Selasa, 02 Oktober 2018

Benchmarking Pustakawan UIN Maliki Malang (1) : Keberangkatan

Benchmarking adalah suatu proses membandingkan dan mengukur suatu kegiatan perusahaan/organisasi terhadap proses operasi yang terbaik di kelasnya sebagai inspirasi dalam meningkatkan kinerja (performance) perusahaan/organisasi (Benchmarking The Primer; Benchmarking for Continuous Environmental Improvement, GEMI, 1994).
Belum ada sebulan yang lalu ke Jakarta, ga lama kemudian dapat kabar kalo kantor bakal ngadain kunjungan ke Jakarta dalam rangka benchmarking. Tujuannya: Perpustakaan Universitas Indonesia di Depok dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta Pusat. Rada excited untuk tujuan kali ini karena: Perpustakaan UI merupakan tempat saya magang pas kuliah dulu dan tak terhitung betapa banyaknya ilmu yang saya dapat selama berada di sana dan kedua, belum ada sebulan lalu berkunjung ke Perpusnas tapi belum sempet keliling lihat layanannya so here is the time!

Benchmarking tahun ini dilakukan dalam bentuk pelatihan peningkatan kompetensi pustakawan dan staf perpustakaan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Menurut Wakil Kepala Perpustakaan UIN Maliki Malang sekaligus team leader rombongan kali ini, Pak Mufid, benchmarking merupakan bagian dari program CPD (Continuing Professional Development) pustakawan dan staf perpustakaan yang dilaksanakan setiap tahun (?). Melalui program ini diharapkan dampaknya akan terlihat pada peningkatan kompetensi pustakawan dan staf perpustakaan yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan pelayanan Perpustakaan UIN Maliki Malang kepada pemustaka ke arah yang lebih baik.

Dengan persiapan yang lumayan mepet oleh para panitia yang luar biasa, berangkatlah kami hari rabu tanggal 19 September 2018. Ga kayak 2 tahun lalu yang pake bus kampus ke Jogja (saking lebarnya sampe duduknya satu satu, men), kali ini kami naik kereta. Ada 13 orang pustakawan dan staf perpustakaan yang ikut dalam kunjungan kali ini. Pengennya sih semuanya bisa ikut (satpam dan office boy) biar tambah rasa kekeluargaan namun apa daya #alotnyabirokrasi.

Baca juga : http://www.juleebrarian.com/2018/09/enjoy-jakarta-dari-asian-games-sampe.html

Jam 10.30 para bapak dan ibu yang mau berangkat kumpul di perpustakaan terlebih dahulu sebagai meeting point. Sedikit briefing dan pembekalan (alat mandi dan uang saku awal, Alhamdulillah). Jam 11 kurang rombongan menuju Stasiun Malang. Saya kabur duluan ke stasiun naik motor #takutMabok. Kereta yang kami tumpangi adalah Jayabaya yang berangkat pukul 11.45 siang. Sampai di stasiun, sudah menunggu Alex, kemudian membagikan tiket pada kami satu-satu.


Awalnya agak kasian juga nih sama bapak-bapak dan emak-emak yang harus 'tahan badan' naik kereta ekonomi (tempat duduk 2 -2, berhadapan) belasan jam. Saya sih, biasa susah. Kebutuhan perut insyaallah aman. Obat-obatan dan keperluan lain-lain, siap. Bisa jadi ini pengalaman pertama para tetua menuju Jakarta atau naik kereta atau keduanya. Beliau-beliau terlihat bersemangat walau pegal, gabisa selonjoran, dan bermacam kesabaran lainnya. The power of togetherness, kebersamaan membuat semuanya lebih mudah diatasi. Naik kereta belasan jam yang biasanya selalu bikin bosen dan tidur melulu, kali ini bisa lebih dinikmati. Rasa sebagai 'satu keluarga' dan saling melindungi, membuat perasaan "feel save" selama dalam perjalanan.


Karena tujuan pertama kami ke Depok, maka diputuskan berhenti di Stasiun Jatinegara biar lebih dekat. Kalo turunnya di Pasar Senen, bakalan jauh dan muter-muter. Rencananya setelah itu, baru naik Grab menuju kampus UI. Kereta Jayabaya yang membawa kami sampai tepat waktu jam 1.30 malam di Stasiun Jatinegara. Bayangin, masih enak-enaknya tidur malam, harus bangun dan jalan nyari kendaraan. Begitu keluar stasiun, hawa sumuk langsung menyergap. Suhu rata-rata di Jakarta yang mencapai 30 derajat celsius membuat rombongan kami yang terbiasa tinggal di Malang dengan udara sejuk, langsung keringetan.


