Rabu, 24 Februari 2016

Aku, yang Hidup Bersama Yang Lain


Akan ada saat dalam hidupmu, ketika kau mencoba untuk melibatkan orang lain masuk kedalamnya. Bisa lewat hal sederhana macam menitip makanan padanya (padahal kau bisa lakukan sendiri), meminta dampingannya untuk pergi ke suatu tempat (padahal kau sangat mampu pergi sendiri), sekedar meminta buatkan teh, atau menitip cuci sepotong bajumu yang tergeletak tak sempat tersentuh. Atau lebih dalam lagi, meminta saran atas studi jangka panjangmu, bertanya pendapatnya jika kamu melakukan ini atau itu.

Untukku, ketika kulibatkan seorang dalam hidupku, jauh dari lubuk hatiku, bukan kuingin repotkannya, susahkannya, bermanja atau bergantung padanya. Sungguh bukan. 

Aku hanya ingin membagi beberapa sisi hidupku dengannya. Aku inginkannya tahu bahwa ia kuanggap ada. Aku membutuhkannya dan aku menyayanginya (karena Allah). Pula, mengasah sosialku, bahwa aku adalah homo homini lupus; yang tak bisa hidup sendiri. Hanya itu.

Iya sih, kenapa pula kuharus bagi susah, jika berbagi senang lebih baik???
Karena menurutku, yang ikatkan simpul ukhuwwah itu bukan hanya kesenangan saja.
Ingat bagaimana Rasulullah berbagi susah dengan Abu Bakar ra. ketika di gua saat kafir Quraisy mengejar?
Ingat bagaimana Ali ra. rela menukar nyawanya dengan mnggantikan posisi Rasulullah di tempat tidur?

Itu lebih mengikat.

Kau cari kawan untuk bagi senangmu, kau akan dapati dengan mudah. Kau cari kawan 'tuk luapkan sedihmu, bagi susahmu, belum tentu ia ada.

2 komentar:

  1. Euh...
    Gue banget kala itu juga kini sebenarnya.

    BalasHapus
  2. Iyo Ukh, melibatkan tidak selalu berarti menyusahkan. Iya gak? ^_^

    BalasHapus