Selasa, 31 Desember 2019

Naik Motor ke Bromo : Berangkat Lewat Probolinggo, Pulang Lewat Tumpang Malang


Day 1 - Perjalanan dari Malang ke Probolinggo

Dari jauh saya memperhatikan bapak berbadan kekar yang sedang memereteli motor saya. "Dengan badan seatletis itu, kenapa si bapak ga jadi instruktur olahraga aja yak?", pikir saya. Sudah berbulan-bulan si Dimitri (baca: motor saya) ga 'dimanjain' pergi ke bengkel. Padahal udah dibawa ke Madiun, ke Lumajang dua kali, pokonya ga ada istirahatnya deh. Untuk perjalanan kali ini, mau ga mau harus diservis. It's gonna be a hard trip! Wew. Sebenarnya sebelum bepergian atau melakukan suatu perjalanan, ada yang lebih penting dari sekedar menservis motor atau kendaraan, apa itu? Minta diberikan keselamatan sama Allah. Jangan hanya mengandalkan usaha duniawi, hehe. Tapi itu khan salah satu bentuk ikhtiar? iyasih memang. Cuma kadang as a human, suka lebih mengandalkan usaha-usaha duniawi dan (parahnya) menyampingkan even melupakan ada Dzat Yang Maha Mengatur Segalanya agar hal-hal yang kita inginkan berjalan dengan semestinya. Wallahu 'alam.

Hari ini, Jumat (13 Desember 2019) waktunya mengeksekusi rencana untuk pergi ke Bromo. Hah, Bromo lagi? Iyaaa, mumpung ada kesempatan bisa nebeng kakak saya dari Lampung yang lagi bawa peserta outbound-nya kesana. Kali ini saya bersama Syifa, salah seorang adik di kontrakan Ar-Rifah. Suatu hari di ruang tengah Syifa pernah bilang gini, "Mbak ayok ajakin Syifa ke Bromo". Naah, pucuk dicinta ulam tiba. Rencananya kami mau naik motor lewat Probolinggo (Sukapura) dan ketemu kakak saya di sana. Kenapa ga ikut rombongan kakak naik bus? Karena busnya sudah penuh, gabisa nyempil lagi.

Umumnya orang-orang pergi ke Bromo saat tengah malam kemudian paginya pulang. Karena saya bukan orang-orang pada umumnya, jadilah berangkat pagi kemudian sewa penginapan (agar bisa istirahat setelah berkendara jauh). Rencana awal mau pergi jam 10 pagi dari rumah. Eh ada yang pake adegan 'ketiduran' segala -_- Saya pun masih sibuk siap-siap kemudian isi bensin full di pom. Jadilah jam setengah 11 baru keluar. Pas mau berangkat lihat ada sesuatu yang tampaknya kurang beres di motor. Saya kira bensinnya bocor. Sebelum memulai perjalanan, sekalian mampir ke bengkel tadi pagi saya menservis motor.

"Pak ini kok netes-netes gitu ya bensinnya"

"Mbaknya abis isi bensin ya?"

"Iya Pak" 

Sambil senyum bapaknya bilang, "Mbak ini bukan bocor, ini memang aliran untuk bensin yang kepenuhan."

Wkwkwkw. Indahnya ilmu; Seperti cahaya yang menyinari kegelapan. Makanya dibilang di Al-Qur'an tidak sama antara orang yang mengetahui dan tidak mengetahui. Cmiiw!

(Sepanjang jalan saya senyum-senyum sendiri kalo ingat drama "bensin bocor" ini hehehe).

Bismillah, berangkat. Cuaca sudah cukup panas. Penuh konsentrasi saya membawa motor sembari sesekali mengobrol biar tetap terjaga. Perjalanan melintasi jalur Malang - Pasuruan kami lewati dengan lancar. Jalanan siang itu lumayan lengang. Semoga Syifa ga ngantuk di belakang. Sambil mengemudi, jangan lupa dzikirnya, "astaghfirullah"...(berkali-kali) agar Allah hindarkan dari marabahaya yang mengintai di tiap jengkal tanah yang kami lalui. Juga doa memasuki daerah baru... "Audzubi kalimatillahittammati min syarri maa khalaq".


