Jumat, 05 Maret 2021

Dari Gerbang Sumatera menuju Titik Nol Kilometer Sumatera : Perjalanan Menuju Sabang


Perjalanan panjang menuju rumah Tika. Dimulai dari naik kereta Lampung - Palembang; berlanjut naik pesawat kecil Palembang - Padang; diakhiri dengan perjalanan bus Padang - Medan yang bikin kami sampe jelek di perjalanan (42 jam). Alhamdulillah, here we are, di rumah Tika (akhirnya). Tapi penderitaan perjalanan belum berakhir, sodara-sodara. Untuk grup WA Aceh Fun Journey yang anggotanya terdiri dari saya, Tika, Indah dan Hanum, itu baru aja akan dimulai.

Baju bersih sudah habis. Mau gak mau, walau capek dikandung badan setelah perjalanan panjang Padang - Medan, maksain diri untuk nyuci baju. Indah sama Hanum udah 'berisik' di grup. Khawatir kalau-kalau macet Padang - Medan mempengaruhi jadwal trip kami ke Sabang. Karena jadwal sudah disusun sedemikian rupa, maka biidznillah apapun yang terjadi, tetap ngikutin itinerary yang udah dibikin.

Bayangin aja: sekitar jam 9 pagi sampe, ntar abis Zuhur udah harus pergi lagi. Istirahat sebentar, ngelurusin kaki yang udah 3 hari 3 malam ngeringkuk di bangku bus. Kami tidur sekitar sejam. Tujuan selanjutnya ke rumah Indah di Aceh Tamiang. Jarak rumah Tika di Langkat (daerah Hinai atau Tanjung Beringin kalo gasalah) dengan rumah Indah di Aceh Tamiang dapat ditempuh kurang lebih 3 jam perjalanan menggunakan bus sedang (elf). Tarifnya 35K per orang (masih tarif lebaran). Ada banyak pilihan transportasi dari rumah Tika menuju Aceh karena qadarullah ga jauh dari jalan lintas Medan - Banda Aceh. Angkutannya nyaman banget buat saya, karena apa? Karena ga pake AC alias jendelanya dibuka. Semilir angin menerpa wajah seiring pak sopir mengemudikan mobil dengan sangat kencangnya. Whiiiii! Jalanan dari Sumut menuju Aceh lancaaaar dari A sampe Z.


 
Menjelang Maghrib Alhamdulillah akhirnya ketemu sama Indah. Long time no see sejak Indah lulus kuliah S2 di Malang. Malam itu kami dijamu makan malam pake sambel teri kentang yang bikin kangen (makasih Indah dan keluargaaa). Indah udah cari travel yang bisa menjemput ke rumah. Dapat harga 130K. Mobilnya mayanlah, L300. Ga terlalu sempit. Yang jadi masalah adalah saya dan Tika dapat kursi paling belakang dan bau terasiii! Ugh. Nyampur semua jadi satu: Orang, kardus-kardus sama tas. Nikmati aja -_- Sudah terkenal seantero jagat maya, kalau transportasi dari Medan ke Aceh itu banyak pilihannya baik dari sisi armada maupun harga. Mau yang double decker (hiks, kepengenan yang belum kesampean), bus biasa, atau travel. Harganya ga terlalu beda jauh. Okelah!

Dari Aceh Tamiang bergerak menuju Langsa, nyusul satu personel lagi yaitu gadis Aceh, Moetia Hanoem. Mobil travel kami lumayan telat karena harus menjemput satu-satu penumpang. Sampe di titik jemput Hanum udah malem banget (sekitar jam 11an). Kami say hello sebentar kemudian tertidur lelap lagi *efekobatgabisamelek. Tengah malam, mobil berhenti di daerah Bireun, di rumah makan Sate Matang (salah satu masakan khas Aceh). Penasaran sih, tapi rasa ngantuk mengalahkan penasaran. Nanti semoga pas pulang bisa mampir lagi deh. Ga kuat buka mata, beneran. Subuh hari mobil kami kembali berhenti di sebuah masjid di Aceh Besar. Alhamdulillah bisa shalat subuh. Kemudian berlanjut melewati Lembah Seulawah. Naik turun bukit dengan jalur yang berkelok-kelok, tapi asriii. Deretan hutan dan beberapa padang rumput serta perbukitan mengingatkan saya pada tanah Sumbawa. Menjelang jam 7 pagi matahari baru terbit di Bumi Nangroe. Indah!
 
