Selasa, 26 Juni 2018

Pergi ke Timur (3): Pantai Setangi yang Banyak Pohon Kelapanya dan Makan Sate Ikan di Bukit Nipah


Minggu pagi yang cerah di salah satu sudut Pulau Lombok. Masih tersisa sedikit lelah perjalanan Sembalun - Mataram kurang lebih 5 jam perjalanan kemarin. [Melelahkan, namun melegakan. Di sepanjang jalan alam menyajikan hijaunya kawasan hutan juga birunya lautan]. Saya dan Tika sudah mandi sedari pagi *tumben. Hari ini kami hanya punya rencana sederhana: main ke pantai daerah Senggigi, makan sate ikan terus minum es kelapa muda di Bukit Nipah. Setelah itu pulang lagi ke rumah Mbak Juh, tidur siang (nikmatnya hiduuup). Dari rumah Mbak Juh ke arah Senggigi hanya berjarak tidak sampai satu jam perjalanan, dengan kontur jalan yang halus mulus dan bebas macet ditambah view laut yang bikin hati tenang. Meluncur!

Saatnya mengantarkan Tika pada salah satu obsesinya, yaitu pantai dan pohon kelapa. Saya juga suka sih, tapi lebih tepatnya buah kelapa-nya alias degan, diminum di pinggir pantai ditemenin angin sepoi-sepoi. Whiyyy! Pantai yang kami tuju adalah pantai yang saat perjalanan pulang dari Sembalun kemarin kami lewati, di daerah Malaka. Nama pantainya, Setangi (dibaca: Setanggi).

Seperti banyak pantai lainnya di Lombok, tidak ada biaya masuk ke Pantai Setangi, hanya membayar uang parkir sebesar 3K. Untuk ukuran hari Minggu, Pantai Setangi tidak terlalu ramai pagi itu, hanya tampak beberapa pemuda dan pemudi yang sedang mengadakan acara organisasi. Saya dan Tika memilih satu tempat duduk yang cukup sejuk kemudian ngemil jajan yang kami bawa.



Pantai Setangi adalah jawaban untuk kamu penyuka pantai dan pohon kelapa. Sesungguhnya saya bukanlah orang yang pandai mengutarakan keindahan sebuah pantai dengan kata, so kamu datang kesini sendiri untuk buktiin betapa indahnya pantai ini yak. Heee. Ombak di pantai ini lumayan besar kalo lagi pasang, jadi agak bahaya untuk mandi-mandian. Dan hati-hati juga ketika kamu blusukan di bawah pohon kelapanya. Jangan sampai keasikan sehingga buah kelapa yang sudah saatnya jatuh, mendarat indah di kepala kamu. Bluk!



Ada indah yang hanya untuk dilihat, bukan disentuh. Ada indah yang harus disentuh, tidak hanya dilihat. Ada indah ketika diam. Adapula indah dalam riuh. Ada indah di depan mata, ada juga indah di dalam hati. Ada indah yang menyejukkan, ada indah yang menyengsarakan. Ada indah untuk engkau nikmati sendiri, adapula indah yang harus kau bagi. Ada indah di ketinggian, juga indah di kedalaman. Ada indah yang kekal lagi hakiki, ialah indah dari Sang Maha Indah. Allahu, Allahu, Allahu.


Emang gada duanya pantai di Lombok. Sepinya, jernihnya, pohon kelapanya, gratis masuknya. Juaraaak! Akses jalan menuju kemari juga oke banget. Saya sangat merekomendasikan pantai ini untuk dikunjungi. Oiya kalo kamu mau datang ke pantai ini, letaknya setelah Pantai Senggigi dan sebelum Bukit Nipah ya. Pokoknya perhatiin aja plangnya kecil di sebelah kiri jalan. Ga terlalu rame dan ga stunning. Kalo kamu ga cermat, pantai ini malah kayak kebon kelapa biasa tempat angon (baca: menggembalakan) sapi. Jangan terkecoh dengan beberapa pantai lain di sekitar sini yang juga banyak pohon kelapanya. Mungkin kamu bisa dapetin spot pohon kelapa, tapi belum tentu suasana sepi dan tenangnya.