Walau sudah tengah malam hampir pagi, masih ramai orang mencari nafkah. Take a rest for a while. Bapak-bapak melipir ke warung kopi tenda yang ada di depan stasiun. Lumayan bikin melek mata dan mengembalikan kesadaran. Bu Tyas pesen teh panas; Kurang pas sebenarnya di hawa panas Jakarta macam ini, ehe. Sekitar jam 2 malam, kami naik Grab menuju kampus UI Depok. Mayan nih biayanya, 100K ke atas. Kalo bayar pake OVO lebih murah, actually. Bisa lebih murah lagi kalo mau naik KRL atau Tije, tapi harus luntang-lantung dulu nunggu sampe jam 5 pagi baru ada. Jakarta di malam hari tidak sekejam saat siang. Mobil kami melaju tanpa hambatan. Kurang lebih 30 menit sudah masuk ke area kampus UI.

Sampai di area kampus UI, kami langsung menuju masjid UI (Ukhuwwah Islamiyah). Agak khawatir juga kalo misal gerbangnya digembok, lengkaplah sudah jadi gembel traveler. Alhamdulillah bisa masuk. Tips kalo ke UI dan kemaleman, bisa numpang tidur di masjidnya (tapi siap-siap dengan serbuan makhluk haus darah #nyamuk). Kami langsung ambil arah berbeda; bagian laki-laki dan perempuan. Lumayan bisa ngeleseh sebentar sebelum subuh. Tersedia kamar mandi bersih yang bisa buat mandi juga, yesss!

Masjid UI letaknya strategis banget mengelilingi danau, bersama 3 gedung pusat lainnya yaitu PAU, balairung dan perpustakaan (nambah satu gedung lagi sekarang, Makara Art Centrum yang baru diresmikan tahun lalu). Masjidnya luas dan terbuka. Tempat ini jadi salah satu tempat favorit mahasiswa untuk ngadem (jasmani dan ruhani).


Setelah shalat subuh berjama'ah, kami langsung berkemas kembali menuju penginapan yang sudah dipesan yaitu di Pusat Studi Jepang. PSJ berada di kompleks Fakultas Ilmu Budaya atau FIB. Dari masjid UI kami jalan menuju penginapan, itung-itung olahraga pagi sambil lihat-lihat kampus UI yang besar banget ini.

Kampus the yellow-jacket kebanggaan Indonesia. Luas kampus ini sekitar 320 hektar. Dan boleh banget kampus UI Depok menobatkan diri menjadi green campus karena hampir 75% areanya berupa hutan kota dan terdapat 6 danau alam. Demi mengurangi banyaknya kendaraan dalam kampus, disediakan bis kuning (bikun) dan sepeda (spekun) yang bisa dimanfaatkan gratis oleh civa UI. Masih terngiang dengan jelas tulisan di bikun yang dulu setia menemani perjalanan selama magang di Perpustakaan UI; "Use public transportation to reduce air pollutions". Bener banget, ya.


Setelah berjalan kurang lebih 20 menit muter-muter nyari lokasinya, akhirnya kami sampai di penginapan PSJ. Penginapan di Pusat Studi Jepang ini bisa dijadikan alternatif selain di Wisma Makara UI (kalo lagi penuh). Harga kamar berkisar antara 300 - 575K. Kami menempati kamar tipe 'Twin' dengan fasilitas yang didapat antara lain 2 single bed, pendingin ruangan atau AC, handuk plus sabun, dan sarapan di pagi hari (harga 370K). Keluar dari balkon kamar, view-nya langsung menghadap ke danau. Damai dan menentramkan #halah. Menurut saya, letak penginapan ini cukup strategis; Ga jauh dari halte bikun, perpustakaan dan gedung rektorat.


Harusnya kami belum bisa check-in dibawah jam 12. Tapi, demi melihat bapak-bapak dan emak-emak berwajah kelelahan dan kurang tidur, Alhamdulillah bisa check-in pagi itu. Sebelum menuju perpustakaan, kami diberikan waktu kurang lebih 1,5 jam untuk mandi dan siap-siap (atau yang mau balas dendam tidur sebentar).

Menjejak kampus ini, mengulang kembali memori awal tahun 2012 lalu ketika jadi mahasiswa magang pertama setelah Perpustakaan UI pindah ke gedung baru, gedung yang saat ini ditempati (Crystal of Knowledge). Sambutan hangat, ilmu bermanfaat, membaranya semangat, semua itu dan banyak hal lainnya pernah saya dapat dari salah satu perpustakaan universitas terbaik di Indonesia ini.

1 komentar:

  1. wah salut sama perjuangannya mbak dan pegawai lainya, semangat mbak.. hehehee

    BalasHapus