Credit pic : driftingpages.wordpress.com |
Seiring dengan perkembangan teknologi, apakah kemudian perpustakaan akan ditinggalkan?
Dengan banyaknya e-book yang beredar, apakah kita tidak membutuhkan buku tercetak lagi?
Bagaimana seharusnya literasi informasi diajarkan dan dipraktikkan di dunia yang semakin digital ini?
Beberapa pertanyaan di atas menggelayut dalam ruang benak saat bus jurusan Malang - Surabaya membawa saya menuju Kota Pahlawan Surabaya untuk menghadiri sebuah seminar tentang Ilmu Perpustakaan dan Literasi. Seminar nasional tersebut diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Airlangga pada hari Sabtu, 21 November 2015 lalu. Acara tersebut berlangsung di Aula Soetandyo Gedung C FISIP Kampus B Unair. Saya mendapat informasi mengenai seminar itu dari salah satu kiriman di facebook. Seminar gratis, di kampus impian, dengan pembicara-pembicara yang mumpuni, wah! sayang sekali untuk dilewatkan.
Saya berangkat dari kontrakan sekitar jam 5 pagi. Rencana awal, mau naik kereta ke Surabaya. Karena kesiangan, akhirnya naik bus. Saya diantar oleh Zharnd menuju Arjosari. Begitu sampai depan gerbang terminal, langsung dapat bus ekonomi jurusan Surabaya - Malang. Saya membayar Rp 15.000. Kurang lebih pukul 07.00 am bus sampai di Terminal Bungurasih (Purabaya). Oh iya, selama ini saya salah sangka, juga kebanyakan orang mungkin. Banyak dari kita menganggap bahwa terminal Bungurasih adalah milik Surabaya. Si Zharnd bilang, kalau sebenarnya itu milik Sidoarjo. Saya penasaran, iya kah??? Sampai di Bungurasih kemudian saya tolah-toleh mencari papan petunjuk atau apapun mengenai letak administratif terminal ini. Eeeh ternyata benar, Sidoarjo punya! Thank you for blowing my mind, Zharnd, haha! (Karena saya termasuk orang yang ngeyel kalau dibilangin orang. Harus saya buktikan sendiri).
Dari Bungurasih saya masih harus naik bus kota menuju terminal Joyoboyo untuk mencari angkutan umum T2 (angkot disini, disebutnya "len"). Ketika naik angkutan ini saya sedikit bingung bagaimana nanti ketika akan turun bilang dengan sopirnya. Antara bangku penumpang dengan sopir dibatasi dengan kaca (masa' iya mau teriak?!). Beberapa saat lamanya saya menunggu penumpang yang mungkin akan turun, eeh ga ada yang turun-turun. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya pada salah seorang penumpang yang berada disamping saya, "Mbak, ini nanti kalo mau turun gimana ya?". Mbak itu menjawab sembari menunjukkan tombol merah yang ada di bagian atap angkot, "sampeyan pencet itu aja mbak". Dalam hati, oalaaahhhh (baru di Surabaya ini nemu yang beginian. Biasanya cukup bilang, kiri paaak! dengan nada suara yang di-macho-kan). Turunlah saya di depan Kampus A Unair dengan membayar Rp 5.000.
Dari Bungurasih saya masih harus naik bus kota menuju terminal Joyoboyo untuk mencari angkutan umum T2 (angkot disini, disebutnya "len"). Ketika naik angkutan ini saya sedikit bingung bagaimana nanti ketika akan turun bilang dengan sopirnya. Antara bangku penumpang dengan sopir dibatasi dengan kaca (masa' iya mau teriak?!). Beberapa saat lamanya saya menunggu penumpang yang mungkin akan turun, eeh ga ada yang turun-turun. Akhirnya saya memberanikan diri untuk bertanya pada salah seorang penumpang yang berada disamping saya, "Mbak, ini nanti kalo mau turun gimana ya?". Mbak itu menjawab sembari menunjukkan tombol merah yang ada di bagian atap angkot, "sampeyan pencet itu aja mbak". Dalam hati, oalaaahhhh (baru di Surabaya ini nemu yang beginian. Biasanya cukup bilang, kiri paaak! dengan nada suara yang di-macho-kan). Turunlah saya di depan Kampus A Unair dengan membayar Rp 5.000.
