Senin, 16 Juli 2018

Pergi ke Timur (6): Jalan Panjang Lombok - Labuan Bajo via Bima

Alunan suara Ariel dengan karakternya yang khas turut mengalun seiring bis yang membawa kami melintasi jalanan Lombok Tengah kemudian Lombok Timur menuju Pelabuhan Kayangan. Belum ada setengah perjalanan, mata saya sudah siap terpejam. Begitu terbangun, suara Ariel sudah digantikan oleh Sera (arek Jatim tau banget ini) dan bis sudah mengantri masuk ferry yang akan membawa kami melintasi Selat Alas menuju Pulau Sumbawa. Efek obat anti mabuk; terjaga dan terpejam sepanjang jalan. Lebih banyak meremnya sih.

Demi menghemat biaya, kami melalui perjalanan darat dari Lombok menuju Labuan Bajo. Ini adalah plan B karena rencana awal kami yang gagal untuk membeli tiket langsung Surabaya - Labuan Bajo yang awalnya berkisar 900K sampai dengan 1 jutaaan, naik menjadi 1,5 jutaan. Putar otak untuk menyusun itinerary, apakah ke Labuan Bajo dulu baru pulangnya ke Lombok atau sebaliknya. Nah, jadilah seperti ini dengan biaya yang bisa kami siasati. Yah, harus berkorban 'dikit' lah. Korban tenaga.

Bus yang akan membawa kami menuju Kota Bima berangkat pukul 3 sore. Hanya membayar 360K untuk dua orang @180K. Harga tersebut adalah hasil lobi ayahnya Mbak Juh dengan sopir bus langganannya tiap pulang kampung ke Bima. Harusnya kami membayar per orang 200K naik Bus Surabaya Indah (yang tidak pernah sampai Surabaya) ini. Ada beberapa bus yang menuju Bima dari Terminal Mandalika. Kami seperti berjalan beriringan. Sampe pelabuhan, ketemu. Sampe tempat istirahat makan, ketemu lagi (bahkan sampe terminal di Bima).

Sekitar habis maghrib, satu per satu penumpang dan kendaraan masuk ke dalam kapal penyeberangan. Kapal ini akan membawa kami melintasi Selat Alas menuju Pelabuhan Pototano. Ada sedikit tragedi 'konyol' dalam perjalanan kapal laut kami malam ini. Saat kapal masih sandar, baru siap-siap akan berangkat, terdengar kepanikan dari bawah. Awalnya kami sudah duduk rapi di tempat duduk yang kami pilih, pada akhirnya berhamburan. Dikira alarm kebakaran, padahal sirine tanda kapan akan berlayar. Fiuhhh. Bikin panik aja dah. Tika udah keburu pucat, saya biasa aja sih. Saya kira ada perkelahian antar geng -_- Hadeuh, sedikit pelajaran ya; Jangan cepat tersulut 'api' sampai benar-benar tahu apa yang terjadi. Pun, kalo memang terjadi musibah, dibanding panik, lebih baik lakuin sesuatu yang berguna, misal: lindungi diri dengan alat-alat keselamatan yang sudah disediakan.

Jalanan dari Sumbawa Barat menuju Bima sungguh membuat seluruh badan tergoncang. Belum habis belokan yang satu, sudah menunggu belokan yang lain. Entah berapa ratus belokan yang bus ini lalui. Saya ga lepas dari Antimo, konsekuensinya ya ga bisa ngelihat jalanan yang dilewati karena mata tak sanggup terjaga, uhuk. Tiduuur aja. Ga sanggup, ya Allah.

Tengah malam, bus kami singgah di pinggir jalan untuk istirahat makan. Yakali makan tengah malam buta di tengah serbuan rasa ngantuk. Saya hanya ke toiletnya lalu minum anti mabuk lagi. Ada beberapa rombongan bule yang juga naik bus dari Lombok. Entahlah, tujuan mereka mau ke Sumbawa atau ke Labuan Bajo, sama seperti kami. Masih samar. Tika cerita, sewaktu dia mau masuk kamar mandi, ada seorang bule cewek yang juga mau masuk; Dengan gaya khasnya bule itu bilang, "This is toilet?!" wkwkwk. Anda terlalu jujur, miss.

Subuh sekitar pukul 5 pagi, bus sampai di Terminal Dara di Kota Bima. Masih gelap. Begitu turun dari Bus Surabaya Indah, kami langsung naik bus kecil tujuan Sape. Ga perlu bingung cari kendaraan ke Sape karena sudah ada bus yang stand by tiap hari siap mengantar penumpang ke Pelabuhan Sape (busnya doang, sopirnya mah kagak ada). Busnya tidak langsung berangkat, jadi kalau mau cari sarapan atau mandi di sekitar terminal bisa banget. Saya dan Tika duduk manis aja di dalam bus, ga kemana-mana. Lelaah. Sebenarnya harap-harap cemas juga, takut ketinggalan kapal untuk nyebrang ke Labuan Bajo.


Berjam-jam menunggu. Digigitin nyamuk pulak! suwerrr banyak banget nyamuknya dalam bus ini. Akhirnya, datang seorang abang (yang seperti baru bangun tidur) memanaskan mesin bus. Feeling saya, abang itu hanya mengusap wajahnya dengan air saja *suudzhan.

"Berangkat jam berapa ya? Keburu ga naik ferry ke Labuan Bajo", tanya saya.

"Keburu. Ferry-nya jam setengah 10", abang itu menjawab seperti sudah biasa.

Kurang lebih 1-2 jam menunggu, pada akhirnya bus berangkat. Alhamdulillah. Ngebutnya euy! Bus melaju kencang melintasi kota sampai kemudian naik ke daerah tinggi melewati desa-desa kecil di daerah perbukitan. Tanjakan, turunan dan jalan berkelok terus kami lalui. Saya pikir, ini hanya sesaat, ntar juga di depan bakal ketemu jalan 'normal'. Nyatanya sampai sejam lebih tidak juga kami temui. Tika sibuk mencari plastik dalam godie bag yang kami bawa. Sekali huek. Dua kali huek. Aduh duh. Menguji keteguhan saya. Alih-alih ingin menolong, saya sendiri ga tahan dan tiba-tiba ikutan mual. Tahaan, bentar lagi sampe... Itu aja yang terus saya rapal dalam hati. Allahuma aafini fi badani... Sampai akhirnya jalan berkelok itu habis dan memasuki daerah Sape. Yes!

Belum stabil dari goncangan naik bus Bima - Sape yang bikin oleng itu, kami buru-buru membeli tiket penyeberangan menuju Labuan Bajo. Per orang 60K. Ini akan menjadi perjalanan laut yang puanjaaang. Sebelum masuk, kami membeli sebungkus nasi 10K yang dijual ibu-ibu di dekat dermaga. Saya dan Tika menuju ruang vip yang ber-AC dan menyewa kasur yang bisa kami gunakan untuk tidur ataupun lesehan. Aman. Saya menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasrat mual yang terpendam. Whoaaa. Kalo lagi mabok gitu, ngerasa kayak jadi orang paling sengsara di dunia #lebay. Btw kamar mandinya bersih dan nyaman, euy. Bisa buat mandi juga nih.


KMP Cakalang melayani rute Sape - Labuan Bajo dan sebaliknya. Kapal ini beroperasi setiap hari. Berangkat kurang lebih jam 9 pagi dari Sape dan Labuan Bajo. Mengingat kondisi yang ga stabil, ga sempat untuk berkeliling melihat-lihat ke dalam kapal. Tapi secara sekilas, bersih dan nyaman insyaallah. Hari itu penumpang tidak terlalu padat. Balik dari kamar mandi, kami mempersiapkan posisi terbaik untuk menikmati perjalanan yang panjang ini. Lagi-lagi, minum obat anti mabuk dulu. Saatnya tidur lagi. Zzz.

Izinkanlah aku kenang sejenak perjalanan ho ho ho
Dan biarkan kumengerti apa yang tersimpan di matamu ho hoo

Suara merdu Om Ebiet G. Ade membawakan lagu Elegi Esok Pagi lumayan membuat rileks. Kapal ini tidak sepi. Dari mulai berangkat tadi, nonstop diputar lagu-lagu tembang kenangan yang mungkin hanya bisa dinikmati oleh orang-orang zaman old. Menikmati alunan lagu sembari menikmati goyangan ombak besar yang menerpa KMP Cakalang melintasi Laut Flores. Tika tidak sepenuhnya tertidur. Saya bolak-balik terbangun dan melihat ke luar jendela kapal. Ya Allah, masih laut aja. Belum ada tanda-tanda kehidupan di luar sana. Perasaan kayak lamaaaa banget naik kapal ini. Sabaaar.


