Maka saya pun mulai menulis.
…namun dalam proses memegang pena dan
menuntunnya maju mundur di atas setiap baris, saya mulai merasakan harapan. Saya
mulai merasa ketakutan saya berkurang, tidak terlalu merasa sendiri. Saya menyukai
perasaan ini, maka saya pun mulai menulis.
…menulis telah menjadi pusat hidup
saya melebihi segala yang saya ketahui tentang diri saya sendiri dan dunia,
bagaikan debar jantung di seluruh tubuh, membawa saya berulang-ulang ke kekosongan
halaman dan kebutuhan mengisinya. Menulis telah menyelamatkan hidup saya.
…saat menulis, saya dapat
mengumpulkan ketakutan dan emosi saya yang meluap-luap di atas kertas,
menciptakan semacam cermin. Cermin ini menunjukkan mengapa saya merasa seperti
yang saya rasakan, dimana saya sebelumnya, dimana saya pernah berada, dan
bahkan kemana saya mungkin pergi selanjutnya.
…cerita-cerita dan puisi saya
menunjukkan saya benar-benar dapat mempercayai diri sendiri dan mimpi-mimpi
saya.
…sering saya tidak mengetahui apa
yang sesungguhnya saya rasakan sampai saya mulai menulis. Kata-kata yang saya
coretkan mencegah saya merasa tidak berdaya, mencegah saya menutup diri dari
dunia. Menulis, ketika itu dan sekarang, membantu saya merasakan- kadang-kadang
sakit, sering kebingungan, selalu bimbang, dan sekali-sekali benar-benar
gembira.
…menulis membuka hati saya, dan dalam
prosesnya saya mulai menemukan diri saya sendiri.
…terutama, menulis membawa saya
pulang. Saat mengisi catatan harian, saya merasa hidup ini berarti. Saya merasa
menjadi bagian halaman-halaman kertas itu dan merasa diterima disana. Tak seorangpun
dapat merebut perasaan ini dari saya.
Menulis memberimu tempat untuk
menyimpan dan menikmati kenangan, pengetahuan, pemikiran, dan keinginanmu,
perasaan dan tujuanmu. Menulis dapat membantumu menciptakan dan menciptakan
kembali dirimu. Bagaimana? Dengan mengasah pandanganmu mengenai siapa dirimu,
apa yang kamu inginkan, dan kemana kamu akan pergi, menulis dapat memberimu
harapan, membantumu bermimpi luas dan dalam, serta membuatmu tahu bahwa kamu
tidak sendirian.
Menulis juga membantumu mengungkapkan
perasaanmu yang sesungguhnya dan memahami diri dengan lebih baik. Terutama, ia
dapat membuatmu merasa lebih hidup.
(Caryn Mirriam-Goldberg dalam bukunya "Write who you are: how to use writing to make sense of your life, 1999, Free Spirit Publishing, USA. Diterbitkan versi Bahasa Indonesia dengan judul "Daripada bete, nulis aja!" diterjemahkan oleh Lusy Widjaja, 2006, Penerbit Kaifa)
-----
Cara terbaik menghabiskan, merasakan dan menikmati waktu adalah dengan menulis.
Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam didepan netbook hanya untuk menuangkan deretan huruf-huruf yang menari-nari dipikiran saya, meminta untuk disusun menjadi kata, dan dirangkai menjadi kalimat yang bermakna.
Semakin saya tidak bertemu dengan oranglain, semakin banyak hal yang akan saya tulis. Halaman kosong, seperti sahabat terbaik yang akan mendengarkan semua cerita yang (harus) saya bagikan, (harus) dikeluarkan dari kepala.
Saya menulis bahagia, saya menulis sedih. Saya menulis impian-impian. Saya menulis harapan. Saya menulis yang sudah terlewat, juga yang saya harap akan terjadi. Saya menulis kecemasan. Saya menulis kecewa. Saya menulis rindu.
Selain membaca, menulis adalah kegiatan yang dapat memindahkan saya dari satu tempat ke tempat lain. Saya bisa tiba-tiba seperti sedang berada di Bogor (ketika saya menuliskan tentang perjalanan saya di Bogor); berada di Jogja, maupun berada di rumah di kampung halaman saya sendiri.
Menulis juga bisa membuat saya membersamai seseorang (ketika saya sedang menuliskan tentangnya). Jika saya sedang rindu dekat dengan seseorang, maka saya akan menuliskannya. Semakin banyak kamu menulis tentang seseorang dalam tulisanmu, ketahuilah sesungguhnya kamu sedang mengingati, mengakrabinya dengan caramu sendiri.
Saya menulis di kamar saat senggang, saat bersemangat, saat lelah. Saya menulis ketika sedang bersama oranglain, juga saat sendiri. Saya menulis di perjalanan (thanks Blogger for android). Bahkan, saya menulis saat sedang melayani mahasiswa di layanan pengembalian perpustakaan. Ide dapat muncul kapan dan dimana saja, tak mau tahu. Sebelum ia hilang kembali, cepat-cepatlah menuangkannya.