Saya tiba ditempat seminar pukul 08.30 am. Saya pikir sudah terlambat, Alhamdulillah ternyata acaranya belum dimulai. Acara dibuka tepat pukul 9.00 am oleh MC kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tentang menyanyikan lagu kebangsaan ini saya ingin sedikit baper. Semenjak lulus dari sekolah menengah (terakhir kali mengikuti upacara bendera), ada sensasi haru tersendiri ketika menyanyikannya. Merinding. Rasanya seolah seperti para juara bulutangkis yang mengharumkan Merah Putih di pentas kejuaraan dunia. *tears
Seminar dibuka oleh pemaparan dari Ibu Rahma Sugihartati (Dosen Prodi Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP Unair) dengan judul "Membaca di era digital : sebuah aktivitas yang sinergis". Pemaparan ini diawali dengan beberapa pertanyaan mendasar seperti : apakah dengan semakin maraknya e-book, kemudian printed book akan tergantikan? Ternyata tidak, bahkan keduanya saling melengkapi. Buku tercetak memiliki keunggulan dari sisi pendalaman pemahaman isi buku, sementara e-book atau buku elektronik memiliki keunggulan dalam variasi isi informasi dan kecepatan dalam mendapatkannya. Membaca buku = memahami dunia melalui teks; memaknai teks dengan mengaitkannya dengan proses kehidupan pembaca. (Lebih lanjut mengenai ringkasan materi ini, InsyaAllah post blog selanjutnya yak!)
Materi selanjutnya disampaikan oleh Bapak Ida Fajar Priyanto (Universitas Gadjah Mada) dengan judul "Pengembangan literasi di era digital". Oiya Bapak Ida Fajar ini baru saja menyelesaikan studi S3-nya di salah satu kampus di Texas, Amerika (jadi masih hangat-hangat-nya ilmunya, men). Beliau memulai presentasinya dengan memberikan sebuah kondisi digital kekinian yang terjadi di dalam sebuah bus, lewat sebuah gambar di layar LCD. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa teknologi sedikit banyak telah merampas "kesosialan" kita. Tiap individu memiliki kesibukan masing-masing "dengan gadgetnya". Selain itu beliau memaparkan beberapa fakta, antara lain bahwa Asia adalah benua terbanyak pengguna internet 47,8% (versi Internet World Stats). Dan Indonesia menduduki posisi ke 4 pengguna handphone seluruh dunia. Pak Ida Fajar juga sedikit bercerita bahwa di Amerika sana, anak-anak menggunakan handphone tanpa sim card. Mereka difasilitasi dengan wifi yang memblokir situs-situs berbau pornografi, jadi mereka tidak bisa membuka sembarang situs. (Lebih lanjut mengenai ringkasan materi ini, InsyaAllah post blog selanjutnya yak!)
Ibu Hanna Chaterina (Ketua APISI) menyampaikan materi mengenai literasi informasi dengan judul "Revitalisasi peran perpustakaan di era digital". Dijelaskan bahwa menurut IFLA/IASL School Library Guidelines tahun 2015 peran perpustakaan sekolah mengalami perubahan. Perpustakaan sekolah harus menjadi "ruang pembelajaran" fisik dan digital dalam proses belajar-mengajar. Perpustakaan harus menjadi "tempat sentral" untuk siswa bertanya, membaca, meneliti, berpikir, berimajinasi dan berkreatifitas. Selain itu, perpustakaaan harus menjadi "ruang perubahan" yang mengemas informasi menjadi pengetahuan, kemudian pengetahuan menjadi kebijaksanaan (wisdom). (Lebih lanjut mengenai ringkasan materi ini, InsyaAllah post blog selanjutnya yak!)
Last but not least, Bapak Jozep Edyanto (Direktur Penerbit Graha Ilmu) menyampaikan materi "Prospek penerbit buku cetak di era digital". Beliau menekankan bahwa ada fungsi-fungsi buku tercetak yang tidak bisa digantikan oleh buku digital. Salah satu contoh ringan, ketika kita mau tidur, membaca buku tercetak memberikan sensasi relaksasi yang dapat mengendurkan syaraf-syaraf. Beda halnya ketika kita akan tidur kemudian membuka gadget yang malah membuat syaraf-syaraf tidak beristirahat dengan sempurna. (Lebih lanjut mengenai ringkasan materi ini, InsyaAllah post blog selanjutnya yak!)
Acara berakhir pukul 12.30. Lumayan, dapat makan siang. Setelah rehat sejenak dan menghabiskan makan siang di emperan kampus, saya menuju jalan raya untuk mencari angkutan T2 menuju stasiun Gubeng. Ternyata jadwal kereta berangkat ke Malang pukul 17.30 pm. Waaah, kalau menunggu kereta itu, saya harus menggembel beberapa waktu lamanya di Surabaya. No place to go. No people to meet. Yasudah akhirnya saya putuskan untuk pulang ke Malang dengan bus lagi. Tepat saat adzan maghrib, saya sampai di kontrakan. Alhamdulillah. Yeah, walaupun agak sedikit kliyengan karena naik bus.
Menghadiri seminar macam ini, seperti mendapat angin penyegaran. Angin perubahan. Kalau kata Scorpion, wind of change. Semangat baru untuk bekerja. Pengetahuan baru untuk dipraktikkan. Tidak sia-sia memberanikan diri ke Surabaya walau tanpa teman (aha, this is my first to attend, alone). Saya ber-azzam dalam hati, dalam setahun setidaknya saya harus sekali menghadiri acara apapun (seminar, kunjungan, dan sebagainya) yang ada kaitannya dengan perpustakaan, buku dan membaca. Just to keep my mind renewed, refreshed.
0 komentar:
Posting Komentar