Semua baik-baik saja sampai akhirnya masuk daerah Grati, Pasuruan. Tiba-tiba saya merasa ada yang tidak beres. Kok oleng gini motornya? Keberatan beban yang di belakang tah? hihi. Benar saja, ban belakang bocor saudara-saudara! Tidaaac! Dimitri mah gini kalo diajak main jauh, suka ngambekan -_- Alhamdulillah berhentinya pas di depan tambal ban. Eh, tapi kok tutup. Iyasih, hari Jumat. Bapaknya lagi Jumatan kayaknya. Saya bertanya ke warung sebelah tambal ban,

"Bu, itu tambal bannya tutup atau tutup sementara ya?"

"Masih Jumatan kayaknya orangnya, Mbak"

Baiklah Syif, kita tunggu dulu sebentar. Semakin ditunggu kok semakin galau. Ini kayaknya udah jam pulang Jumatan tapi bapaknya belum ada tanda-tanda mau buka. Saya datang lagi ke warung sebelah. Kali ini sambil membeli sebotol minum. Tanya lagi sama ibunya kemudian ibunya menelponkan. Eh ternyata si bapak masih ngurus KTP di kecamatan. Lama deh bakalan. Saya disarankan untuk ke tambal ban yang satunya lagi yang berjarak ga sampai 1 kilometer. Okay!


Selesai urusan tambal-menambal ban, kami lanjutkan perjalanan lagi. Dan ternyata, belum selesai ujian main hari itu. Kira-kira setengah jam kemudian, tiba-tiba motor yang saya kendarai melambat. Duh, alamat nih. Udah pernah gini soalnya. Khan, bener khan mati -_- Fiuuuh. Nah, berhentinya di depan tambal ban lagi nih. Etapi apa bisa bapaknya benerin motor yang macet ya? Entahlah coba aja tanya. Setelah dicoba untuk dihidupkan berkali-kali, tetap aja Dimitri ga hidup. WAAA. Bapaknya nyerah, kami diminta untuk membawa Dimitri ke bengkel di depan sana. Aduh si bapak mah ga peka. Di teriknya matahari, kami berdua mendorong motor (dulu pernah kejadian kayak gini terus ditolong seorang bapak dengan cara: saya naik motor si bapak, terus bapaknya ngedorong motor sampe nemu bengkel, huhu terharu). Udah capek-capek dorong, ternyata yang kami datangi adalah bengkel mobil. Allahu... Ya gimana yak. Walaupun mamas bengkelnya pengen nolong, ga bisa berbuat apa-apa karena bukan keahliannya. Akhirnya kami diminta untuk mendorong lagi ke bengkel motor yang berada beberapa ratus meter ke depan. Kasian Syifa, baru kali ini diajak main udah dibawa sengsara macam ini, hiks.

Lagi exhausted-nya ngedorong motor, ada seorang bapak yang naik motor bersama anaknya mendatangi kami. Kenapa Mbak motornya? Ayo saya bantu dorong. Huwaaa. MasyaAllah. Si bapak membantu mendorong motor sampai kami menemukan bengkel. Bahkan beliau menunggui saat motor sedang diperbaiki. Huhu terharu akutu. Barakallahu fiiik, Bapak. Semoga Allah berkahi kehidupan bapak sekeluarga.

Alhamdulillah, semoga dramanya sudah benar-benar berakhir sampai kami tiba di penginapan nanti. Jadi teringat balasan WA dari Syifa sehari sebelum berangkat, "Kalau mau senang2 kan harus payah2 dulu". Nah ini nih, terkadang Allah menguji kita dengan kata-kata yang kita ucapkan wkwk. Apapun itu, husnudzhan aja sama Allah kalo sesuatu yang sudah direncanakan ga berjalan sesuai dengan ingin kita; who knows hikmah apa yang terkandung dibalik apa-apa yang kami alami tadi. Siapa tahu dengan 'istirahat sejenak dorong motor' tadi, Allah menyelamatkan kami dari sesuatu yang membahayakan, kecelakaan misalnya. Wallahu 'alam. #Kuikhlas ya Allah.

