Jika
ada satu kota di Jawa Timur yang buat saya jatuh hati dan susah move on, itu
pastilah Kediri. Kota kecil indah nan asri dengan perpaduan hijaunya alam dan sedikit sentuhan modern ini memang memiliki magnet tersendiri bagi yang pernah
menyinggahinya. Dari kota ini, impian saya dimulai. Dari kota ini,
perjalanan-perjalanan jauh kemudian saya tempuh.
***
Jum'at,
di hari pertama tahun masehi 2016, Alhamdulillah Allah berikan saya kesempatan
untuk mengunjungi Kediri (lagi). Saya bersama Nenab dan Iha (yesss akhirnya
bocah ini bisa diajak maen bareng jugak!). Bertiga kami nekat membawa motor kesana. Dari subuh kami sudah bersiap-siap. Nenab menyediakan sarapan untuk bekal (walau akhirnya ga kemakan gegara lupa bawa sendok -_-). Perjalanan kurang lebih 2,5 jam kami tempuh dengan sehat wal afiat dan tidak mengantuk. Kalau dipostingan
ke Kondang Merak saya bilang itu adalah langit terindah yang pernah saya lihat,
kini saya ralat. Langit pagi yang menaungi perjalanan kami ke Kediri hari itu benar-benar biru! bersih tanpa awan! What a blessed sky!!! Gunung
Arjuno nampak begitu kokoh berdiri dengan gagahnya. Lekukan-lekukan 'tubuhnya' jelas terlihat.
Gugusan pegunungan tanpa nama ketika memasuki daerah Pujon kemudian Ngantang terlihat begitu
biru dan bersih (kadang pemandangan indah itu hanya butuh untuk dinikmati sendiri, heheh sorry no photo).
Sehari sebelumnya, Miftah dan Amel (dua orang adik kontrakan) sudah menuju Kediri menggunakan bus. Mereka agak was-was kalau harus naik motor kesana. Rumah yang kami tuju di Kediri adalah rumah Nadiah, salah satu personil Ar-Rifah yang lembut nan shalihah.
Sehari sebelumnya, Miftah dan Amel (dua orang adik kontrakan) sudah menuju Kediri menggunakan bus. Mereka agak was-was kalau harus naik motor kesana. Rumah yang kami tuju di Kediri adalah rumah Nadiah, salah satu personil Ar-Rifah yang lembut nan shalihah.
Kami
sampai di rumah Nadiah kurang lebih pukul 9.00 am. Alhamdulillah ga nyasar
kemana-mana. Tepat sesuai dengan petunjuk dan arahan yang diberikan oleh Nadiah
lewat sms. Setelah rehat sejenak dan menikmati suguhan yang sudah disiapkan oleh
Ummi Nadiah (perbaikan gizi banget dah pokoknya mah!), kami bersiap untuk
destinasi selanjutnya, yaitu Gunung Kelud. Jarak dari rumah Nadiah (Pagu) menuju Gunung Kelud kurang lebih 1,5 jam.
Sekitar
jam 10 lewat kami berangkat ke Gunung Kelud. Saya bawa motor sendiri. Amel
bersama Laila (teman Nadiah), Nenab dibonceng Nadiah dan Miftah membonceng Iha.
Dengan mengumpulkan sisa-sisa ingatan perjalanan ke Kelud pertengahan 2013
lalu, saya membawa motor paling depan. Alhamdulillah sampai juga, men. Wah! Penuh!!! Deretan motor mengular mengantri masuk (karena hari libur sepertinya). Kami membayar
Rp 10.000/orang.
Antrian di loket masuk Gn. Kelud |
Kelud
sungguh berbeda dari pertama kali saya mengunjunginya pertengahan tahun 2013
lalu. Andaikan ada yang sama, itu adalah pesona nya yang masih membuat saya takjub. Ia masih berdiri kokoh, dengan deretan pegunungan disamping kiri kanannya. Ia kini masih kering, tidak hijau seperti dulu. Namun saya yakin dalam hitungan tahun kedepan, ia akan kembali menghijau. Pohon-pohon nampak meranggas, mempesonakan mata. Pohon-pohon itu menjadi saksi bisu bagaimana hebatnya Allah mengilhamkan Kelud untuk 'bergeliat', mengingatkan hamba-hambaNya akan kuasaNya.
Gunung Kelud ini kabarnya merupakan salah satu gunung paling aktif di Indonesia. Lebih dalam tentang Gunung Kelud dan aktivitas vulkaniknya, silahkan baca disini euy!
Oiya, dulu
tahun 2013 sebelum erupsi, kami boleh membawa motor sampai di parkiran terakhir, walau jalannya
cukup seram dan curam. Kini jalan itu sudah tidak boleh dilewati lagi oleh kendaraan (baik roda 2 maupun roda 4) karena cukup membahayakan. Jalanan aspal itu rusak terdampak material yang dimuntahkan saat erupsi tahun 2014 lalu. Kini semua fasilitas yang dulu dapat dinikmati seperti kolam pemandian air panas dan terowongan menuju Anak Gunung Kelud (danau kawah) sudah tak berbekas. Hanya abu bekas letusan yang tersisa.
