"ku berjalan-jalan nikmati
indahnya alam terpesona pemandangan
indahnya pepohonan gemercik air sungai suara alam bersautan
kurasakan ada kedamaian menyejukkan jiwaku yang gersang
kudapatkan indah getaran keagungan atas penciptaan Tuhan
hindari kepenatan sesaknya kehidupan peradaban yang melelahkan
kembali pada alam kembali pada Tuhan disana ada kedamaian
kurasakan cahaya Illahi menerangi jiwaku yang sepi
kudapati nikmat hakiki karunia penciptaan alam ini..."
Alunan lagu dari JiVo turut mewarnai
kesibukan kami menyiapkan bekal untuk perjalanan ke pantai pagi ini (30/07/2016). Seperti biasa, Qonita sibuk di dapur menyiapkan perbekalan dibantu oleh Sintya. Saya sesekali membantu yang bisa dibantu. Memburu waktu agar tidak kesiangan berangkat.
---
---
Sebelumnya, Jumat (29/07/2016) malam di
sebuah tempat makan bakso.
Saya : Besok atau minggu kalian berdua
ada agenda ndak?
Tika: Insya Allah ga ada Kak
Saya: Ayok ke pantai. Saya khan pernah
punya janji sama Tika untuk ngajakin ke pantai
Tika dan Indah: Oke, ayok. Minggu yak.
Saya: Sip. Kalo saya ajak bocah-bocah
di kontrakan yo opo?
Indah: Yaudah ga apa Mbak, ajak aja
---
Kalau orang-orang, sedang pusing bingung banyak pikiran, biasanya akan merenung melewati waktunya sendirian, berkontemplasi di rumah (halah!) maupun melakukan hal-hal menenangkan lainnya. Tidak dengan saya. Berniat menunaikan janji pada teman, saya buatlah plan ke pantai. Trip pertama after Ied kemarin. Sehari sebelum berangkat, malah yang akan ditunaikan janjinya gagal ikut. Yeah. Sudah terlanjur ajak bocah-bocah Rifah, yasudah deh tetap berangkat.
Perjalanan ke pantai kali ini tidak bersama my partner in crime
travelling, Zharnd, karena yang bersangkutan (jemuran kale) sedang mengikuti program posdaya masjid di pedalaman Kasembon sana, hoho (have blessed n great KKM,
kid!). Saya pergi bersama Qonita, Sintya dan Wiwin (penghuni baru Ar-Rifah 2016).
Alhamdulillah untuk hari yang cerah. Alhamdulillah untuk langit yang biru. Alhamdulillah untuk ragawi dan ruhani yang sehat. Alhamdulillah untuk kendaraan yang nyaman. Alhamdulillah untuk semua yang Allah berikan.
Kami lewat JLS yang dari arah Balekambang. Sampai di Desa Srigonco, Bantur, Ya Allah macetnya nemen! Ampun dah!! Padahal beberapa kali saya lewat jalan ini, selalu sepiiiii. Ternyata ada truk tebu yang amblas. Bulan-bulan ini memang sedang musim tebang. Kemarin saat ke rumah Tata pun banyak berpapasan dengan truk tebu.
"mas jalannya gimana kesana?"
"jelek Mbak, ini aja balik lagi" (sambil menunjuk pada motornya yang lumpur doang) ". Hiaaah kabooor!!
Terlalu banyak pilihan, sama buruknya dengan tidak ada pilihan sama sekali. Akhirnya, pilihan jatuh pada Pantai Ungapan. Pantai Ungapan terletak di pinggir jalan, persis setelah Jembatan Bajul Mati. Lokasinya mudah dijangkau. Tidak seperti beberapa pantai didekatnya yang harus masuk ke dalam gang terlebih dahulu. Kami membayar 15K untuk tiket masuk 2 orang plus parkir motor.
Begitu pertama kali masuk dan melihat ke pantainya, Whoaaa... *ternganga... Pantai Ungapan ini ombaknya ganas, broh! Ga ada bayangan
sama sekali untuk berenang deh. Dan memang seperti pantai-pantai lainnya di daerah Malang Selatan, pengunjung dilarang untuk berenang disini. Hmm, menikmati deburan ombaknya dari pinggir pantai
aja sudah cukuplah, batin saya.