Hasil blusukan di bawah pohon-pohon kelapa
Tidak sampai dua jam berada di Pantai Setangi, lanjut tujuan berikutnya ke Bukit Nipah. Sebelum itu, kami mampir dulu beli sate ikan yang dijual di pinggiran jalan menuju kesana. Sate ikan yang paling terkenal di Lombok berasal dari daerah Tanjung, Lombok Utara. Tapi kalo belum sempat kesana, beli yang di daerah Senggigi atau Pemenang insyaallah ga kalah enaknya. Satu porsi sate ikan (isi 5 atau 6, lupak) dijual murah meriah, 10K. Lumayan. Penunda lapar, pengobat pengen.

Gada duanya...!
Sate ikan di Lombok berbeda dengan sate yang biasanya. Apa yang bikin beda? Satenya yang disajikan ga perlu pake bumbu kacang atau kecap lagi. Kenapa? Karena sebelum dibakar sate ikan ini sudah dibumbui dengan bumbu khas, pedas, cadasss nikmatnya! Jenis ikan yang dipilih pun ga sembarangan sehingga rasa dagingnya gurih, manis, ringan. Sate ikan ini bisa dimakan langsung atau dibawa pulang untuk dijadikan lauk. RECOMMENDED!!!

Sampai di Bukit Nipah, kami memarkir motor lalu keliling ambil foto kemudian memesan es degan. Minum es kelapa muda ditemani beberapa tusuk sate ikan yang enaknya masya Allah dengan view laut keren di depan mata, tanpa mikirin kerjaan di seberang pulau sana, whwhwhw! Andaikan hidup terus begini, namun sayang hidup tidak (selalu) begitu. Syukurin aja apa yang sudah dan sedang terjadi, sambil mikir tujuan perjalanan selanjutnya, cmiiw!


Bukit Nipah adalah salah satu tempat yang ga boleh kamu lewatin ketika berkunjung ke Lombok. Bukit ikonik dengan beberapa pohon kelapa berlatarbelakang lautan biru dan pemandangan Gunung Agung di seberang pulau (Bali). Ramai orang berkunjung kemari. Biasanya guide wisata sengaja membawa para turis ke Bukit Nipah sebelum ke gili. Gada biaya masuk, cuma parkir aja 2K. Waktu yang pas untuk datang kesini kapan aja kamu mau (ketika hari cerah). Cuma kalo mau dapet momen, datang deh pas matahari mau tenggelam. Kebayang gak gimana kerennya?!



Dari Bukit Nipah, rencananya kami akan langsung pulang ke rumah Mbak Juh dan tidur siang saja, istirahat lalu sorenya kulineran sambil lihat sunset di Ampenan (ternyata malah hujan derasss). Hari masih siang, matahari masih asik menyinari daratan Lombok. Kok kayaknya ga pantes kalo mau pulang. Di tengah perjalanan, kami nemu satu tempat keren yang juga ngehits di IG; Vila Hantu Setangi. Tampak sebuah bangunan besar yang belum atau tidak jadi. Kata 'hantu' ditambahkan (mungkin) karena bangunannya yang tidak lagi terurus, mangkrak dan seram pada malam hari karena tidak ada pencahayaan. Vila ini sungguh ga seram sama sekali (kalo siang lho ya). Buat saya cuma satu yang nyeremin di sini: muda-mudi pacaran, berduaan, yang ketiganya pastilah syaithon! Hiyyy.

Masuk sini ga dipungut biaya apa-apa sama siapa-siapa *yakalii, cuma bayar parkir aja 2K (tapi saya males bayar jadinya parkir agak jauhan ga masuk area vila). Vila hantu ini ramai dikunjungi di siang hari (entah kalo malam). Banyak pasangan muda-mudi yang kemari, dan ada beberapa yang ga peka (duduk asik berduaan ga nyadar kalo ada orang nungguin untuk foto di spot itu jugak) KZL!

Kalo kamu dari daerah Mataram, vila hantu ini berada di sebelah kiri. Ada parkir dan orang jualan di depannya. Letaknya setelah Pantai Senggigi dan sebelum Bukit Malimbu. Mudah ditandain kok.



Tuh khan, setengah hari di Lombok aja kamu udah bisa main ke beberapa pantai dan tempat ketje yang dijamin bikin pikiran kamu seger kembali. Start dari Kota Mataram, kamu bisa pilih untuk datengin: pertama, Pantai Ampenan yang pasirnya hitam dan banyak kuliner pinggir pantainya yang enak-enak, terus ke daerah Senggigi dengan pantai yang berombak tenang, garis pantainya panjang dan pasir putih bersih, atau menyaksikan keindahan sunset dan sunrise di Vila Hantu Setangi, Bukit Malimbu dan Bukit Nipah. Dan jika kamu punya cukup uang dan waktu, menyeberang ke tiga gili ternama dari Pelabuhan Bangsal bisa jadi pilihan yang tepat.


