Minggu, 20 Desember 2015

Mendaki Puncak Ukhuwwah (Photo Story)


Menjalani sebuah ukhuwwah ada kalanya seperti bersama mendaki puncak sebuah gunung... Tidak selalu kita berjalan bergandengan tangan bersama. Ada kalanya saudaramu tertinggal jauh dibelakang, sementara dirimu sudah lebih dahulu berada di jalan yang paling depan. Tidak, tidak menjadi masalah. Yang depan tidak selalu egois, yang belakang pun tidak melulu lemah tenaga. Setiap orang Allah bekali dengan 'kemampuan' dan 'cadangan' energi yang berbeda.

Jika saatnya posisimu berada di paling depan, janganlah lupa kau tolehkan sedikit wajahmu untuk tengok saudaramu.  Hentikan langkahmu sejenak, sejenak saja. Pandang dia dengan penuh cinta; semangatinya. Yakinkan bahwa dia bisa menyusulmu. Bila perlu kau ulurkan tanganmu, bantu langkahnya yang terseok, tarikan nafasnya yang terengah.  Dan ada kalanya kau berada di belakang, jadikan saudaramu yang sudah jauh berada di depan sana sebagai motivasi untukmu memacu tenaga agar mampu menyusulnya, membersamainya, untuk kemudian bersama-sama berada di puncak; ayunkan genggaman tangan ke udara.

Begitu halnya dengan sebuah ukhuwwah... Ada saat dimana kau dapati dirimu (atau) saudaramu berada di titik terendah imannya (berada di jalur pendakian paling belakang). Ketika kau berada pada titik imanmu yang stabil, tunggulah saudaramu. Sering-seringlah "menengok"nya. Menengok imannya. Ajak ia untuk lebih bersemangat beribadah. Jangan lelah mengajaknya. Sedikit lebih bersabar untuk menggapai puncak; puncak ukhuwwah, apa itu? Surga tertinggi yang Allah peruntukkan bagi hamba-hambaNya yang saling berkasih sayang; saling mencinta karena-Nya. Wallahu 'alam.

0 komentar:

Posting Komentar