Kamis, 23 Agustus 2018

Pergi ke Timur (8): Akhirnya Ketemu Komodo!


Ramadan kedua di kota kecil Labuan Bajo yang isinya hampir fifty-fifty antara bule dan penduduk lokal. Labuan Bajo adalah nama sebuah kampung di Kecamatan Komodo, Kab, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Namun kampung nelayan kecil ini lebih terkenal dibanding kabupatennya sendiri dan sudah berubah menjadi kota kecil yang diidamkan sebagian traveler dalam negeri maupun luar negeri. Beberapa tahun belakangan, kota ini tumbuh menjadi salah satu destinasi andalan Indonesia melengkapi Bali, Lombok dan juga Raja Ampat. Tiap tahun, wisman maupun wisnus yang datang bertambah banyak. Sarana dan prasarana terus dibenahi demi kenyamanan pengunjung yang datang kemari.

Hari ini Jumat (18/06/2018) adalah jadwal sailing kami. Dari pukul 5.30 pagi kami sudah bergegas jalan kaki ke pelabuhan untuk bertemu dengan Bang John, pemilik kapal. Sampai di pelabuhan, kami diberitahu bahwa yang akan memandu kami adalah sodaranya Bang John, jadi bukan beliau sendiri yang membawa kami. Seorang bapak setengah baya dan asistennya yang akan menemani kami berlayar seharian ini. Sudah ada dua bekal yang disiapkan untuk makan kami selama dalam perjalanan nanti. Maaf ye, lagi ga puasa soalnya hihi. Bang John pergi sebentar ke warung kemudian membawa setandan pisang untuk tambahan bekal kami. Lumayan (tapi belum mateng, jadinya sepah-sepah gimana gitu rasanya). Pfff! -__-

Setelah memanaskan mesin kapal, kemudian kami berangkat. Bismillah. Tiada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Mu ya Allah. Adventure is out there! Dari pelabuhan aja udah bagus banget pemandangan ke seluruh penjuru. Hari ini kami akan diantar menuju 4 tempat yaitu Pulau Padar, Pulau Rinca, Pantai Pink dan Pulau Kanawa.

Kapal kecil yang membawa kami berpacu dengan sang surya yang perlahan muncul dari balik bukit di Kota Labuan Bajo. Dalam deru mesin kapal, kami terhening menyambut matahari pagi itu. Perfect moment to spend with. Pagi hari; waktu yang paling baik untuk memulai; Memulai bersyukur atas semua hal (senang sedih bahagia duka) yang sudah Allah beri; Memulai memaafkan orang-orang yang memberi sakit, luka, jelek, pilu; Memulai memikirkan cara bagaimana menghabiskan satu hari yang sudah Allah berikan itu agar menjadi sebuah keberkahan (baik untuk diri sendiri maupun oranglain); Memulai untuk memulai.


Perjalanan dari pelabuhan ke Pulau Padar itu jauh banget, memakan waktu kurang lebih 2,5-3 jam. Sampe ngantuk-ngantuk kami berdua di kapal. Mati gaya. Miring sana, miring sini, buka hape (malah mabok laut, dasar). Merenung. Ngobrol. All activities dah. Karena paling jauh, makanya dijadiin destinasi pertama. Selain itu, biar trekking ke atasnya ga terlalu panas karena masih pagi, jadinya masih kuat semangat dan segerrr. Sepanjang perjalanan disuguhi view yang ga mungkin kami bisa lihat kalo ga kesini. Berasa horang kaya karena di kapal yang bisa disewa untuk 10 orang ini, kami hanya berdua saja.

Dikasih Waktu Sejam di Pulau Padar!
Setelah perjalanan panjang terombang-ambing di lautan Flores, kapal kami mulai melambat dan bersiap menepi ke Pulau Padar. Tidak banyak kapal yang sudah menambatkan jangkar, hanya sekitar 4-5 buah. Biasanya kalo liat di medsos, rame banget yang merapat ke pulau ini. Orang-orang langsung turun dan mengarah ke tangga untuk trekking naik ke puncaknya; padahal kalo mau santai sebentar di pantainya, ga kalah kerennya lho. Pasirnya sedikit kepink-pinkan gitu.