Mulai masuk daerah Sukapura, Probolinggo. Jalur Sukapura merupakan jalur yang paling santai dan enak untuk dilalui kendaraan (baik roda dua maupun roda empat, bahkan bus) dibanding via Malang atau Pasuruan. Sepanjang kiri dan kanan view-nya benar-benar memanjakan mata. MasyaAllah tabarakallah. Tak henti mata dan hati terkagum atas indahnya bentang alam di depan mata berpadu dengan gerak tekun petani menghijaukan bumi-Nya. Jeep-jeep Bromo sudah mulai terlihat terparkir di depan rumah warga maupun di pinggir jalan.


"Syif, potoin jalannya ini Syif...", berisik saya berkali-kali meminta tolong Syifa untuk memfotokan view keren yang kami lewati


Berteduh sejenak

Gerimis kecil menemani perjalanan kami. Dasar saya yang kurang prepare, ga bawa jas hujan. Akhirnya kami berteduh sebentar. Itung-itung ngelurusin kaki deh. Syifa belum paham tujuan kami adalah ke penginapan. Nurut amat bocah ini yak. Agak reda gerimisnya, kami lanjut lagi. Sudah ga terlalu jauh si sebenarnya kalau di Maps mah. Sempat nyasar lalu tanya penduduk sekitar. Lokasi penginapan kami terletak setelah loket masuk, jadi kami harus membayar dulu. Totalnya 2 orang dan satu motor adalah 63K (kalo weekend 73K). Sampai di depan penginapan kondisinya sepi banget gada orang. Saya mencoba menghubungi nomor yang tertera di depan penginapan. 


Sambil nunggu bapak penjaga homestay, kami berjalan kurang lebih 100 meter dan melihat ke bawah. MasyaaAllah. Kabut doang sih. Ini kalo kabutnya udah tersibak, bakal bikin ternganga-nganga. Kalau di kampung, ini kayak danau Mbak. Iya tapi isinya bukan air, pasir. Lokasi penginapan kami sudah dekat sekali dengan kawasan TNBTS.


Bapaknya datang, tanpa menunggu lama kami langsung cek-in. Saya pesan penginapan ini via aplikasi, biayanya 152K per malam. Dilihat dari jaraknya yang cukup dekat dengan kawasan TNBTS, harganya termasuk murah. Sebelumnya saya coba cari, dapat harga 250K. Akan lebih murah kalau kita sewa satu homestay kemudian dibagi beberapa orang. Bisa per orang cuma bayar 100 atau 50K saja. Syaratnya ya itu, kudu rame-rame.


Review penginapan (OYO Pieter Homestay)... Internet oke. Air panas kamar mandi hidup, Alhamdulillah. Sprei bantal selimut bersih, walau ga wangi. Penginapannya dominan kayu, jadinya lumayan hangat. Ada heater untuk buat minuman panas. Kalo boleh jujur, dua kali nginap di OYO ngerasa ga puas. Handuknya bau apek, terus ga dapat amenities (padahal baru kali ini traveling sengaja ga bawa sabun dan lain-lain). For me, masih lebih memuaskan tetangga sebelah (baca: Reddoorz).

Kabut sore hari di depan penginapan

Sambil 'menikmati' kehebohan Syifa yang menelpon ke kampung, saya ketiduran. Dingin sekali sore itu. Suasananya benar-benar foggy alias berkabut. Menjelang maghrib kami keluar untuk cari sabun dan makan malam. Malam itu diisi dengan istirahat dan mengusahakan untuk tidak tidur terlalu malam agar bangunnya ga kesiangan. Sebelum tidur saya WA kakak terlebih dahulu untuk janjian besok pagi buta. Zzz. Selamat tidurrr!

Day 2 - Eksplore Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Jam 2 pagi alarm berbunyi. Mudah saja saya bangun (gini nih kalo lagi main, coba kalo bangun buat tahajjud -_-). Langsung siap-siap kemudian menghadap Allah terlebih dahulu. Syifa menyusul kemudian. Jam 3 kami sudah siap menunggu di depan hotel samping penginapan, janjian dengan rombongan kakak saya.