Anyway, I would like to tell you...
Saya mau berbagi cerita yang menurut saya keren. Entah Allah akan berikan hikmah apa dibalik ini. Jadi pas kami ke Sembalun hari Jumat lalu, saat di Pusuk kami bertemu dengan seorang mamas yang sedang melakukan perjalanan pulang ke Pulau Jawa. Kata bapak di Sembalun, "Mbak dari mana?". "Dari Malang, Pak", jawab saya. "Itu mamasnya juga dari Jawa. Naik onthel ke Bima". Ooo. Udah gitu aja, tanpa mau tahu lebih banyak. (Mungkin) karena sedang excited sampai di Sembalun atau sedikit kelelahan. Tika yang antusias. Saat akan turun dari Pusuk ke Desa Sembalun, kami bertemu mamas itu di jalan dan sekedar menyapa, "mari mas, duluan", sambil mengklakson motor. Dalam beberapa detik mamasnya heran, kemudian tersadar, "Ooo, ya Mbak".

Hari Sabtu, perjalanan pulang dari Sembalun menuju Mataram, eeh kami ketemu lagi sama mamasnya di perjalanan. Kuatnya si mamas, masya Allah. Dengan kaki nyeker (ga pake sandal atau sepatu), menuntun sepeda onthel kesayangannya. Kamipun hanya sekedar berlalu sambil mengucapkan, "duluan ya Mas. Semangat!". Saya baru ngeh dan mulai penasaran dengan beliau ketika Tika menjelaskan bahwa mamas ini sedang melakukan perjalanan panjang ke Bima dengan sepedanya. Yah, sayang ya ga nanya-nanya lebih dalam dan lebih banyak. Dalam hati, menyesal. Yasudahlah.

Naaah, hari Minggu, perjalanan pulang dari Bukit Nipah menuju Mataram, masyaAllah kami bertemu lagi dengan si mamas. Sengaja berhenti dan harus tanya-tanya nih. Beliau asalnya dari Pasuruan. Doi ini udah satu setengah bulan gak di rumah, melakukan perjalanan pulang pergi ke Bima naik onthel. Bima sejauh apa sih? Belum kebayang karena baru dua hari kemudian kami akan kesana untuk pertama kalinya. Ternyata setelah melakukan perjalanan kesana sendiri, weowe! Naik bus dari Lombok aja sampe semaleman, berjam-jam, apalah lagi cuma ngonthel.

Satu tanda tanya besar yang ada di kepala saya adalah, kenapa si mamas ngoyo' ngelakuin perjalanan nyusahin diri ini? Beliau menjelaskan alasannya antara lain: menunaikan janji silaturahim pada temannya yang ada di Bima; ada acara temu pesepeda onthel nasional di Bali jadi sekalian nyebrang; salah satu ikhtiar untuk menikahi wanita yang dicintainya; Tapi yang bisa saya tangkap adalah, bahwa mamas ini bukan ingin menunjukkan pada siapapun ia pernah melakukan perjalanan lintas pulau dengan sepeda onthel, ingin diliput atau viral dimana-mana. (Bahkan mungkin ada yang melakukan lebih sulit dari beliau, misal jalan kaki dari Sabang sampai Merauke). Lebih dari itu, si mamas ingin membuktikan pada dirinya sendiri, mengalahkan keraguan yang ada dalam dirinya, meruntuhkan tembok "ga mungkin" yang mungkin saja merintangi kehidupannya. Wallahu 'alam.

Jadi pemirsah, hikmah yang bisa kita ambil adalah... untuk dunia yang keindahannya masih bisa kita lihat, rasakan, walau sifatnya hanya sementara saja, kita upayakan semampu kita, sampai berdarah-darah. Apalah lagi untuk akhirat yang kekal, tempat kembali kita, dimana kita akan diganjar dengan balasan yang tidak pernah terlihat oleh mata maupun terpikirkan oleh pikiran manusia manapun di muka bumi. Sudah sekeras apa usaha kita?!

0 komentar:

Posting Komentar