Baru sampai di dermaganya aja, kami udah heboh dan excited duluan. Ga sabar mau naik, mau lihat view pulau yang ada di uang 50 ribuan baru ini. Sebahagia ini ya Allah. Begitu mau turun dari kapal, abangnya pesan ke kami, "satu jam ya Mbak di sini". Gubrak! Ya Allah. Ngeliat treknya aja udah ciut duluan. Naik ke puncak bisa makan waktu setengah jam lebih, belum lagi narsis di atas. Dan kami cuma dikasih waktu sejam?! Wassalam.


Kami langsung loncat dari kapal dan bergegas menuju anak tangga untuk mulai trekking. Sempet baca di beberapa artikel, ke Pulau Padar ini ada tiket masuknya juga; Komodo 'hijrah' ke pulau ini jadinya perlu ada ranger untuk memandu wisatawan yang datang. Nah biaya rangernya aja lumayan sampe 100K katanya. Fiuh.

Pas turun dari dermaga, aman gada loket tiketnya. Trekking di Pulau Padar udah ga susah kayak dulu. Sekarang ada anak tangga yang bisa kita naikin sampe hampir ke puncak. Membantu banget. Asal kuat, orang tua berumur juga bisa naik sampai ke puncaknya dengan bantuan anak tangga ini.


Lagi ngos-ngosan naik, cuma satu yang ada di pikiran saya... "Masya Allah, keren banget nih yang bikin anak tangga buat naik ke Puncak Padar", sambil mikir dimana ngaduk semennya, gimana bawa material ke atas dan kerumitan lainnya. Forget it. Syukuri aja dan jaga apa yang sudah ada. Kelihatannya dekat, tapi ketika dijalani ya lumayan juga trekking ke puncak Padar. Apalagi mengingat kata-kata "satu jam" dari asisten kapal kami tadi, alih-alih jalan santai sambil menikmati, yang ada macam buronan lagi kabur melarikan diri.


Ada beberapa titik berhenti. Semakin tinggi kami naik, semakin banyak yang kami lihat dan semakin ciamik. Selain kami berdua, ada beberapa rombongan wisatawan mancanegara yang ga mau terlewat melihat langsung eksotisnya Pulau Padar. Wajar aja, beberapa pesohor dunia seperti Valentino Rossi dan mantan istri pelantun lagu Para para paradise, Gwyneth Paltrow, juga puluhan artis dalam negeri yang datang kemari, tidak lupa mengabadikan momen keberadaan mereka di medsos yang mereka miliki. Promosi bagus untuk pariwisata Indonesia. Kamu team mana? Lebih banyak orang tahu sebuah tempat wisata sehingga bakal banyak yang datang atau sedikit aja yang tahu biar ekosistem dan hal-hal keren lainnya tetap terlindungi???


Pulau Padar ini diliat dari sudut mana aja emang gada jeleknya. Ya Allah. Kayak pulau di masa purba. Jadi keinget film Jurrasic World dan sejenisnya, kebayang tiba-tiba ada dinosaurus nongol ngejar kami. Karena lagi bulan puasa, walau sehaus dan secapek apa perjalanan naik ke puncak, tetep gabisa sembarangan neguk air minum. Liat bule-bule itu mah subhanallah, ga pake baju atau pake oblong doang, dengan botol minum di genggaman. Haus tinggal minum aja.


Pulau Padar di Taman Nasional Komodo ini termasuk situs warisan dunia UNESCO. Pulau ini merupakan pulau terbesar ketiga setelah Pulau Komodo dan Pulau Rinca di gugusan pulau Taman Nasional Komodo. Padar ga berpenghuni dan kalo baca papan yang ada di deket dermaga, ada juga komodo disini, wallahu alam. Viewnya yang khas, entah gimana selalu bisa menarik perhatian orang untuk kepengen pergi kesini.