Kami masih bingung menentukan, apakah akan berhenti di Pelabuhan Ulele atau ke Masjid Raya Baiturrahman terlebih dahulu. Pilihannya gini: Kalo sampe Banda Aceh jam 6 atau 7 kurang berarti langsung ke pelabuhan, ngejar penyeberangan pertama ke Sabang (jam 08.00). Tapi kalo udah jam 7 ke atas masih di jalanan berarti ke masjid raya dulu, bersih diri, baru ke pelabuhan naik kapal kedua (jam 10.00).



Akhirnya kami ke masjid raya dulu. Mayanlah istirahat sebentar (bersih-bersih diri dll). Masya Allah, tepat berada di depan mata; salah satu tempat paling ikonik di Indonesia: Masjid Raya Baiturrahman. Masih jelas dalam ingatan pas tsunami Aceh 2004 lalu; masjid ini tetap kokoh berdiri diterjang air laut. It just make me speechless to be here. Udah jauh-jauh sampe sini, tentunya gamau ngelewatin kesempatan walau untuk sekedar shalat dhuha. Tidak lama kami berada di masjid raya. InsyaAllah nanti pulang dari Sabang kesini lagi dengan kondisi yang lebih santai.

 
 
 
 
Dari masjid raya kami langsung pesan Grab menuju pelabuhan (tenang aja udah banyak transportasi online di sini). Jaraknya ga jauh, sekitar 20-30 menit. Oiya kalo mau naik Trans Koetaradja juga bisa, gratisss. Haltenya ada di depan masjid raya dan nanti bisa langsung berhenti di halte pelabuhan. Kami pesan Grab saja karena buru-buru, soalnya bus trans melajunya pelan dan berhenti di beberapa titik. Ga direkomendasiin kalo lagi buru-buru. Sampai di pelabuhan langsung saja kami menuju loket tiket dan membayar 27K per orang. Kapal yang kami naiki adalah kapal lambat. Kalo kapal cepat biayanya per orang 80K. Beda jauh yak. Enaknya di kapal lambat, bisa bawa kendaraan. Kalo kapal cepat? Ya lebih cepat sampenya.


 
Kapal penyeberangan menuju Sabang ini ukurannya tidak sebesar kapal penyeberangan Bakauheni - Merak. Ukurannya sama kayak kapal ferry Ketapang - Bali atau Lombok - Sumbawa deh kira-kira. Lama perjalanan dengan kapal lambat sekitar 2,5 jam. Kursi penumpang ga terlalu banyak. Kalo ga kebagian yaudah deh cari titik nyaman sendiri di pinggiran geladak atau rebahan gelar koran di mana kek terserah.
 
 
 
 
 
Perjalanan mengarungi lautan menuju Sabang ternyata tidak setenang yang saya bayangkan huhu. Gelombang laut yang cukup besar berhasil mengombang-ambingkan kapal dan memaksa kami mengikuti ritmenya. Kami tidak mendapatkan kursi dan duduk beralaskan seadanya di salah satu sudut kapal. Tidur adalah hal yang paling mungkin untuk dilakukan demi menghindari huek huek. Sudah hampir mendekati pelabuhan, saya ke pinggiran dek kapal untuk mengabadikan beberapa view yang sayang untuk dilewatin. Sugoiii.

 
Jam 12 lebih kami akhirnya berlabuh di Pelabuhan Balohan, Sabang. Hanum langsung menghubungi temannya yang orang Sabang aseli, Khairil. Rencananya mau diajak muter-muter. Kami sudah booking motor dibantu oleh Khairil. Tetap saja sih dapat harga mahal 100K per hari (masih high season lebaran mungkin ya).



Tanpa menunggu lama kami langsung memacu motor menuju kota. Udah ga sabar banget mau eksplor kota paling barat di Indonesia ini. Apa aja destinasi keren yang udah menanti kami di depan sana? We will see!

1 komentar: