluk pantaimu erat"

-Dee-
"Hari ini kupelajari satu hal lagi tentang kehidupan.
Bahwa banyak misteri dan hal-hal serba tidak pasti
yang harus kita hadapi dalam hidup ini.
Detik ini kita bahagia,
belum pasti detik berikutnya bahagia itu berlanjut.
Kadang-kadang, ada duka yang menunggu di ujung
bahagia yang kita rasa"

-Erwin Arnada-
"Karena ombak tak pernah berencana
untuk menetap di pantai.
Ia selalu kembali bergulung ke lautan"

-Jia Effendie-
****
Langit tampak mendung, tak berselang lama kemudian turun gerimis kecil. Kami berlari menuju parkiran motor. Hujan semakin deras. Kami berganti pakaian kemudian shalat Ashar. Selesai shalat, Alhamdulillah hujan sudah mereda. Langsung pulangggg! Sampai di Pertigaan Balekambang sanaan lagi, muaceeeet! Masih di tempat yang tadi. Akhirnya saya dan Qonita balik arah. Rencananya lewat Sumawe. Wasting time banget, sungguh. Sintya dan Wiwin entahhh dimana. Kami berpisah dari mulai pertigaan Balekambang yang sangat macet itu. Alhamdulillah ala kulli hal, akhirnya saya nyobain juga jalan via Sumbermanjing Wetan (belum pernah soalnya).

Dalam hati saya misuh-misuh sendiri (?). (Bener aja!) lebih enak lewat JLS yang dari Balekambang. Jalannya mulus. Banyak rumah penduduk juga. Lewat Sumawe, jauhhhhh! Jalannya bergelombang parah di beberapa titik, apalagi pas lewat hutan jati. Belum lagi jalannya yang berkelok-kelok kayak jalan Kediri -  Malang via Pujon (Nita yang saya bonceng, ga bakalan tenang hidupnya hahaha).

Setelah perjalanan yang luamaaa itu, Alhamdulillah sampai di rumah sekitar pukul 7 malam. Sintya dan Wiwin sudah lebih dahulu sampai (maghrib). Ternyata mereka menembus kemacetan lalu lewat Pagak. Beberapa saat kemudian, selesai bersih-bersih saya merehatkan diri di kamar. Mengambil handphone, eh ada beberapa panggilan tak terjawab; "Mamak". Hwaaaa! Langsung terngiang pesan beliau saat kembali dari Malang ke Lampung beberapa waktu lalu... (Jangan main ajah ya. Diam anteng di kosan).
 
"Mak, maafkan anakmu ini ngeluyur terus" huhuhu

0 komentar:

Posting Komentar