Setelah haha hihi dan aktifitas absurd lainnya, baru nyadar kalo tutup kamera saya gada. Waduh, jangan bilang kalo ilang!!! [Jadi inget tutup kamera Zharnd yang dulu ilang di Pulau Kenawa wkwk]. Jangan sampai sejarah berulang!


Saya melirik jam di hape. Sudah hampir habis batas waktu yang diberikan pada kami untuk eksplor Padar yang cantiknya gada duanya ini. Kami berusaha on time. Batas waktu yang diberikan ini sebenarnya untuk kebaikan perjalanan kami sendiri; karena jarak antar pulau yang tidak dekat juga kadang ombak di laut yang tidak bisa ditebak; maka kami harus nurut sama nahkoda kapal agar semua tempat yang kami ingin kunjungi, done.

Turun dengan hati galau inget tutup kamera yang ilang. Huhu. perjalanan turun selalu lebih mudah dari perjalanan naik. Walau lebih mudah, tapi harus menahan kaki untuk mengatur keseimbangan agar tidak kebablasan sampai bawah. Apa hikmahnya?

Saat hampir sampai ke dermaga, tiba-tiba seorang pengunjung mendekati saya.

"Mbak, tutup kameranya ilang ya?" Sembari memberikan sebuah benda hitam bulat. Tutup kamera.

"Ehiya. Kok tau?", saya excited. Bersyukur banget.

"Iya, keliatan soalnya kameranya ga ketutup".

Alhamdulillah. Masih rejeki.

Pantai Pink yang Bikin Hati jadi Pink
Perjalanan selanjutnya, dari Padar menuju Pantai Pink sungguh membuat hati berdesir; deg-degan. Ombak besar mengombang-ambingkan perahu kami. Is this the end of my life? Jujur kalo lagi naik kapal laut gitu, berasa dekat banget sama maut. Ga kebayang kalo kapalnya kebalik. Duuuh. Wajar dah kalo begini sewa perahunya mahal, karena yang kami pertaruhkan adalah 'nyawa'. Duh. Kencang sekali tangan saya memegang sisi kapal. Ombak yang lumayan besar membuat kami tidak jadi merapat ke Pulau Namu, pantai berpasir pink yang identik dengan Taman Nasional Komodo. Jadilah kami merapat ke another pink beach, Pantai Pink (alternatif). Gada bedanya sih, malah di Pantai Pink baru ini cenderung sepi dan masih belum terjamah.


Tika seneng banget sampe di Pantai Pink. Garis pantainya panjang. Ada bukit dengan savana yang sudah mulai menguning. Kami naik ke bukit untuk lihat pantainya dari atas. Blusukan ke semak-semak, agak ngeri juga sih tau-tau ada komodo atau hewan buas lainnya. Dilihat dari atas, semakin keren. Savana kuningnya bikin nuansa kayak di Kenya atau Zimbabwe gitu.


"people usually consider walking on water or in thin air a miracle. But i think the real miracle is not to walk either on water or in thin air, but to walk on earth. Every day we are engaged in a miracle which we don't even recognize: a blue sky, white clouds, green leaves, the black, curious eyes of a child -- our own two eyes. All is a miracle".
-Thich Nhat Hanh-


Turun dari bukit, kami mandi-mandian di pantai. Bersihnya. Air laut kristalnya. Pasir pinknya. Juaraaak! Ombaknya sopan karena terhalang pulau kecil di sebelah sana. Aman untuk berenang. Sampai satu jam lamanya berada di sana, kami masih jadi satu-satunya pengunjung. Gada yang datang sama sekali. Private banget deh. Ga henti-hentinya rasa syukur terucap.