Saya menulis hati saya. Saya menulis tempat indah yang saya datangi. Saya menulis sedikit ilmu yang saya tahu. Secara tidak langsung, saya menulis diri saya sendiri. Saya menulis untuk dibaca oleh dunia, oleh oranglain. Saya menulis untuk dimengerti. Ketika kata yang keluar dari mulut tak cukup mudah untuk dicerna dengan baik, tak cukup indah didengar oleh telinga, tak cukup lembut untuk diterima oleh hati, maka biarkan tulisan menyampaikan pesannya, dengan caranya sendiri. Pesan yang akan sampai seketika setelah dibaca, atau malah berbilang bulan atau tahun kemudian.
Saya menulis, maka saya ada. Saya menulis, maka saya hidup. Saya menulis (ketika tulisan itu diniatkan untuk menyampaikan kebenaran, menyampaikan ilmu-Nya) maka Allah akan menghitung tiap deretan huruf yang saya ketik, tiap ketikan jari jemari yang menyentuh tuts keyboard menjadi limpahan pahala yang siapa tahu, bisa menjadi tambahan amalan-amalan lain yang 'tidak seberapa'. Wallahu 'alam.
Menulislah.
Menjadi diakuilah.
Bukan oleh dunia, tapi (setidaknya) oleh jari jemarimu sendiri.
Cara terbaik menghabiskan, merasakan dan menikmati waktu adalah dengan menulis.
Saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam didepan netbook hanya untuk menuangkan deretan huruf-huruf yang menari-nari dipikiran saya, meminta untuk disusun menjadi kata, dan dirangkai menjadi kalimat yang bermakna.
Semakin saya tidak bertemu dengan oranglain, semakin banyak hal yang akan saya tulis. Halaman kosong, seperti sahabat terbaik yang akan mendengarkan semua cerita yang (harus) saya bagikan, (harus) dikeluarkan dari kepala.
Saya menulis bahagia, saya menulis sedih. Saya menulis impian-impian. Saya menulis harapan. Saya menulis yang sudah terlewat, juga yang saya harap akan terjadi. Saya menulis kecemasan. Saya menulis kecewa. Saya menulis rindu.
Selain membaca, menulis adalah kegiatan yang dapat memindahkan saya dari satu tempat ke tempat lain. Saya bisa tiba-tiba seperti sedang berada di Bogor (ketika saya menuliskan tentang perjalanan saya di Bogor); berada di Jogja, maupun berada di rumah di kampung halaman saya sendiri.
Menulis juga bisa membuat saya membersamai seseorang (ketika saya sedang menuliskan tentangnya). Jika saya sedang rindu dekat dengan seseorang, maka saya akan menuliskannya. Semakin banyak kamu menulis tentang seseorang dalam tulisanmu, ketahuilah sesungguhnya kamu sedang mengingati, mengakrabinya dengan caramu sendiri.
Saya menulis di kamar saat senggang, saat bersemangat, saat lelah. Saya menulis ketika sedang bersama oranglain, juga saat sendiri. Saya menulis di perjalanan (thanks Blogger for android). Bahkan, saya menulis saat sedang melayani mahasiswa di layanan pengembalian perpustakaan. Ide dapat muncul kapan dan dimana saja, tak mau tahu. Sebelum ia hilang kembali, cepat-cepatlah menuangkannya.
Saya menulis hati saya. Saya menulis tempat indah yang saya datangi. Saya menulis sedikit ilmu yang saya tahu. Secara tidak langsung, saya menulis diri saya sendiri. Saya menulis untuk dibaca oleh dunia, oleh oranglain. Saya menulis untuk dimengerti. Ketika kata yang keluar dari mulut tak cukup mudah untuk dicerna dengan baik, tak cukup indah didengar oleh telinga, tak cukup lembut untuk diterima oleh hati, maka biarkan tulisan menyampaikan pesannya, dengan caranya sendiri. Pesan yang akan sampai seketika setelah dibaca, atau malah berbilang bulan atau tahun kemudian.
Saya menulis, maka saya ada. Saya menulis, maka saya hidup. Saya menulis (ketika tulisan itu diniatkan untuk menyampaikan kebenaran, menyampaikan ilmu-Nya) maka Allah akan menghitung tiap deretan huruf yang saya ketik, tiap ketikan jari jemari yang menyentuh tuts keyboard menjadi limpahan pahala yang siapa tahu, bisa menjadi tambahan amalan-amalan lain yang 'tidak seberapa'. Wallahu 'alam.
Menulislah.
Menjadi diakuilah.
Bukan oleh dunia, tapi (setidaknya) oleh jari jemarimu sendiri.
sangat menginspirasi. makasih.
BalasHapus