Ada sedikit miskomunikasi dengan sopir jeep yang akan membawa kami. Akhirnya kami menunggu di loket masuk. Selama menunggu, ada beberapa orang yang menawari kami jeep. Dengan sopan kami katakan kalau kami sudah punya rombongan. Sekitar setengah jam kemudian datang juga jeep yang kami tunggu. Kami langsung naik dan bergabung dengan 4 orang rombongan dari kakak saya yang sudah naik terlebih dahulu di Sukapura tadi. Bismillah. Kalau dari pintu masuk Sukapura, yang kami lewati terlebih dahulu adalah lautan pasir kemudian Gunung Bromo, lalu naik ke atas menuju Penanjakan.

Kami sampai di atas sekitar jam 4 lewat. Karena telat naiknya tadi, mobil jeep yang membawa kami tidak bisa sampai atas (Penanjakan) hanya sampai di Bukit Dingklik (bawahnya Bukit Cinta). Sebelumnya, kami shalat subuh dulu di warung terdekat lalu kemudian mendatangi kerumunan orang-orang yang sudah bersiap dengan segala gadget di tangan untuk mengabadikan momen. Sambil sedikit kedinginan, khusyuk menanti datangnya mentari pagi hari itu. Segores cahaya keemasan sudah mulai terlihat di ufuk timur, tanda akan datangnya si dia (baca: matahari) yang Allah perintahkan untuk menyinari dan menghangatkan bumi ini.

"Tujuh lapis langit bertasbih kepada-Nya, juga bumi dan segala yang ada di dalamnya, dan tidak ada sesuatu pun kecuali bertasbih memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak memahami tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" [QS Al-Isra 44)

Momen matahari terbit 


Bromo tuh gitu deh, selalu punya pesona untuk bikin yang datang berkali-kalipun ga bosan. Bromo selalu punya sajian alam yang berbeda di tiap kunjungan kita kesana. Ga salah kalo wisatawan dari penjuru dunia menempatkan Bromo sebagai salah satu destinasi andalan ketika mengunjungi negeri kita tercinta ini. Sehari sebelumnya saya WA mamak untuk izin,

"Mak aku mau ke Bromo sama Mas Ipul"

"Bromo terus, emang ga bosen?"

"Gada istilah bosen untuk main (ke Bromo) mah".

Wkwkw.
Dasar aku.

Melakukan perjalanan bersama; Bermuamalah; Bermalam bersama; Sudah cukupkah saling mengenal?

Syifa yang bahagia punya tukang foto atau saya yang bahagia punya model untuk difoto? Mungkin keduanya benar. Sebut saja Simbiosis Mutualisme. 

Say CHEESE!

Eh adek-adek emesh, gantian dong kaka juga mau poto nih

Lewat izin-Nya, alam selalu mampu menjadi obat bagi hati yang penat

Bawa pulang sampah dan kenangan baik-mu


Too good to be true, *lukisan alam masyaAllah tabarakallah

Setelah puas kehabisan gaya mengeksplor berbagai view cantik di atas Bukit Dingklik, kami turun kembali menuju depan warung dimana jeep kami subuh tadi diparkirkan. Jam 6 lewat rombongan bersiap untuk turun ke bawah. Setelah menyaksikan sunrise atau matahari terbit, ada beberapa spot yang bisa didatangi pengunjung, antara lain:

#Widodaren

So little time,
Try to understand that i'm
Trying to make a move just to stay in the game [Everybody's Changing - Keane]

Syahdu

Bahagia

#Gunung Bromo dan Pura Luhur Poten

Suku Tengger dengan ciri khas sarung yang dikalungkan di leher (untuk menghangatkan badan)

"Mbak, bahasa Suku Tengger tuh sama kayak bahasa Jawa gitu atau gimana?", tanya Syifa

Eh iya. Kok saya ga kepikiran selama ini.

Dikutip dari Wikipedia,
[Bahasa Tengger adalah bahasa yang digunakan Suku Tengger di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru yang termasuk wilayah Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Secara linguistik, bahasa Tengger termasuk rumpun bahasa Jawa].