Kondisi Gn. Kelud pertengahan tahun 2013 (sebelum erupsi)
|
Gundukan material Gn. Kelud yang terus 'tumbuh' |
***
Kami jalan kaki naik ke atas. Jalanan yang kami lalui adalah jalanan aspal yang sebelum Kelud meletus dilalui oleh kendaraan yang akan naik mendekat ke danau kawah. Kini jalanan itu hanya bisa dilewati dengan jalan kaki karena sudah rusak disana-sini. Meleset dikit bisa langsung masuk jurang. Cukup ramai. Wah dari ketinggian ini kami bisa melihat Kediri, Blitar dan sekitarnya.
Kami terus naik menuju lebih dekat ke kawasan dekat kawah, namun hujan mengguyur. Kalau saja bukan karena membawa kamera pinjaman, mungkin saya sudah bablas hujan-hujanan. Karena hari sudah semakin siang, akhirnya kami turun. Sebelum pulang jangan lupa untuk membeli oleh-oleh khas Kelud yaitu nanas madu.
***
Pulang dari Kelud, kami mampir ke Simpang Lima Gumul (SLG), Arch de Triomphe nya Kediri. Sebelumnya saya pernah beberapa kali kesini saat les di Kampung Inggris, Pare. Entah kenapa Pemda Kediri membuat tiruan landmark Prancis ini padahal Indonesia kaya akan ciri khas kedaerahannya. Selengkapnya tentang Simpang Lima Gumul, klik disini bro.
Untuk masuk kawasan Simpang Lima Gumul ini kita tidak perlu merogoh kocek karena tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Terdapat banyak pedagang makanan dan minuman di area ini. Jangan lupa untuk berwisata kuliner jika mampir ke SLG. Saya lewat simpang lima ini sudah beberapa kali dan mesti nyasar.
Setelah menghabiskan sore dan menyatu dengan warga Kediri yang memenuhi kawasan Gumul, kami memutuskan untuk pulang. Dari sini kami berpisah dengan Laila, karena arah rumahnya berbeda dengan arah rumah Nadiah. Sampai jumpa lagi, Laila. Pertemuan yang baru sebentar tadi meninggalkan kesan yang baik. Semoga Allah pertemukan kembali.
Tepat saat Maghrib kami sampai di rumah Nadiah. Awalnya saya, Nenab dan Iha mau lanjut pulang ke Malang, namun kemudian orangtua Nadiah melarang. Bahaya untuk anak perempuan malam-malam lewat jalan Kediri - Malang. Padahal kami santai saja tidak masalah. Tapi setelah diberitahu bahaya akan adanya begal, Nenab langsung mengurungkan niat untuk pulang (yiaaah, nyalinya langsung ciut). Jadilah akhirnya malam itu kami menginap di rumah Nadiah, juga Miftah dan Amel (lagi). Nampaknya betah sekali bocah-bocah ini dirumah Nadiah (modus, reeek!).
Setelah subuh kami langsung bersiap untuk pulang. Kami berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih pada Ummi Nadiah (atas perbaikan gizi dan tumpangan tidur). Sepanjang perjalanan dari rumah Nadiah menuju jalanan besar Kediri, kami mendapat 'bonus' sunrise cantik serasa di Afrika.
Karena hari belum terlalu siang, saya mengajak Nenab dan Iha untuk mampir sejenak ke Bendungan Selorejo yang berada di jalur Kediri - Malang tepatnya di daerah Ngantang, Malang. Sekilas tentang bendungan ini push your button here.
Dan tahukah, ternyata Gunung Kelud terlihat begitu jelas dari sini, men! Di Bendungan Selorejo ini, di sebelah kirinya kita bisa memandang Gunung Kelud. Sementara di sebelah kanan ada Waduk Selorejo yang begitu tenang dengan pemandangan apik disekitarnya. Hwaaa! Ada beberapa nelayan yang sedang menjaring ikan. Dari kejauhan terlihat gugusan pegunungan nampak misterius diselimuti kabut yang belum enggan pergi. Damai sekali rasanya. Cuma ada kami bertiga. Untuk cuaca secerah itu, dan pemandangan sebagus itu, rugi sekali rasanya untuk tidak diabadikan!
***
Sore sepulang dari Kediri ternyata saya tepar. Kondisi tubuh yang benar-benar drop mengharuskan saya bedrest dan 3 hari izin kerja. Haha! Padahal setelah itu beberapa hari kemudian saya sudah harus bersiap untuk pulang ke Lampung :-D Tapi insyaAllah, sakit tidak akan menghentikan semangat saya untuk terus ngeluyur, ngeluyur dan ngeluyur lagi. Hidup ngeluyur!!!
0 komentar:
Posting Komentar