Sabtu, 20 Juni 2015

Little Message for My Lil' Sister

Ingin kusampaikan sebuah harapan padanya. Ketika mata ini tak sanggup menatapnya lamat-lamat. Ketika bibir ini kelu untuk berucap seribu pesan yang mungkin berguna untuk hidupnya. Yeah, seperti yang pernah kusampaikan padanya lewat sebuah private message, " i hate it! when i have so much to say, but i can't put any of it into words". Ah, dasar introvert... Semoga saja pesan kecil yang kutulis di sela waktu senggangku ini akan sampai padanya. I don't know how, just hope.

Let me tell the world how it starts

Di tanggal ini, tepat satu bulan yang lalu, di sela kesibukanku melayani mahasiswa mengembalikan buku, ia mengirimiku sebuah pesan. Singkat. Sangat singkat malah, "mb juke...". But i don't know why, i think that it's not just a short message. It's mean a lot for me. There's something that implied in it. Entahlah sesuatu itu bernama apa. Sadness. Confuse. Despair. Tak tahu arah. Persimpangan jalan. Seperti membawa pesan yang lain, "i have a problem. Come in to my life". Hingga akhirnya jemari ini tergerak untuk membalas, "any problem?". Lagi-lagi, hanya sebuah balasan singkat. Deretan huruf; yang sebenarnya juga membawa pesan yang lain, "i will be there for you. Just share your problem with me". Aku tidak tahu kenapa ia memilihku untuk ia kirimi pesan itu. Tapi aku hanya yakin, Allah yang telah menggerakkan hatinya hingga akhirnya pesan tersebut terkirim padaku.

Waktu berlalu setelah hari itu. Ada yang berubah darinya. Aku hanya merasainya. Tak terucap, apalah lagi menanyakan padanya secara langsung. When i look deeply into her eyes, i can feel her burdens. Hmm, mata memang tidak pernah berdusta. Silly me, i can't do anything until finally she decided to take a part. Not in heart, but distance.


I m so sorry...
Entahlah, dari sekian banyak saudara-saudara baru yang kutemui di kota rantauku ini, ia yang akhirnya "mempercayaiku". Berbagi sedikit kesakitan dalam hidupnya. Dan (mungkin saja) ia telah menemukan sisi lembut hatiku. Selama ini aku selalu memakai tameng "galak" untuk berkomunikasi dengan yang lain (Aha, bahkan ia pernah berkata kalau ia takut padaku). Aku layaknya orang yang selalu abai akan apapun yang terjadi pada orang lain. Namun percayalah, ketika seseorang memutuskan untuk berbagi hidupnya denganku, you'll always get the best from me (Inshaa Allah). I'll give my eyes to look at. I'll give my ears to listen. Even, i'll give my shoulder to cry on.


Dan untuknya...
Aku hanya ingin ia tahu, bahwa dunia masihlah seluas yang ia impikan. Hey, bukankah bermimpi itu gratis??! And how lucky we are, Allah akan memberi sesuai dengan persangkaan kita. Menjelajah Kutub Utara. Berbaring di rerumputan Stadion Wembledon. Silaturahim ke Buckingham Palace. Menapak Puncak Everest. Atau bahkan sekedar melintasi Jembatan Suramadu. It's free! Hanya dekatkan dirimu pada-Nya. Untai impian-impianmu menerobos naik ke Arsy-Nya lewat sujud panjang di keheningan malam.

Aku hanya ingin ia mengerti, cara Allah mengembalikan kita ke jalur-Nya, melalui jalan yang Dia pilihkan. Dengan rasa sakitkah? Atau dengan kesenangan yang Ia limpahkan? Ia berhak! Ketika Ia Yang Maha Lembut telah menegur kita dengan cara-Nya yang paling halus namun kita tetap acuh, kemudian apa salahnya jika Ia mengingatkan kita dengan "sedikit" rasa sakit yang Ia berikan?! Toh, ketika kita menerima rasa sakit tersebut dengan penuh ikhlas, Ia akan mengganti rasa sakit tersebut, dengan sebaik-baik ganti.

Aku hanya ingin ia sadar, bahwa hidup dimulai ketika kita mulai jujur pada diri sendiri.
Hidup dimulai ketika kita ikhlas dengan semua takdir baik dan buruk yang telah Allah gariskan untuk kita. Ke-kurangsabaran "menunggu" hikmah dari apa-apa yang menimpa kita hanya akan menimbulkan rasa sakit. keberlarian dari Dzat-Nya.

Aku hanya ingin ia paham , menjadi sendiri memanglah tidak selalu buruk.
Namun, kenapa harus sendiri jika ada orang-orang yang bersedia membagi hidup dengannya? Menyemangatinya ketika ia ingin berhenti. Berbagi gelak tawa dan air mata. Bahkan mengejeknya! Ya, terkadang dalam hidup, kita butuh untuk menemukan seseorang yang mengejek kita. Menertawai kita. Bukan, bukan karena tak sayang, namun mungkin itu cara yang telah Allah karuniakan pada orang-orang semacam itu untuk membuat kita "lebih hidup". Bukankah laut tidak akan pernah indah tanpa ombak yang menabrak kerasnya batu karang?!

Aku hanya ingin ia percaya, bahwa aku pun pernah berada dalam posisinya. Mengacaukan segalanya. Meletakkan impian-impianku ke sudut gelap. Lari dari kenyataan. Berpikir segalanya akan lebih baik jika aku pergi. Sungguh, aku tahu rasanya sakit menjadi seperti itu. Sangat sakit. Aku memburukkan diriku sendiri. Maka saat ini, dengan segenap kemampuanku, biidznillah, aku tak ingin ia terjatuh dalam lubang yang sama. Lubang yang telah mempurukkanku ke dalam titik terendah;  menjadi tidak bersyukur.

Aku hanya ingin ia merasa, bahwa ia dicintai.
Kalaulah semua makhluk di penjuru muka bumi ini bersekutu untuk mencibirnya; membencinya; melemparkan segala macam caci; ia punya Sang Pencipta seluruh penjuru bumi yang akan "memeluknya" dengan Rahman dan Rahiiim-Nya. And it's more than enough.

Tetap berjuang, adikku.
Jadilah "Ksatria Semangat" untuk hidup dan kehidupanmu.
Untuk impian-impianmu.
Untuk seorang tua yang jauh disana, yang rela kau ganti seluruh rasa sakitnya dengan rasa sakitmu.


(Untuk ia, yang kutemukan diriku didalam nya).

0 komentar:

Posting Komentar