Senin, 09 September 2019

Ar-Rifah goes to : Jalan-jalan Sambil Bakar Ikan ke Pantai Batu Bengkung Malang Selatan

"Pokonya di jalan nanti dzikir aja ya".

"Baca al-Matsurat petang jangan lupa".

"Jangan mikir aneh-aneh atau macem-macem selama di jalan".

"Ga usah ngebut--ngebut bawa motornya".

"Jangan ninggalin sodaranya".

Pesan saya bertubi-tubi yang di-iyakan serempak oleh bocah-bocah (baca: adik kontrakan Ar-Rifah). Matahari sudah kembali ke peraduannya di ufuk barat sana. Hanya menyisakan sedikit sinarnya sehingga masih terlihat barisan perbukitan di Jalur Lintas Selatan Malang. Konsekuensi dari niatan kami untuk melihat momen sunset di pantai Malang Selatan adalah pulangnya setelah matahari terbenam alias maghrib. Sebelum memulai perjalanan pulang ke Malang, saya hujani mereka dengan pesan yang banyak, agar aman dan diberkahi perjalanan kami menuju kontrakan tercinta. Bismillah.
***

Setiap tahun berganti, kontrakan Ar-Rifah akan mendapat penghuni baru. Dan tahun 2019 ini (dan saya masih juga di sini belum berpindah ke rumah si doi wkwkw) kami kembali kedatangan 4 personel baru. Beda asal tempat tinggal, beda budaya bahasa. Allah menciptakan kita berbeda, untuk saling mengenal. Salah satu cara untuk ta'aruf lebih mendalam adalah dengan bepergian bersama. Hari gini, siapa sih yang ga suka traveling? Akhirnya, didapatlah satu tanggal pas (walau pake drama berangkat siang karena 2 orang bocah masih harus ikut agenda kampus). Dari total 10 penghuni Ar-Rifah, hanya 6 orang yang bisa ikut. Saya, Faizah (Bue), Himmah, dan 3 ciwi-ciwi penghuni baru: Kenia, Leny dan Syifa.

Minggu (8 September 2019), Bue sudah mempersiapkan apa-apa yang akan kami bawa dari malamnya (karena niat kami bukan hanya ke pantai terus duduk-duduk manja atau ngelamun, tapi juga mau sambil bakar-bakaran ikan, makanya ada beberapa perlengkapan yang harus disiapkan). Well prepared, Buk. Jam setengah 11 siang, 3 motor sudah siap membawa kami menuju pantai Malang Selatan. Saya bonceng Leny, Bue dengan Syifa dan Himmah versus Kenia. Tujuan kami, dengan niat sambil sunset-an, tentu saja Pantai Batu Bengkung (salah satu pantai terbaik menyaksikan sunset di Malang). Ini sudah yang ke-sekian kalinya saya ke Batu Bengkung. Emang bagus sih, love it.

Baca juga: Pengalaman Pertama Kali ke Pantai Batu Bengkung, wow indah banget!

Perjalanan pergi kami lalui dengan santai, dan Alhamdulillah tanpa ada hambatan. Walau matahari sudah sampai di ubun-ubun, tidak terasa panas. Malang memang se-menyenangkan ini cuacanya. Makin cinta deh sama Malang huhu. Jalanan yang kami lewati juga tidak terlalu ramai. Menjelang jam 1 siang sudah masuk ke Jalur Lintas Selatan (JLS) Malang. View-nya juara! Pepohonan tampak mengering. Nampaknya rahmat Allah berupa hujan sudah lama belum juga turun di sini. Sabar ya, pohon...


Kami sangat menikmati berkendara di JLS. Jalannya udah kayak tol. Sesekali kami berhenti untuk mengabadikan gambar. Tujuan kami tidak langsung ke pantai tapi melipir dulu ke Tempat Pelelangan Ikan di Sendangbiru. Jam 13.20 kami sampai di sana. Tidak langsung masuk, karena Bue dan Syifa belum kelihatan di mana wujudnya wkwkw. Mungkin saya dan Kenia yang bawa motor terlalu asik menikmati jalanan JLS yang mulus atau sudah ga sabar mau milih ikan di Sendangbiru sampai lupa sodaranya ditinggalkan di belakang wkwkw.


Sambil menunggu Bue dan Syifa, Kenia dan Leny asik makan cilok di dekat parkiran. Saya dan Himmah berkeliling di sekitar pelelangan ikan Sendangbiru. Banyak kapal nelayan tertambat. Ada juga kapal yang digunakan wisatawan untuk berkeliling pulau-pulau kecil di sekitar situ. Ini kedua kalinya saya ke sini setelah dibangun gedung baru tempat penjual menjajakan ikan. Bangunan yang lama berada tidak jauh dari situ. Sudah kumuh, memang.