Nah tuh, terjawab sudah. Masih satu rumpun dengan Bahasa Jawa ternyata. Ga sama persis, tapi ya ga beda jauh. Ah itu deh pokonya heheh.

Syifa, Mamas berkuda dan Gunung Batok (ecieeh jaketnya matching)

Dear diriku, 
Terima kasih untuk selalu mensyukuri tiap butir ni'mat yang Allah karuniakan
di tiap detik napas yang Ia berikan

Pura Luhur Poten Bromo yang biasanya digunakan sebagai tempat ibadah Suku Tengger Hindu





#Bukit Teletubbies dan Padang Savana Hijau

Dementor mencari mangsa


I am flying without wing


DAY 2 - Pulang ke Malang via Tumpang Melewati Lautan Pasir

Bukit Teletubbies dan hamparan padang savana hijau menjadi destinasi terakhir rombongan kami. Hampir jam 9 pagi, rombongan memutuskan untuk kembali ke Sukapura. Kami tidak mampir ke Lautan Pasir atau yang dikenal juga dengan Pasir Berbisik (semenjak Dian Sastro main film di sini). Entah kenapa, dalam perjalanan pulang itu saya tiba-tiba berpikir untuk pulang ke Malang nanti via Tumpang. Mungkin trauma perjalanan berangkat kemarin lewat jalan lintas yang banyak drama-nya atau karena pagi itu rombongan tidak mampir ke lautan pasir. Yang jelas, saya tanya dulu ke Syifa,

"Pulangnya nanti mau ga lewat Lautan Pasir?"

"Syifa ikut Mbak aja. Kalo Mbak mau, Syifa oke".

Masih agak ragu. Saya masih ingat perjalanan tahun 2016 lalu melewati lautan pasir ini sampe berdarah-darah wkwkw lebay. Tapi saya lihat wajah Syifa lebih ke "mendukungnya" dibanding menolak. Baiqla, bismillah.

Sampai di loket tiket kami berpisah dengan rombongan jeep dan mengucapkan banyak terima kasih atas tumpangannya. Segera saja mengambil motor yang subuh tadi kami titipkan di depan loket. Alhamdulillah aman. Kami isi bensin dulu, turun ke Sukapura. Sepertinya dekat, ternyata pulang pergi hampir sejam juga (yaah, hilanglah kesempatan untuk tidur istirahat sebentar sebelum pulang). Sampai di penginapan, jam menunjukkan pukul 11 lewat. Saya suruh Syifa tidur sebentar, biar ga terantuk-antuk nanti saat di perjalanan pulang. Jam 12 kami shalat dulu sekalian dijama' sebelum akhirnya menuju pulang. Alhamdulillah siang itu tidak terlalu panas. Karena sudah akhir tahun dan mulai memasuki musim penghujan, lautan pasir Bromo ga terlalu berdebu parah.

Selfie dulu demi eksistensi diri


Baru beberapa meter mengarungi lautan pasir, motor kami sudah mulai oleng sana-sini. Oke oke. Tetap tenang, tetap cool. Jangan sampai emosi terpancing wkwk. Lama-kelamaan sudah bisa menemukan ritme berkendara di atas lautan pasir ini. Kaki saya terus menapak di atas hamparan pasir halus. Syifa entah seperti apa wajahnya di belakang saya bonceng. "Syifa santuy aja ya. Pokonya Syifa percaya aja sama saya". Uhuk. Tidak ada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya.


Saya dan Dimitri

Sebenarnya lautan pasir yang kami lewati tidaklah terlalu panjang jaraknya, namun kesulitannya yang lumayan bikin otot-otot tegang. Fiuuuh. Lautan pasir inilah yang menciutkan nyali saya saat tahun 2016 lalu anak-anak Rifah (Ade, Nita, dkk.) mengajak touring ke Bromo naik motor. Saat itu saya mensyaratkan harus ada anggota rombongan yang laki-laki biar kalo terjadi apa-apa motor macet dan lain-lain, ada yang nolongin. Kali ini berdua saja dengan Syifa, modal Allah ajadeh. Alhamdulillah, ga sampai sejam kemudian sampai juga di Bukit Teletubbies yang artinya jalur lautan pasir sudah berakhir *elap keringet