Jam menunjukkan pukul 15.00 lewat; di ujung sana sudah terlihat gugusan pulau dengan titik-titik kecil bangunan. Pertanda tujuan sudah semakin dekat. Excited! Terlihat juga beberapa kapal berbentuk phinisi lewat menuju salah satu pulau di gugusan itu. Whoaa, itu pasti kapal yang lagi LoB, tebak saya. Semakin mendekat ke daratan, ombaknya sudah tidak sebesar tadi. Badan saya mulai stabil dan bisa 'bangkit' menyaksikan dari jendela, kapal kami ini mendekat ke daratan Labuan Bajo.

Tepat seperti yang sudah terjadwal, kurang lebih pukul 4 sore kapal merapat ke pelabuhan. And this is Labuan Bajo! Ya Allah, di depan mata. Tak hentinya bersyukur. If you can dream it, call it, imagine it, you can do it. Cita-citain dulu aja deh, apapun itu, biar Allah yang memberikan jalannya. Yakin! Sejujurnya saya ga nyangka akan secepat ini Allah kasih untuk kemari. Mengingat biaya yang besar dan butuh keluangan waktu yang cukup banyak, kok rasa-rasanya entah bakal berapa tahun lagi bisa ke Komodo. But, Allah Maha Kaya. Kalo niat, ada aja rizqinya.

Bersama penumpang yang lain, perlahan kami turun dari kapal. Owww, this is will be amazing! Menjejakkan langkah pertama kali di tanah yang baru, tanah yang diimpikan. Seperti langsung hilang semua susah-susah perjalanan dari Lombok kemarin sampai akhirnya tiba di Labuan Bajo sore ini...

"Kalo udah masuk surga, penduduk surga tuh bakalan lupa sama semua kesusahan-kesusahan yang dialaminya di dunia. Lupa banget! Ga kepikir lagi, ga keinget lagi sedikitpun (walau susahnya kayak apa). Saking ni'matnya surga. Jadi gapapaaa, kalo di dunia Allah terus kasih kesusahan. Nyatanya, itu untuk menaikkan derajat dan kemuliaan kita".


Saat akan keluar pelabuhan, sudah ada beberapa petugas dari jajaran Kepolisian dan tentara yang memeriksa identitas penumpang yang baru saja sampai. Maklum, lagi santer isu teroris. Kami ditanya dalam rangka apa datang ke Labuan Bajo, dengan bangga saya menjawab, "wisata Pak!". Bapaknya tanya lagi, "udah ada tempat menginap di sini?". "Udah Pak".

Sedikit oleng dan kelelahan, dengan tas dan bawaan yang kayaknya rada beratan, langsung menuju Hotel Mutiara tempat kami akan menginap. Bisa ditempuh dengan jalan kaki, hanya beberapa menit dari pelabuhan. Kamar yang saya pesan sebelumnya via app online adalah kamar paling murah dengan fasilitas 2 bed dengan fan dan kamar mandi dalam (150K). Begitu sampai, kami disambut ramah oleh seorang bapak (keturunan Tionghoa, namun rada medhok bahasanya). Bapak pemilik penginapan itu menawarkan untuk upgrade kamar AC dengan single bed besar dan kamar mandi dalam. Hanya tambah 25K jadinya total 175K (padahal pas lihat di situs booking, harganya 200K). Yasudah deh untuk malam ini, sebagai obat perjalanan dua hari bikin jelek di jalan, kami pilih kamar AC. Ugh, nyamannya. Pas banget pilih kamar AC karena udara di sini lumayan panas. Maklum lah pinggir laut.

Malam pertama di Labuan Bajo; Malam tarawih pertama. Karena kami sedang tidak bisa berpuasa, kami hanya menghabiskan waktu istirahat di dalam kamar. Terdengar sedikit hiruk-pikuk di luar sana. Penasaran seperti apa 'kehidupan malam' di Labuan Bajo. Insyaallah, besok akan kami jelajahi 'mutiara' di ujung Flores ini.

0 komentar:

Posting Komentar