Pelabuhan Perikanan Pantai Pondokdadap Desa Tambakrejo Kecamatan Sumbermanjing Wetan atau lebih dikenal dengan TPI Sendangbiru dibangun pada tahun 1987. Di tempat ini para nelayan menjual langsung tangkapan lautnya sehingga harganya lebih murah dibanding kita beli di pasar. Selain murah, tentu saja segar. Yang khas dan selalu ada (insyaAllah) dijual di sini adalah ikan tuna. Dari mulai ukuran besar sampai yang sedang-sedang, tersedia. Biasanya yang banyak datang ke TPI Sendangbiru adalah keluarga atau rombongan yang sedang piknik ke pantai. Selain untuk dibakar di pantai, hasil laut yang dibeli juga untuk dibawa pulang. Tenang saja, ada banyak yang jual kotak styrofoam dan batu es di sekitar TPI untuk menjaga ikan tetap segar.

Setelah Bue dan Syifa sampai, kami berkeliling lapak mencari ikan dengan harga terbaik (baca: murah). Setelah mengelilingi hampir semua lapak, akhirnya dapat sekilo Ikan Salem harga 15K dan cumi manis dengan ukuran yang tidak seperti biasanya, lebih besar, seharga 22K (setengah kilo). Donatur of the day adalah Himmah. Doi sengaja menyisihkan uangnya untuk membeli ikan hari ini. Sekalian syukuran wisuda tanggal 5 Oktober nanti, uhuy. Semoga rizqinya berkah ya, Him.





Hati bahagia, sudah mendapatkan apa yang kami cari. Tidak berlama-lama langsung tancap gas menuju Batu Bengkung. Saat menuju TPI tadi, setelah Pantai Goa Cina kami melihat ada masjid bagus bergaya oriental di pinggir jalan. Kami memutuskan untuk mampir menjamak shalat dan istirahat sebentar. Alhamdulillah. Sekilas melihat saja, orang pasti langsung tertarik dengan gaya bangunan dan warna masjid yang kental nuansa Tionghoa-nya ini. Nama masjidnya, Masjid Cheng Ho.



Masjid Cheng Ho dibangun di beberapa tempat di Indonesia. Di Jawa Timur sendiri setahu saya ada di Pasuruan, Surabaya, Jember dan Banyuwangi. Ada yang tahu siapa beliau ini? Cheng Ho, merupakan laksamana laut tangguh yang berasal dari daratan China. Armada kapalnya ngalah-ngalahin armadanya Christopher Columbus yang konon katanya menemukan Benua Amerika (masih belum terbukti kebenarannya). Menurut sejarah, Cheng Ho adalah orang China pertama yang menyebarkan atau membawa Islam ke Indonesia, wallahu 'alam.


Kurang lebih jam 14.30 sampai juga di Pantai Batu Bengkung. Tiket masuk 1 motor (2 orang dan parkir) adalah 30K. Biaya parkirnya 10K reks, duh duh mahalnya. Terakhir saya ke sini saat camping ramadan bersama anak Ar-Rifah squad 2016. Suasana pantai sore itu tidak terlalu ramai, Alhamdulillah. Saya suka kesepian (kata benda ya, bukan kata sifat), uhuk. Ada satu rombongan besar, tapi nampaknya sudah bersiap-siap untuk pulang. Warung-warungpun sepi.



Segera saja kami membentangkan banner yang sudah disiapkan dari rumah. Kami pilih satu tempat lumayan sejuk (di bawah rindang tanaman) di pinggir pantai. Perut saya sakit melilit karena belum makan sesuap nasi dari pagi. Akhirnya melipir ke salah satu warung beli p*pMie dan tentu saja es kelapa muda yang selalu bikin kangen pantai ini. Harga satu butir kelapa muda 10K dan p*pmie 7K. Murah lah.



Sementara Saya, Syifa dan Leny ke warung, pasukan yang lain menyiapkan perapian untuk mulai bakar-membakar. Jadi rencananya, makan-makan dulu baru main-main air. Selesaikan dulu urusan perut, baru kemudian urusan hape (foto-foto untuk diupload di media sosial).