Setelah melalui Lautan Pasir, gerimis tipis mengiringi perjalanan kami. Mulai sekarang membiasakan kalo pas lagi main (atau apapun kondisinya) gausah ngeluh sama cuaca yang Allah kasih. Aku ikhlas ya Allah cuaca apapun yang Engkau berikan, asal Kau ridho, asal Kau berkahi perjalanan ini, sehat selamat sampai ke rumah kembali. Amiiin. Walau gerimis, masih kami sempatkan untuk turun dari motor. Sayang banget pemandangan indah di depan sana untuk dilewatkaaan!

"Hidup bukanlah sekadar menjalani rutinitas-rutinitas harian sampai akhirnya bertemu ajal. Bukan pula tentang pencapaian-pencapaian dunia yang katanya menjadi syarat dan sumber kebahagiaan. Sebaliknya, hidup adalah tentang sebuah perjalanan: dari Allah, untuk Allah, dan menuju Allah sebagai tempat kita kembali pulang" [Heal Yourself, page 5]

"Pohon yang sendiri yang tak lagi sendiri"


Gerimis yang tidak deras ini tidak sampai membuat kami basah kuyup. Jadi tidak perlu turun memakai jas hujan (karena memang tidak bawa jugak wkwkw). Terus saja melaju membawa motor. Jalur Bromo via Tumpang ini tidak mudah tetapi indah. Buat saya, ini jalur favorit masuk ke TNBTS. Selain melewati jalur dengan view yang indah, kita juga akan melewati beberapa air terjun seperti Coban Pelangi dan Coban Bidadari. Kemudian Desa Wisata Ngadas dan Poncokusumo. Jangan lupa mampir!

Alhamdulillah, kurang lebih jam 4 sore sudah sampai di Kota Malang Kucinta. Untuk mengapresiasi diri yang udah berjuang melewati lautan pasir Bromo tadi dan tetap setroong dari perjalanan berangkat kemarin, saya bilang gini ke Syifa,

"Syif, nanti sampe Malang makan enak lah ya"

"Ya Mbak"

"Syifa mau makan apa?"

"Fa ngikut aja"

"Eleh. Kalo saya ajakin makan telor asin yaopo -_-" (Syifa gasuka telur asin)

Desa Wisata Ngadas



Segala puji hanya bagi Allah yang dengan ni'mat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna... Lelah dirasa, namun lebih banyak bahagia terasa. Sejauh apa perjalanan ditempuh, jika hati ridha dan bahagia, maka itu akan seperti dekat saja. Segala macam drama ban bocor, motor mati tiba-tiba, dorong motor di terik matahari, oleng melewati lautan pasir, pusing baca Gugel Maps, kedinginan parah di penginapan dan lain-lain, seketika sirna sudah. Yang tinggal hanya kenangan baik. Selepas shalat maghrib, Syifa bilang gini... "Aku masih kepikiran betapa bahagianya aku pas di Bromo tadi".

Barakallahu fiik :)

3 komentar:

  1. Terimakasih mbak sudah share pengalamannya ke bromo. Saya sudah sering main ke malang dari Jogja tapi belum pernah sekalipun ke bromo. Sekarang sedang dalam masa pandemi, semoga nanti kalau sudah selesai saya bisa pergi ke Bromo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiin... Have a nice n blessed trip, soon insyaAllah :)
      Terima kasih sudah mampir

      Hapus
  2. Aq dah tak terhitung ke G. Bromo. Mulai dari jalan kaki dari Nongko jajar, naik motor sampai mobil (Terakir bw mbl 2010 mobil pribadi masih boleh masuk). Jika naik motor dilaut pasir sebaiknya pakai motor bercoupling. Masuk gigi satu lanjut gigi 2 gas pool. Gk usah kuatir jatuh. Selama ini aq dilaut pasir tidak pernah jatuh. Rencana naik motor lagi lewat Nongkojajar, Penanjakan, bukit teletabis, Jemplang,Malang, balik Sby. Keindahan Bromo tidak pernah bosan. Suatu saat aq mengencanimu lagi...

    BalasHapus