Lihat ombaknya!!! |
Setelah berganti pakaian, kami langsung menggelar alas yang kami bawa di pinggiran pantai, dekat sebuah saung kosong. Sedang santai-santainya kami beristirahat, Sintya nyeletuk 'aneh' (menurut saya);
"eh Mbak, ada nenek-nenek" tunjuknya takjub di kejauhan
Saya, Nita dan Wiwin bertatapan sejenak kemudian terbahak
"Sin plisss deh, emang nenek-nenek ga boleh ke pantai!@#$%&*"
-__-
Air laut di Pantai Ungapan ini tidak terlalu bersih dikarenakan sungai yang bermuara kesana sedang keruh-keruhnya (karena hujan semalam). Sebenarnya malah menciptakan indahnya sendiri (selalu ambil baik dari setiap hal). Pantai Ungapan memiliki garis pantai yang cukup panjang (bersebelahan langsung dengan Bajul Mati). Pasirnya coklat kehitaman namun bersih.
Di Pantai Ungapan ini, kita bisa juga
naik ke Gunung Getun. Tidak terlalu tinggi kok. Jalannya juga sudah enak untuk
dilalui. Lumayan, naik ketinggian untuk melihat deretan pantai nun jauh disana,
juga Jembatan Bajul Mati.
Macam istri pejabat yang lagi kampanye program swasembada pangan wkwkw |
Excited besok gajian, ye ye ye |
Pergi bersama bocah-bocah, selalu ada foto-foto candid lucu yang tercipta, haha! Here they are...!
Aku ga mau pulang ah, aku mau tidur di sini ajah |
Mbak ayok lho pulang. Mbak ditungguin sama Mar'ah |
Yaudah kalo Mbak Nita ga mau pulang, aku juga disini ajah! | Jangan Wiiiin! |
Ye ye ye! Akhirnya kita pulang semua |
Memandang laut, melihat ombak. Menyatu dengan air, dengan pasir. Menyejukkan kembali jiwa-jiwa yang 'butuh piknik'. Betapa indah Ia ciptakan alam ini. Kini, saya memiliki satu pemahaman baru. Jika ada yang bertanya, "mbak, pantai ini sama pantai itu bagusan mana ya?". Maka akan saya jawab, "semua pantai punya indahnya sendiri". Ya, yang membuat 'tidak bagus' itu manusianya. Semua ciptaan Allah, pantai, gunung, sungai, sudah indah dari sananya.
"Saat pasir tempatmu berpijak pergi ditelan ombak akulah lautan yang memeluk pantaimu erat" -Dee- |
"Karena ombak tak pernah berencana untuk menetap di pantai. Ia selalu kembali bergulung ke lautan" -Jia Effendie- |
****
Langit tampak mendung, tak berselang lama kemudian turun gerimis kecil. Kami berlari menuju parkiran motor. Hujan semakin deras. Kami berganti pakaian kemudian shalat Ashar. Selesai shalat, Alhamdulillah hujan sudah mereda. Langsung pulangggg! Sampai di Pertigaan Balekambang sanaan lagi, muaceeeet! Masih di tempat yang tadi. Akhirnya saya dan Qonita balik arah. Rencananya lewat Sumawe. Wasting time banget, sungguh. Sintya dan Wiwin entahhh dimana. Kami berpisah dari mulai pertigaan Balekambang yang sangat macet itu. Alhamdulillah ala kulli hal, akhirnya saya nyobain juga jalan via Sumbermanjing Wetan (belum pernah soalnya).Dalam hati saya misuh-misuh sendiri (?). (Bener aja!) lebih enak lewat JLS yang dari Balekambang. Jalannya mulus. Banyak rumah penduduk juga. Lewat Sumawe, jauhhhhh! Jalannya bergelombang parah di beberapa titik, apalagi pas lewat hutan jati. Belum lagi jalannya yang berkelok-kelok kayak jalan Kediri - Malang via Pujon (Nita yang saya bonceng, ga bakalan tenang hidupnya hahaha).
Setelah perjalanan yang luamaaa itu, Alhamdulillah sampai di rumah sekitar pukul 7 malam. Sintya dan Wiwin sudah lebih dahulu sampai (maghrib). Ternyata mereka menembus kemacetan lalu lewat Pagak. Beberapa saat kemudian, selesai bersih-bersih saya merehatkan diri di kamar. Mengambil handphone, eh ada beberapa panggilan tak terjawab; "Mamak". Hwaaaa! Langsung terngiang pesan beliau saat kembali dari Malang ke Lampung beberapa waktu lalu... (Jangan main ajah ya. Diam anteng di kosan).
"Mak, maafkan anakmu ini ngeluyur terus" huhuhu
0 komentar:
Posting Komentar