Bue membersihkan dan menyiapkan ikan dan cumi untuk dibakar, juga sosis yang udah dibeli. Himmah, Kenia dan Syifa bahu-membahu menjaga arang pembakaran agar tetap menyala. Saya? Santuy aja nontonin mereka sambil ngabisin p*pmie dan kelapa muda *enaknyaaa. Bau wangi sudah tercium. Membuat perut kami semakin meronta minta diisi. Sabar, rek. Nikmatnya bawa bekal sendiri ke pantai, apalagi bekalnya langsung disiapin di situ juga, memang gak tergantikan.



Satu jam urusan bakar-membakar selesai, saatnya merapat dan makan bareng, slurppp...! Ikan Salem  dan cumi bakar ditemani dengan bumbu kecap pedas jadi tambahan lauk nasi putih yang dibawa dari kontrakan. Wenaaak. Setelah membereskan perlengkapan bakar-bakaran tadi, saatnya turun ke pantai. Yeay!

Walau kondisi pantai sedang surut, tetap harus berhati-hati bermain air di pinggirannya yang berlumut. Bocah-bocah sebenarnya udah pada bawa salin pakaian karena niat mau mandi di pantai. Berhubung waktunya mepet, jadi deh cuma foto-foto aja. Momen sunset yang kami tunggu sepertinya akan lewat aja sore ini. Nampak awan bergulung-gulung menutupi. Alhamdulillah ala kulli hal.



Di sisi kanan ada bukit yang bisa kami naiki. Tidak terlalu tinggi tapi tetap harus berhati-hati. Pertama kali naik bukit itu sama Zharnd, sampe berdarah-darah manjat tali. Kedua dan ketiga kalinya, ada tulisan kalau pengunjung dilarang naik. Kali ini nampaknya pengunjung sudah diperbolehkan untuk naik karena sudah lebih aman treknya. Ada pagar pembatas seadanya dari tali tambang (gapapa dah daripada enggak ada sama sekali).


Kami semua naik ke atas bukit (awalnya saya sendiri saja yang naik kesana kemudian turun lagi). Bocah-bocah keasyikan berada di atas sini. Too good to be true lihat view lautan dari atas bukit. Mereka teriak-teriak meluapkan apa yang ada di hati, *maghrib heee. Karena sudah sore, tidak ada lagi orang di sini. Tak lama datang sepasang kokoh dan cicih. Walau sudah berumur tapi nampak sehat karena (sepertinya) rajin olahraga. *Salute




Menyadari hari semakin sore, semakin susah membedakan mana telapak tangan dan mana punggung tangan (wkwkw sama-sama hitam), kami siap-siap untuk pulang. Saya putuskan motor siapa yang paling depan kemudian setelahnya, biar ga saling mendahului atau malah meninggalkan. Perjalanan kami lalui dengan tawadhu', huhu. Gelapnya jalanan. Sesekali ada motor atau mobil menyalip. JLS serem banget cuy kalo malem. Ga ada lampu penerang jalan. Cahaya hanya berasal dari motor kami. Ga berani tengok kanan kiri apalagi ke arah hutan-hutan. Hiyyy. Takut ngelihat sesuatu yang seharusnya ga dilihat. Sesekali saya ajak Leny ngobrol hanya untuk memastikan dia masih ada di boncengan saya atau tidak wkwk.

Sama seperti perjalanan pergi tadi, Alhamdulillah tidak ada hambatan saat pulang. Mungkin sedikit capek dan ngantuk saja (bahkan Syifa katanya helmnya sampai terantuk-antuk ke Bue). Jam setengah 9 malam, Alhamdulillah kami semua sampai di kontrakan Ar-Rifah dengan sehat selamat sentosa tanpa kurang apapun. Kurang lebih 2,5 jam perjalanan kami tempuh. Sampai di Rifah, Himmah masih sempat-sempatnya ngolah cumi sisa bakar-bakaran tadi, luarrr biasa. Saya udah kayak ubur-ubur, ga ada tenaga.

Alhamdulillahiladzi bini'matihi tathimushalihaaat. Terima kasih ya Allah atas kesempatan perjalanan kali ini. Terima kasih untuk alammu yang indah, yang mampu memberikan ketenangan hanya dengan melihatnya saja. Next kemana lagi, teman-teman???


Kompakan pake dresscode merah marun - hitam euy! Padahal ga janjian

4 komentar:

  1. n_n habis lebaran kemarin kesana, jalannya dah mulus berjejer pantai-panai tinggal dipilih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar Pak, asik banget jalan2 ke pantai sekitar JLS. kudu didatangi satu-satu itumah ya.

      Hapus
  2. ya Allah mabanya wajahnya masih unyu-unyu bangeetts
    salam ya mbak buat mereka dari kak Ade hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dik-adiks, dapat salam dari Kak Ade yg ga kalah unyu-nya :)

      Hapus