Silaturahim dengan Komodo di Pulau Rinca
Awalnya, saya ada niatan untuk pergi ke Taman Nasional Komodo saat libur lebaran. Saya kirim pesan pada ibu saya,
"Mak, kayak mana kalo aku lebaran di Pulau Komodo?"
"Aneh, orang jauh-jauh mudik pulang ke kampung mau kumpul sama keluarga. Kamu malah mau lebaran sama Komodo". Jleb.
Iyadeh. Ampun maak. Nyerah. Sebenarnya yang bikin saya ngebet banget ke Taman Nasional Komodo ini bukan hanya untuk ketemu komodo yang cuma ada di sini dan gada di belahan dunia manapun lainnya, wallahu 'alam. Tapi juga untuk datengin pulau-pulaunya yang indah masyaallah, epik dan ikonik.

Komodo bisa kita temui di Pulau Komodo atau Pulau Rinca. Karena lebih dekat dari Pulau Padar, maka kami diantarkan ke Pulau Rinca untuk bertemu kadal raksasa itu. Komodo yang ada di Pulau Rinca (katanya) lebih mudah ditemui dibanding dengan yang ada di Pulau Komodo. Cuslah.



Baru masuk gerbangnya, dari kejauhan kami sudah disambut oleh seorang pemandu (sebutan kerennya, Ranger). Jadi, satu orang ranger untuk satu rombongan. Nuansa parno mulai terasa. Mata udah mulai awas nih, segala macem liat batang kayu dikira komodo hiyyy.

Karena biaya masuk tidak ditanggung oleh kapal sailing trip kami, jadinya bayar tiket masuk sendiri. Kami menuju loket tiket dan tebak berapa yang harus kami bayar? 260K! Satu amplop besar diberikan kepada kami berisi tiket dengan rincian:
  • Karcis masuk kendaraan air 100K
  • Karcis masuk pengunjung Tn. Komodo 5K per orang / 2 orang 10K
  • Karcis kegiatan wisata alam pengamatan hidupan liar 10K per orang / 2 orang 20K
  • Karcis kegiatan wisata alam tracking dan hiking-climbing 5K per orang / 2 orang 10K
  • Jasa pemanduan (ranger) 80K
  • Karcis tanda masuk lokasi objek wisata Pulau Komodo & Rinca 20K per orang / 2 orang 40K
Mantep yak. Untung ga pingsan dah. Langsung jadi fakir miskin nih begitu sampe hotel huhu. Traveling, it leaves you speechless then turns you into a poor (ngubah quote-nya Ibnu Batutah) -_- Dipandu ranger, kami mengikuti trekking untuk 'mencari' komodo. Ada 3 macam trekking; short, medium dan long trekking. Kami pilih yang short aja.

Di Pulau Rinca ini, komodo hidup bebas dan mencari makan sendiri. Para ranger yang ada itu untuk mendampingi wisatawan bukan untuk 'melihara' komodo. Bebas dah si komo mau ngapa-ngapain aja. Ada rusa dan monyet juga berkeliaran bebas. Sayangnya, mereka yang unyu-unyu itu adalah makanan si kadal besar komodo.

Komodo dewasa cenderung hewan pemalas. Ngeleseh di tanah sambil becandaan sama pasangannya aja. Kalo yang kecil lebih lincah. Suka keliaran sana-sini (maklum, darah muda darahnya para remaja). Bahkan komodo anakan lihai memanjat pohon #weits langsung liat ke atas. Itu insting yang Allah kasih ke komodo anakan untuk menghindari pemangsanya.


Komodo membangun sarangnya di dalam tanah. Jadi pas lagi trekking, pak ranger menunjuk pada sebuah gundukan tanah dan bilang kalo itu adalah sarangnya komodo. Ga lama, eeh anak komodo yang sebelumnya kami liat lincah berkeliaran, masuk ke situ, "Samlekuuum mak, entong pulang".


Komodo yang paling banyak kami temui berada di dekat dapur milik petugas. Tauk aja nih doi tempat yang banyak makanannya. Ketika ranger memaparkan banyak hal tentang komodo, saat itu pula datang kesadaran yang banyak; betapa hebatnya Allah mengatur seluruh bumi dan seisinya; Komodo dengan segala istimewa yang dimilikinya. Baru satu hewan doang, bahkan hewan yang kelihatannya remeh dan ga berguna banget, ada hikmah hebat dibalik penciptaannya.


Kalo mau foto sama komodo, harus ikut aturan ranger. Jarak sekian meter sama si doi. Jadi menurut saya, selain pembekalan keselamatan diri, cara menghadapi komodo yang lagi ngambek dan lain-lain, para ranger ini juga diberi soft skill fotografi. Beneran bagus dan pas hasil foto mereka. Ga pake blur.


Selain dibekali skill fotografi, para ranger ini juga sepertinya dibekali KESABARAN. Gimana ga? Para pengunjung yang dipandu itu, ada aja pertanyaan aneh-anehnya. Lebih banyak pertanyaan aneh dibanding pertanyaan yang ilmiah malah. "Pak, komodo makan orang ga?"


Taman Nasional Komodo dan pulau-pulau di sekitarnya hanya setitik dari banyaknya tempat-tempat indah yang Allah karuniakan pada sebuah negeri bernama Indonesia. Kunjungilah! Ceritakan pada orang-orang perihal keindahannya; Titipkan salam dan pesan untuk jaga kelestariannya.

Pulau Kanawa (bukan) Kenawa
Masih ada tenaga tersisa untuk tujuan terakhir kami, Pulau Kanawa. Harap dicatat: pulau ini beda ya sama pulau kecil cantik lainnya yang ada di Sumbawa Barat. Kalo yang ono namanya Kenawa. Pulau Kanawa merupakan sebuah pulau dengan beberapa cottage dimana pengunjung yang datang bisa bermalam di sini. Kalo misal ga ada budget untuk nginep di cottage-nya yang mahal itu, bisa pasang tenda sendiri. Masuk Kanawa bayar 50K per kapal. Baru merapat di dermaganya, udah keliatan terumbu karang dan ikan warna-warni saking jernihnya. Wiih.

Dari semua tujuan sailing kami hari ini, Kanawa yang paling rame. Agak risih mengedarkan pandangan kesana-sini. Terlalu banyak bule yang auratnya kemana-mana. Duh, bikin terbatas penglihatan aja deh. Mauk foto-foto juga jadi males, photoboom-nya bikin dosa!


Sore menjelang dengan matahari yang ga terlalu terik, tapi juga ga mendung. Saya dan Tika melipir ke sebelah kanan pantai, cari tempat aman. Aman dari ombak, terutama aman dari bule berpakaian minim. Di tujuan terakhir ini, kami berdua nyebur berjama'ah. Basah kebas dari kaki hingga kepala. Kalo bisa snorkeling, pemandangan bawah laut di Pulau Kanawa ini keren pake banget lhoh!



"There is no place like the beach, where the land meets the sea and the sea meets the sky..." [Umar Siddiqui]



Tuntas sudah sailing hari ini. Perjalanan pulang dari Pulau Kanawa menuju daratan Labuan Bajo kurang lebih kami tempuh selama 30 menit. Ga terlalu jauh. Setelah melewati hari yang bikin speechless ini, kami hanya diam-diaman di atas kapal. Sesekali saya melirik Tika, ngejek si sebenernya.

Karena tahu ada rizqi yang baru cair di rekening, saya ngerayu Tika. Doi dari tadi lemes aja keliatannya, entah karena emang beneran capek atau capeknya di dalam hati dengan semua biaya mahal yang kami keluarkan di Labuan Bajo ini. Hihi. 
"Malam ini kita makan lagi ke Kampung Ujung ya. Nyobain udang", ajak saya pada Tika.
"Yaaa", Tika menurut.

2 komentar:

  1. Asik banget kak petualangannya. Nanti bisikin bugetnya ya hehehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh Om. Mau dibisikinnya pake TOA atau speaker masjid? hehe. Moga kesempatan kesana juga Mas. Indah banget masyaAllah.

      Hapus